kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Belanja online tidak kena pajak tambahan lagi


Sabtu, 20 Juni 2015 / 14:02 WIB
Belanja online tidak kena pajak tambahan lagi


Reporter: Merlinda Riska | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemdag) siap memasukkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perdagangan Elektronik ke Kementerian Hukum dan HAM (Kumham), Juli nanti. Saat ini, Kemdag masih menunggu masukan dari para pebisnis situs belanja atau e-commerce.

Direktur Bina Usaha Perdagangan, Direktorat Perdagangan Dalam Negeri Kementrian Perdagangan Fetnayeti bertutur, rancangan ini bertujuan untuk melindungi konsumen. Karena itu, dalam aturan tersebut, nantinya pebisnis online harus berbadan hukum dan barang yang diperdagangkan harus jelas. "Konsumen jadi terlindungi," katanya kepada KONTAN, Jumat (19/6).

Khusus bagi pebisnis online, ada syarat tambahan, yakni sudah harus bersertifikat. Namun, Fetnayeti masih belum menjelaskan jenis sertifikat yang dimaksud. Yang jelas, sertifikat bagi pebisnis online ini bakal dikeluarkan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). "Nanti sertifikasinya dari Kominfo, lalu mendaftar ke kami. Tapi, ini teknis. Nanti kami akan buat aturan turunan dari PP itu," ucapnya.

Begitu pula soal kejelasan jati diri produk yang dijual. Misalnya, jika produk impor maka harus tunduk pada aturan perundangan tentang produk impor yang telah ada. Terkait penerapan pajak e-commerce yang menjadi pergunjingan hangat pebisnis online, Fetnayeti memberi jawaban segar bagi para pebisnis ini. "Tidak ada pajak baru di sini.

Pajak mengikuti aturan yang sudah ada di Kementerian Keuangan," tegas dia. Aturan bukan hambatan Pemerintah sendiri memang sudah mengadakan pertemuan dengan pelaku bisnis situs belanja. Misalnya, Rabu (17/6) lalu, Kemdag mengundang pebisnis situs belanja untuk mendiskusikan rancangan beleid e-commerce ini.

Namun, pelaku bisnis yang tergabung dalam Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) kecewa lantaran belum menerima rancangan aturan tersebut. Menurut Ketua idEA Daniel Tumiwa, pemerintah tidak transparan dalam membuat aturan situs belanja.

Ia mengklaim, hingga kini (19/6), idEA belum menerima rancangan aturan ini. "Tidak ada masa uji publik matrik. Yang ada masa uji publik RPP," katanya, Jumat (19/6). Menurut Fetnayeti, aturan yang masih berbentuk rancangan bisa berubah-berubah. Alhasil, Kemdag baru bisa memberikan matrik poin dasar dari aturan tersebut. "Jumat sore (19/6) ini, akan kami lengkapi dan segera kami kirim ke idEA," tutur dia.

Setelah itu, Kemdag memberi waktu tujuh hari bagi pelaku usaha untuk memberikan masukan sebelum pemerintah membawa ke Kumham. Menurut Daniel, alangkah bijak bila para pelaku bisnis sudah tahu juga dasar-dasar dari aturan belanja online ini. Tujuannya supaya pebisnis bisa memberi masukan yang positif ke pemerintah.

William Tanuwijaya, Chief Executive Officer Tokopedia sekaligus Ketua Dewan Pengawas idEA, menambahkan, sejatinya, dukungan pemerintah diperlukan untuk memberi ruang gerak bagi pebisnis lokal. Caranya, bukan dengan dengan memberi aturan berlebih. Ia khawatir langkah ini bisa menghadang laju pebisnis situs belanja.

Chief Financial Officer Elevenia Lila Nirmandari berharap, aturan ini tidak membatasi ruang gerak bisnis situs belanja di tanah air. "Industri e-commerce masih hijau di Indonesia," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×