Sumber: Kontan 21/9/2013 | Editor: Havid Vebri
Wilayah Indonesia kaya ragam kerajinan kain batik. Selain Pekalongan dan Solo di Jawa Tengah, ternyata batik juga dikembangkan masyarakat di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Masyarakat lokal biasa menyebutnya batik kerek alias gedog. Ini lantaran, pusat produksi kain tersebut berada di Kecamatan Kerek.
Ciri khas batik kerek, yakni menggunakan warna-warna cerah, seperti merah, ungu, hijau dan kuning. Motifnya berupa daun atau burung, dengan ukuran gambar lebih besar dibanding batik lain.
Jika, Anda sedang berkunjung ke wilayah Tuban dan tertarik membawa pulang batik kerek, cobalah mampir di Kecamatan Kerek. Ada empat desa yang hingga kini masih melestarikan pembuatan batik, yakni Desa Margorejo, Desa Jarorejo, Desa Karangrejo dan Desa Gaji.
Dari pusat kota Kabupaten Tuban, Anda butuh waktu sekitar 45 menit berkendara menuju sentra ini. Letak keempat desa tersebut saling berdekatan.
Meski hampir semua kaum perempuan di Kecamatan Kerek bisa membatik, namun tak semua membuka kios.
Mereka kebanyakan membatik untuk memenuhi pesanan pemilik toko. Setidaknya ada lima toko batik berukuran besar di Kecamatan Kerek. Toko-toko tersebut sekaligus dilengkapi dengan ruang pembuatan batik. Satu pengusaha mempekerjakan hingga ratusan perajin.
Pengusaha batik yang sudah memulai bisnis sejak 1990 di Desa Jarorejo, M. Sholeh bercerita, membatik merupakan warisan turun temurun warga di Kecamatan Kerek. Usaha membatik sudah dimulai sejak masa sebelum kemerdekaan.
"Namun, pamor batik kerek mulai populer sejak 1987, ketika seorang pembatik bernama Rukayah diundang ke Amerika untuk memperkenalkan batik kerek," tutur pria yang mempekerjakan 50 perajin ini.
Di kiosnya, Sholeh menjual aneka produk, mulai dari kain batik, kemeja, daster, hingga kaos. Menurutnya, saat ini, kebanyakan batik yang dijual terbuat dari bahan katun dan sutera. Hanya sedikit kain asli tenun gedog. "Saat ini, kain asli tenunan sudah langka, dan pasarnya hanya di Bali. Para turis sangat menyukai kain tenun asli," tutur pria kelahiran 55 tahun silam ini.
Asal tahu saja, dulu, bahan kain batik dibuat dari hasil pintalan kapas, kemudian dibatik dan dicelup. Julukan batik gedog berasal dari bunyi "dog! dog!" yang terdengar dari alat tenun itu.
Pengusaha batik lain di Desa Jarorejo, Ninik Suharmiyati mempekerjakan 25 perajin tetap. Katanya, sebelum krisis 1998, jumlah perajin jauh lebih banyak. Bisnisnya menggeliat lagi sejak 2003. "Pamor batik Kerek makin melejit sejak diwajibkan sebagai pakaian resmi di instansi Pemerintah Kabupaten Tuban, dan pengakuan UNESCO," ungkapnya.
Uswatun Hasanah, pengusaha batik di Desa Gaji bahkan kini memiliki 200 perajin tetap. Lantaran skala bisnisnya cukup besar, ia mengaku, bisa meraup omzet sekitar Rp 150 juta sebulan.
Sementara, Ninik mampu meraih pendapatan Rp 60 juta sebulan. Omzet bisnis Sholeh lebih besar lagi, yakni hingga Rp 300 juta sebulan, karena ia punya dua toko di luar Kecamatan Kerek.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News