kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bakpia Japon, mampu ubah musibah jadi berkah


Minggu, 02 September 2018 / 04:00 WIB
Bakpia Japon, mampu ubah musibah jadi berkah


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Di Yogya, bakpia punya pasar yang begitu luas. Mulai dari kalangan wisatawan sampai warga di sekitar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini sendiri. Luasnya pasar bakpia membuat sejumlah warga DIY yang menggantungkan hidupnya dari bisnis bakpia.

Salah satunya adalah Dwiyanto, pemilik Bakpia Japon asal Kabupaten Bantul, DIY. Ia meneruskan bisnis produksi bakpia yang dirintis oleh ayahnya sejak tahun 2004 silam. Di tengah sengitnya persaingan ratusan bisnis bakpia di Yogyakarta dan sekitarnya, Bakpia Japon tetap bertahan hingga saat ini. Bahkan, Dwi terus menambah kapasitas produksi lantaran pasarnya makin berkembang.

“Bisnis ini awalnya dirintis oleh bapak saya. Waktu itu, ceritanya, di desa ini belum ada sentra produksi bakpia. Jadi orang sini kalau mau beli bakpia harus ke kota dan jaraknya lumayan jauh," tutur Dwi saat ditemui KONTAN di rumahnya pekan lalu. Sedangkan, permintaan bakpia di daerahnya cukup tinggi. Biasanya untuk suguhan tamu atau hajatan.

Ia mengungkapkan, jika kedua orangtuanya merintis Bakpia Japon dengan modal seadanya. Bermodalkan pengetahuan dalam membuat bakpia dan modal puluhan juta, kedua orangtua Dwi berani membuat pusat produksi bakpia di desa Srandakan, Kabupaten Bantul.

Saat awal berdiri, Bakpia Japon hanya mempekerjakan lima orang perajin bakpia yang berasal dari sekitar Kabupaten Bantul. Kini, pusat produksi Bakpia Japon memiliki sekitar 35 perajin bakpia yang memproduksi ribuan bakpia setiap harinya.

Tak hanya dari segi jumlah perajin saja yang bertambah, Dwi mengatakan, kapasitas produksi Bakpia Japon pun terus meningkat. Semula, kapasitas produksinya hanya 40.000–80.000 buah bakpia per bulan. Kini, kapasitas produksinya meningkat empat kali lipat menjadi 240.000 sampai 400.000 buah saban bulan.

“Sekarang ini, Bakpia Japon bisa mengolah rata-rata 2-4 sak tepung terigu setiap hari. Satu sak bisa jadi sekitar 4.000 buah bakpia,” ujar Dwi. Ia bilang satu buah Bakpia Japon dibanderol Rp 1.000. Sedangkan satu kotak Bakpia Japon isi 15 – 20 buah bakpia dibanderol Rp 15.000 – Rp 18.000. Praktis, Dwi bisa mengantongi omzet hingga Rp 240 juta saban bulannya.

Gempa Yogya jadi titik balik Bakpia Japon

Bisnis Bakpia Japon sempat mandek karena musibah gempa Jogja tahun 2006 silam. Gempa yang meluluhlantakkan wilayah Jogja dan sekitarnya, termasuk Kabupaten Bantul, juga menghancurkan rumah Dwiyanto sekaligus tempat produksi Bakpia Japon. Padahal, saat itu, umur usaha Bakpia ini baru dua tahun.

Dampak musibah gempa Jogja 2006 memang tak bisa dihindari. Namun, semuanya diterima oleh keluarga Dwiyanto dengan lapang dada. Ia mengaku sangat sedih saat melihat hasil kerja keras kedua orangtuanya menjadi rata dengan tanah.

Meski demikian, musibah tersebut tidak bisa diratapi terus menerus. Khususnya bagi pengusaha, harus segera bangkit supaya kondisi cepat pulih.

Di tengah musibah tersebut, Dwi mengungkapkan bahwa semangat bapaknya tidak ikut runtuh. Dengan peralatan seadanya dan sisa stok terigu yang masih sempat diselamatkan, pria kelahiran 1980 ini ikut membantu sang bapak memproduksi bakpia dan menjualnya di tenda penampungan. Bisnis Bakpia Japon berupaya dibangkitkan kembali di sela-sela kesedihan mereka.

