kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.930.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.230   -112,00   -0,69%
  • IDX 7.214   47,18   0,66%
  • KOMPAS100 1.053   7,20   0,69%
  • LQ45 817   1,53   0,19%
  • ISSI 226   1,45   0,65%
  • IDX30 427   0,84   0,20%
  • IDXHIDIV20 504   -0,63   -0,12%
  • IDX80 118   0,18   0,16%
  • IDXV30 119   -0,23   -0,19%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,20%

Berawal dari pedagang bakso keliling (2)


Kamis, 06 Februari 2014 / 15:28 WIB
Berawal dari pedagang bakso keliling (2)
ILUSTRASI. Makanana Sehat bayam


Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri

Abdul Rahman Tukiman alias Cak Man memulai peruntungannya dibisnis kuliner bakso sejak berusia 19 tahun. Saat itu, Cak Man masih menjadi pedagang bakso keliling milik orang lain.

Selama empat tahun ia menjadi pedagang bakso keliling. Dalam kurun waktu itu ia tiga kali berganti bos. Selama menjadi pedagang bakso keliling, Cak Man rajin belajar belajar resep membuat bakso dan manajemen usaha bakso.

Setelah menguasai teknik pembuatan bakso, ia pun memutuskan untuk membuka usaha sendiri. Cak Man merintis usaha dari nol dengan modal awal sebesar Rp 77.000.

Saat itu, di tahun 1980-an, nilai uang itu cukup besar. Buktinya, bisa buat menyewa satu rumah dan membeli gerobak bakso. Konsep bisnisnya masih sistem jualan keliling. Dalam waktu singkat, bisnis baksonya berkembang pesat hingga ia berhasil menambah 11 gerobak dan merekrut karyawan.

Setelah beberapa tahun menjajakan bakso keliling, ia lalu kepikiran untuk membuka gerai permanen sebagai tempat berjualan. “Menjadi tukang bakso keliling labanya kecil, saat itu saya berpikiran untuk mengubah konsep berdagang saya,” katanya.

Menurut Cak Man, laba dari berjualan bakso keliling hanya 25% dari omzet setiap gerobak. Untuk merealisasikan ide memiliki gerai permanen tersebut, ia pun mulai belajar kepada para pengusaha bakso rumahan. Keinginannya itu akhirnya mulai terealisasi pada awal tahun 1986.

Saat itu ia membuka warung bakso perdananya di dekat Kantor Kecamatan Blimbing, Malang. Nasib baik kembali menghampirinya. Tidak kalah ramai dengan bakso kelilingnya, warung bakso Cak Man juga dibanjiri pelanggan.

Pada tahun itu juga, Cak Man lalu menamakan warung baksonya dengan nama “Bakso Kota”. Nama tersebut dipilih karena mencerminkan impian sang pemilik yang menginginkan bekerja di kota.

Kendati usahanya berkembang pesat, bukan berarti perjalanan bisnisnya lancar terus. Ia mengaku, usahanya pernah terganggu karena harus berpindah tempat beberapa kali. "Saya pindah tempat sebanyak tiga kali," ujarnya.

Penyebabnya pun beragam. Pernah ia pindah tempat karena menempati tanah milik negara. Kasus lain lantaran ia menempati tanah sengketa. Terakhir ia terpaksa pindah lokasi lagi  karena pemilik menjual tanah yang ditempatinya.

Namun, selalu ada hikmah di balik setiap peristiwa. Cak Man menceritakan, kepindahan yang terakhir justru memudahkan usahanya. Pasalnya, pemilik tanah memberi uang ganti rugi yang dipakainya buat menyewa tempat baru di seberang  Jalan S. Parman no 71.

Nah, warung Bakso Kota Cak Man di lokasi baru ini ternyata membawa hoki yang besar. Karena mulai dari sana, Cak Man mulai mengubah konsep warung baksonya menjadi restoran.

Tahun 1990 merupakan tahun keemasan bagi Bakso Kota Cak Man. Restoran baksonya berkembang pesat dan mulai dikenal sebagai pemain bakso nomor satu di Malang.   

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×