kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

BERDAGANG TANAMAN HIAS DI LOKASI WISATA


Rabu, 31 Maret 2010 / 18:16 WIB
BERDAGANG TANAMAN HIAS DI LOKASI WISATA


Sumber: | Editor: Dikky Setiawan

BANDUNGAN adalah salah satu sentra tanaman hias yang cukup populer di daerah Semarang dan sekitarnya. Banyak orang dari kota Semarang, Ungaran, maupun Ambarawa yang menyempatkan datang ke sentra ini untuk membeli tanaman hias. Banyak pula konsumen dari Solo dan Yogyakarta berkunjung ke mari.

Sentra ini populer lantaran sudah ada semenjak 25 tahun lalu. Selain itu, sentra ini berada di lokasi wisata pegunungan Bandungan, Semarang, Jawa Tengah. Bandungan berada di dataran yang cukup tinggi di kaki Gunung Ungaran. Pemandangan pegunungan yang mempesona dan sejuknya kesegaran udara menjadi andalan tempat wisata ini.

Dari Kota Semarang, tempat wisata ini berjarak sekitar 23 km dengan masa tempuh sekitar satu jam. Jika Jakarta mempunyai Puncak, Bogor, orang Semarang pun memiliki Bandungan sebagai tempat untuk menghilangkan kepenatan tubuh serta pikiran mereka.

Selain sentra tanaman hias, Bandungan terdapat beberapa daya tarik wisata lainnya seperti Pasar Bandungan. Pasar tradisional ini menyediakan buah-buahan dan sayuran segar produk perkebunan di sekitar wilayah Bandungan.

Ada juga beberapa tempat lain yang menarik bagi wisatawan seperti Candi Gedong Songo, arena outbond dan kolam renang Umbul Sidomukti, sentra pemancingan Blater di Jimbaran, dan lainnya.

Sentra tanaman hias Bandungan ini berada persis di samping pasar Bandungan, dan menjadi pusat lokasi wisata. Ada sekitar 24 pedagang tanaman hias berjejer menjajakan tanaman di sentra tersebut. Kebanyakan dari mereka adalah penduduk asli daerah sekitar Bandungan.

Letaknya yang berada di lokasi wisata sekaligus menguntungkan bagi para penjual tanaman hias di sentra tersebut. Selain menjadi lebih populer, konsumen pun lebih ramai karena banyak wisatawan berkunjung ke lokasi wisata tersebut.

Rusmanah, salah satu pedagang tanaman hias di sentra ini menuturkan bahwa sebagian pembeli yang datang ke kiosnya merupakan wisatawan yang sedang liburan atau refreshing di tempat wisata Bandungan. Mereka ada yang datang dari Semarang, serta banyak pula berasal dari luar kota.

Para pembeli itu kebanyakan menginap di hotel-hotel yang tersebar di daerah tersebut. Sebagian lagi, lanjut Rusmanah, datang ke tempat tersebut memang khusus untuk memborong koleksi tanaman hias.

Rusmanah mengklaim bahwa sentra tanaman hias di Bandungan terkenal menyediakan koleksi lengkap berbagai jenis tanaman hias. Selain itu, harganya pun relatif lebih murah ketimbang sentra-sentra tanaman hias di tempat lain di Semarang dan sekitarnya.

Wahyudi, penjual tanaman hias lainnya, membenarkan pengakuan Rusmanah. Menurut pria yang delapan tahun terakhir ini meneruskan usaha kedua orang tuanya sebagai penjual tanaman hias itu, kehadiran wisatawan bisa mendongkrak penjualan tanaman hias di Bandungan. "Biasanya, wisatawan mampir setelah berjalan-jalan di Candi Gedong Songo ataupun di lokasi wisata lainnya," ungkapnya.

Tempat Berbelanja Para Pedagang Sekitar

Prospek sentra tanaman hias Bandungan memang cerah. Selain sudah terkenal, wisatawan yang terus berdatangan dan makin bertambah dari tahun ke tahun ikut mendongkrak penjualan tanaman hias di sentra tersebut.

Mursanah, salah satu pedagang tanaman hias di sentra ini, mengatakan, dalam kondisi normal, penjualannya bisa mencapai Rp 300.000 per hari atau sekitar Rp 9 juta per bulan.