"Pas gempa itu kan banyak orang dari luar daerah datang ke Jogja, jadi relawan di beberapa lokasi bencana, salah satunya di sini. Nah, kami berpikir kalau mereka ini pasar yang lumayan potensial," kata Dwi. Ia mengungkapkan, saat itu, bapaknya, Harto Suwarno atau yang akrab disapa Pak Japon tidak ingin menggantungkan hidup keluarganya hanya dari bantuan yang datang.

Dari keinginan kuat dan kegigihan Pak Japon inilah, Bakpia Japon berproduksi kembali di tenda penampungan. Ternyata, hasilnya di luar dugaan. Orang-orang yang datang ke lokasi bencana dengan berbagai kepentingan itu memborong habis Bakpia Japon setiap hari.

Menurut Dwi, justru saat musibah gempa Jogja 2006 itulah menjadi awal kebangkitan bagi Bakpia Japon. Usaha yang didirikan orangtuanya sejak tahun 2004 tersebut menjadi dikenal oleh banyak orang dari luar Jogja sejak gempa 2006 lalu. Sebagian besar orang merasa musibah adalah hal yang menyedihkan. Namun bagi Pak Japon dan keluarganya, musibah yang menyedihkan ternyata bisa diubah menjadi berkah.                          

Mulai mencoba nelayani pesanan toko oleh-oleh

Membangkitkan bisnis pasca dilanda musibah tentu bukan perkara mudah. Dwiyanto sebagai generasi kedua penerus Bakpia Japon merasakan hal tersebut.

Ia pun mengalami bagaimana Bapak dan Ibunya bekerja keras membangun kembali Bakpia Japon dari awal pasca gempa Yogyakarta pada tahun 2006. "Saya bantu Bapak buat bakpia dengan cara manual di tenda pengungsian dengan, peralatan seadanya. Karena kalau buat di rumah, takut ada gempa lagi dan memang bangunan sudah banyak yang hancur," kenangnya.

Meski sempat tertimpa musibah, Dwi mengatakan kedua orangtuanya tak patah arang. Sedikit demi sedikit hasil penjualan dikumpulkan dan diputar untuk modal mencicil peralatan baru.
Ia memang harus memulai bisnisnya dari nol kembali karena sebagian besar peralatan dan bahan baku habis bersamaan dengan reruntuhan bangunan.

Pada tahun 2009, Dwi memberanikan diri untuk mengambil pinjaman modal dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Pinjaman pertama yang diajukan sebesar Rp 100 juta. Pinjaman awal tersebut digunakan untuk menambah bahan baku dan peralatan usaha.

Keberhasilan ia mendapat dana lantaran petugas PNM mendatangi langsung dirinya. "Saya juga bisa mencicil pinjaman tersebut langsung ke petugas yang datang yang menanyakan perkembangan usaha saya, jadi tidak perlui datang ke kantor," tandasnya.

Sebelum meminjam dana dari PNM untuk tambahan modal, Dwi bilang Bakpia Japon hanya dijajakan berkeliling menggunakan sepeda. Sesekali menerima pesanan dari tetangga untuk keperluan hajatan atau acara lain. Bakpia Japon memang dikenal menangani pesanan hajatan.

Selang tujuh tahun, Dwi kembali mengajukan pinjaman modal ke PNM pada tahun 2016. Pinjaman kedua yang diajukan sebesar Rp 230 juta. "Pinjaman yang terakhir ini saya buat untuk beli empat mesin penggiling kulit dan mesin panggangan. Saya juga mulai buat kemasan dengan brand Bakpia Japon," tuturnya.

Ke depan, Dwi berencana untuk menambah kapasitas produksi dan mencoba lebih banyak melayani pesanan buah tangan lewat beberapa toko oleh-oleh. Meski demikian, Bakpia Japon tetap pada spesialisasinya melayani pesanan hajatan bagi masyarakat di sekitar kabupaten Bantul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×