kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bananas Tutup Operasional, Seperti Apa Gambaran Prospek Startup Online Grocery?


Rabu, 19 Oktober 2022 / 14:39 WIB
Bananas Tutup Operasional, Seperti Apa Gambaran Prospek Startup Online Grocery?
ILUSTRASI. Bananas menambah daftar startup yang menghentikan layanan online grocery untuk segmen business-to-customer (B2C).


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bananas menambah daftar perusahaan rintisan atawa startup yang memutuskan untuk menghentikan layanan online grocery untuk segmen business-to-customer (B2C). Lewat instastory akun Instagram beberapa hari lalu, startup e-groceries yang beroperasi sejak Januari 2022 lalu itu mengumumkan bakal menghentikan operasional layanan e-grocery setelah menjual sisa persediaan produknya dengan diskon yang signifikan.

“Kami bekerja sama dengan jaringan teman dan kolega di industri kami untuk menempatkan talenta terbaik yang terdampak agar agar mereka mendapat pekerjaan dengan lancar pada masa transisi ini,” tulis manajemen Bananas dalam unggahan instastory belum lama ini.

Meski begitu, Bananas, dalam unggahan instastory yang sama, menjanjikan bakal kembali dengan inovasi anyar. “Hari ini bukan perpisahan. Kami bersemangat dalam melihat masa depan dan berharap bisa melayani Anda lebih baik lagi dengan inovasi baru yang akan datang,” pungkas manajemen.

Baca Juga: Mandiri Capital Indonesia Mulai Mengurangi Pendanaan di Fintech P2P Lending

Sebelum Bananas, beberapa perusahaan startup diketahui telah menghentikan layanan e-grocery. Traveloka Mart misalnya, diketahui menutup layanan Traveloka Mart yang beroperasi selama enam bulan. Berikutnya, ada pula Brambang yang diketahui beralih menutup layanan online grocery lalu beralih menjadi lokapasar alias marketplace ponsel pintar dan elektronik. Tanihub juga diketahui telah menutup layanan B2C dan berfokus pada segmen business-to-business (B2B).

Ketua Umum Indonesian E-Commerce Association (IdEA), Bima Laga mengatakan, pasar online grocery di Indonesia memang belum matang lantaran baru terbentuk pada masa pandemi Covid-19.  Di sisi lain, industri startup di Indonesia juga tengah dihadapkan pada periode pengembalian investasi kepada investor. Walhasil, opsi efisiensi dan penentuan skala prioritas dalam menata ulang bisnis biasanya menjadi opsi yang dipertimbangkan.

“Ada banyak periode di mana pelaku bisnis itu harus efisien, terlebih di periode pengembalian investasi ini,” tutur Bima kepada Kontan.co.id (18/10).

Baca Juga: Sayurbox Raih pendanaan Seri C US$ 120 Juta dari Northstar dan Alpha JWC Ventures

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara menduga, tutupnya layanan online grocery sejumlah perusahaan startup salah satunya didorong oleh kembalinya perilaku berbelanja masyarakat ke pembelian bahan pokok secara konvensional/fisik saat pandemi Covid-19 mereda.

Startup e-grocery B2C tumbuh pada saat pandemi  karena adanya pembatasan sosial, sehingga orang terpaksa melakukan pembelian barang kebutuhan pokok secara digital. Ketika pandemi sudah mulai turun udah mulai melandai, masyarakat ternyata perilakunya berbeda. Ini yang tidak diantisipasi sebelumnya,” ujar Bhima saat dihubungi Kontan.co.id (18/10).

Faktor lainnya, faktor daya beli masyarakat dan juga ongkos pengiriman logistik yang mahal menurut Bhima juga turut menekan permintaan layanan online grocery.

“Kalau dilakukan subsidi ongkos kirim ataupun diskon promo secara terus menerus itu tentu akan menjadi beban bagi perusahaan startup-nya. Dari sisi investor juga lebih selektif dalam memilih startup-startup yang lebih berorientasi pada profitabilitas,” imbuh Bhima.

Baca Juga: Riset: Bisnis Kuliner Asia Tenggara Mencapai Total Pendanaan US$ 461 Juta di 2021

Menurut perkiraan Bhima, jumlah startup yang bergerak di bidang online grocery berpotensi makin berkurang. Sementara layanan online grocery yang sifatnya menjadi layanan pendukung pada peritel-peritel modern berpotensi bertahan.

“Dia hanya melengkapi, tapi bukan menjadi pemain utama. Misalnya Indomaret Alfamart, mereka mengembangkan juga berbagai layanan digital, tapi hanya sebagai pelengkap,” tutur Bhima.

Terlepas dari dinamika yang menimpa perusahaan-perusahaan startup bidang online grocery belakangan, Bima Laga masih optimistis sektor startup masih bisa tumbuh positif meski dengan pertumbuhan yang melambat pada tahun 2022. Optimisme ini didasari oleh pertumbuhan pada sejumlah indikator, beberapa di antaranya yakni jumlah merchant dan nilai transaksi. “Mei 2020 sampai Agustus 2022 ada penambahan 12 juta lebih (merchant),” tutur Bima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×