Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Havid Vebri
Jagung goreng atau marning jagung merupakan salah satu jenis camilan khas Indonesia. Camilan yang memiliki rasa gurih dan renyah ini disukai semua kalangan dan usia.
Sebagai camilan tradisional, marning kini menjadi oleh-oleh khas beberapa daerah. Salah satunya adalah Bengkulu. Di provinsi yang dikenal sebagi Bumi Raflesia ini terdapat sentra produksi marning.
Sentra tersebut berada di Desa Bukit Barisan, Kecamatan Merigi, Kabupaten Kepahiang. Sentra pembuatan marning di desa ini sudah terkenal sejak tahun 1989.
Sentra ini bisa ditempuh dalam waktu dua jam dari Kota Bengkulu. Di desa itu terdapat sekitar 16 ibu rumah tangga yang bekerja sebagai produsen marning. Mereka tergabung dalam kelompok Mekar Sari. Tempat ini berkembang menjadi sentra marning lantaran sebagian besar penduduk desa merupakan petani jagung.
Saat KONTAN menyambangi sentra ini beberapa waktu lalu, tampak jagung yang baru direbus dijemur di para-para yang ada di halaman rumah penduduk desa. Sebagian jagung yang dijemur tampak sudah mengering dan siap digoreng.
Produksi marning di desa ini dijual ke pasar-pasar dan toko oleh-oleh di Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Curup, dan Kota Bengkulu. Marning dipasarkan dalam kemasan setengah liter, satu liter, serta kalengan.
Mujiatim (55), salah satu produsen marning sekaligus Ketua Kelompok Mekar Sari, sudah membuat marning sejak tahun 1989. Sebelumnya, Mujiatim merupakan petani jagung.
Mujiatin tertarik memproduksi marning jagung karena hasilnya jauh lebih besar dibandingkan dengan menjual jagung mentah. "Saya dulu tertarik karena diajak bibi saya. Dia juga membuat marning," jelasnya.
Ia mengolah marning jagung dari hasil panen lahannya sendiri. Mujiatim memiliki lahan jagung setengah hektare (ha). Sekali panen bisa menghasilkan 80 kaleng jagung.
Selain dari lahan sendiri, bahan baku jagung juga didapat dari petani di sekitarnya. Ia memproduksi tiga kaleng marning setiap hari. Setiap satu kaleng dengan bobot 10 liter dijual seharga Rp 100.000.
Dalam sebulan, omzetnya mencapai Rp 9 juta. Namun, ia mengaku, laba bersihnya tidak begitu besar. "Modal jagung satu kaleng saja sudah Rp 50.000. Belum minyak, bumbu, kayu bakar dan lain-lain," katanya.
Mariam (56), produsen marning lainnya, mengaku, telah menggeluti usaha ini sejak 1986, sebelum daerah tersebut dikenal sebagai sentra produksi marning.
Awalnya, ia mengolah jagung hasil panen sendiri. Tapi, karena permintaan terus naik, jagung yang dari kebunnya tidak lagi mencukupi untuk bahan baku pembuatan marning.
Mariam memproduksi lima kaleng marning setiap hari. Satu kaleng marning dihargai Rp 100.000 dengan omzet
Rp 15 juta per bulan.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News