Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri
Selain terkenal dengan pusat perkebunan apel dan jeruk, di Kota Batu, Malang, Jawa Timur, juga terdapat sentra perkebunan bunga mawar. Sentra perkebunan mawar ini terletak di Desa Gunung Sari, Kecamatan Bumiaji.
Untuk menuju lokasi ini dibutuhkan waktu sekitar satu jam dari Bandara Abdurrahman Saleh, Malang. Dari bandara tinggal terus saja ke arah Kota Batu. Nanti Anda akan menemukan gapura bertuliskan "Selamat Datang di Kecamatan Bumiaji".
Selanjutnya Anda lurus terus dan sekitar 1 kilometer (km) dari situ, di sisi kiri jalan ada sebuah gang dengan tulisan "Selamat Datang di Desa Wisata Jeruk Punten". Nah, Anda masuk saja ke jalan tersebut dan lurus lagi sampai nanti menemukan Desa Gunung Sari.
Begitu memasuki desa ini, di sisi kiri jalan sudah membentang hamparan ladang mawar yang sudah bermekaran. Sementara sisi kanan jalan merupakan areal persawahan lengkap dengan sungai irigrasinya.
KONTAN sempat menyambangi sentra ini pertengahan Februari lalu, bertepatan dengan meletusnya Gunung Kelud. Saat itu, seluruh lahan perkebunan mawar di desa ini tertutupi abu vulkanik.
Waktu itu, tampak kesibukan para petani membersihkan mawar dari abu letusan Gunung Kelud. Beberapa dari mereka sibuk menyemprotkan air untuk menyingkirkan abu letusan Kelud tersebut.
Rori, salah satu petani mawar, mengeluhkan abu vulkanik yang sampai ke Kota Batu karena dapat merusak perkebunan mawarnya. Memang saat itu mahkota bunga mawar banyak yang rusak dan terdapat bercak-bercak hitam akibat terkena abu vulkanik.
Para petani di sana hanya bisa pasrah dengan kondisi tersebut. "Harga bunga pun bisa turun," katanya. Bila panen sedang bagus, harga mawar bisa mencapai Rp 2.500 per batang. "Tapi karena rusak terkena abu vulkanik, ya, bisa di bawah itu," ujarnya.
Menurut Rori, panen bunga mawar bisa dilakukan setiap hari. Bila tidak sedang ada bencana, ia bisa mengantongi pendapatan hingga puluhan juta dalam sebulan.
Ia mengaku, sudah memiliki banyak pelanggan tetap yang siap menampung hasil panennya. Selain di Kota Malang, pelanggannya tersebar hingga ke daerah lain, seperti Surabaya, Mojokerto, Solo, dan lainnya.
Petani mawar lainnya, Liastini, mengaku sudah mengembangkan budidaya mawar secara turun-temurun. Ia mewarisi ladang mawar dari ayahnya.
Liastini sendiri sudah 15 tahun menekuni profesi ini. "Mayoritas petani mawar di sini sudah turun-temurun menekuni usaha ini," ujarnya.
Ada banyak jenis bunga mawar yang dikembangkan di desa ini. Antara lain mawar merah, mawar merah muda, kuning, putih, dan jingga. Tetapi yang paling banyak dicari dan laris di pasaran adalah mawar merah dan merah muda.
"Kalau Valentine pasti banyak yang cari," kata Liastini. Selain Valentine, mawar juga sering digunakan untuk hiasan dekorasi pernikahan. Sama seperti Rori, Liastini juga memasarkan seluruh hasil panen mawarnya kepada para pedagang pengumpul (pengepul) di kota Malang dan kota-kota lainnya.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News