Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri
Sejak lama Desa Bedalisodo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang terkenal sebagai sentra penghasil dupa. Aktivitas pembuatan dupa ini sudah ditekuni warga desa sejak sekitar 40 tahun silam.
Hampir seluruh warga di sana berprofesi sebagai pengusaha dupa. Salah satunya adalah Sukemi yang sudah menekuni usaha ini sejak tujuh tahun lalu. Menurutnya, ada sekitar 30 pengusaha dupa di desanya.
Sebagai sentra dupa, Anda akan sering mencium bau dupa begitu memasuki desa ini. Lokasi desanya sendiri berada di atas bukit. Dari Bandara Abdurahmand Saleh, Malang, butuh waktu sekitar satu jam untuk menuju lokasi tersebut.
Akses jalan menuju desa ini sebagian besar sudah beraspal. Tetapi sesekali harus melewati jalan berbatu dengan pemandangan kebun tebu. Karena lokasinya yang berada di atas bukit, jalanan berkelok tajam akan selalu mengiringi perjalanan menuju lokasi.
Perjalanan yang cukup panjang itu akan ditebus dengan indahnya pemandangan dan sejuknya udara. Sentra dupa di Malang ini memiliki hubungan erat dengan Bali. Pasalnya, mayoritas dupa dari desa ini dijual ke Bali untuk upacara keagamaan.
Sukemi sendiri pernah menjadi buruh di sebuah tepat pembuatan dupa di Bali. Setelah memiliki modal sendiri dan mempunyai cukup jaringan, Sukemi akhirnya memutuskan untuk membuka usaha sendiri.
Dalam memproduksi dupa Sukemi dibantu tiga karyawan. Tiga karyawan itu bekerja musiman padanya. "Kalau tidak lagi musim panen dan tanam, mereka menjadi perajin dupa," jelasnya. Maklumlah, sebagian warga di sana juga berkerja sebagai petani.
Kebanyakan para pengusaha dupa di sana memproduksi tiga sampai empat macam ukuran dupa. Ukuran terkecil mulai 15 centimeter (cm), 25 cm, 29 cm hingga 38 cm.
Syahrul Imron, pengusaha dupa lainnya bilang, tidak banyak yang mau memproduksi dupa ukuran 15 cm karena proses memotongnya susah. Sukemi sendiri hanya memproduksi tiga macam ukuran yaitu 29 cm, 38 cm, dan 25 cm. Adapun dupa paling laris di pasaran adalah yang berukuran 29 cm. "Itu yang umum dibuat untuk ibadah," katanya.
Asal tahu saja, para pengusaha dupa disana hanya membuat dupa setengah jadi. Soalnya, biaya produksi membuat dupa hingga siap jual berikut kemasannya sangat mahal. "Kami juga akan kalah bersaing dengan penjual dari Bali," jelas Imron.
Soal pemasaran mereka tidak terlalu pusing karena sudah ada pelanggan tetap yang menampung hasil produksi mereka. Dengan pelanggannya itu, mereka sudah mempunyai kontrak penjualan jangka panjang. "Semua pelanggan kami dari Bali," ujar Imron.
Biasanya mereka kebanjiran pesanan saat memasuki musim hari raya umat Hindhu, seperti Galungan, Nyepi, Kuningan, Pagerwesi dan lainnya.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News