Ibu yang telah berjualan di sentra ini sejak 16 tahun lalu menjual aneka jenis anggrek. Dia mendapatkan pasokan anggrek dari Jakarta, Solo dan Magelang. Harga jual tanaman anggreknya ratarata Rp 40.000 per tanaman.

Setiap minggu, paling tidak dia bisa menjual 50 tanaman anggrek. Dari penjualan tersebut dia mendapat keuntungan Rp 10.000 per tanaman. Margin sebesar ini tergolong besar bila dibandingkan dengan keuntungan dari penjualan tanaman lain. "Kalau dari tanaman selain anggrek keuntungan saya paling cuma Rp 1.000 sampai Rp 3.000, maksimal Rp 5.000," ungkap Mursanah.

Rusmanah, pedagang tanaman hias lainnya, mengakui tak bisa meraup omzet yang pasti. Bila sedang sepi, dia mengaku pernah mendapat duit dari penjualan Rp 10.000 saja. Tapi bila sentra sedang ramai pengunjung, Rusmanah bisa mengumpulkan omzet hingga Rp 500.000 dalam sehari.

Keberadaan pengunjung memang menentukan omzet pedagang. Wahyudi, pedagang lainnya, menambahkan, sentra yang berada di lokasi wisata ini akan sangat ramai di akhir pekan atau pada hari libur. Ketika tanggal merah, jumlah wisatawan membludak sehingga konsumen pun turut bertambah. "Kalau hari libur, omzet saya Rp 1,5 juta per hari," kata pria yang telah delapan tahun berjualan di sentra ini, meneruskan usaha orang tuanya.

Namun di hari biasa, Wahyudi mengatakan, penjualannya paling banyak Rp 750.000. Hari biasa memang menjadi jatah konsumen yang berniat membeli tanaman, bukan berlibur.

Selain konsumen, para pedagang dari kota sekitar juga datang berbelanja ke sentra tanaman hias Bandungan. Maklum, banyak pedagang tanaman hias membuka usaha di kota-kota sekitar Bandungan. Sebut saja, di Ungaran, Ambarawa, Salatiga, Semarang, bahkan hingga Solo dan Yogyakarta.

Untuk menggenjot penjualan, Wahyudi juga mengirim tanaman-tanamannya ke kota lain. Dia seringkali mengirim bibit dan daun sirih merah ke pengusaha obat di Solo dan Yogyakarta. Saban bulan dia mengirim 10 kilogram (kg) daun sirih merah seharga Rp 60.000 per kg.

Sirih merah memang menjadi tanaman andalan Wahyudi. Tanaman ini menurutnya merupakan tanaman yang paling laris di kiosnya. Dia menjual tanaman sirih merah seharga Rp 5.000 kepada pedagang lain. Sedangkan harga eceran untuk konsumen dipatok di kisaran Rp 10.000.

Dari bisnis tanaman hiasnya, bapak satu anak ini bisa meraup omzet rata-rata sekitar Rp 22,5 juta tiap bulan. Dari total omzet tersebut, keuntungan kotor yang dia peroleh bisa mencapai Rp 7,5 juta. "Setelah dikurangi biaya tenaga, pupuk, dan lain sebagainya, keuntungan bersih per bulan sekitar Rp 2,5 juta," ujar Wahyudi. (Bersambung)

Pedagang Harus Bisa Merawat Tanaman

Meski prospek bisnis tanaman hias cukup cerah dan menguntungkan, bukan berarti bisnis ini tidak menuai risiko dan kendala. Para penjual tanaman hias dituntut untuk pandai dalam mengelola bisnisnya itu agar tidak menuai kerugian.

Untuk itu, mereka bukan hanya harus bisa menjajakan tanamannya, tapi juga harus bisa merawat tanaman. Ini supaya harga tanaman yang mereka jual tetap tinggi. Keahlian dan ketelatenan merawat tanaman, menurut Wahyudi, salah seorang pedagang di sentra tanaman Bandungan, mutlak dibutuhkan dalam menggeluti bisnis ini. Dengan begitu, mereka bisa memproduksi tanaman secara mandiri tanpa harus bergantung pada daerah lain.

Para pedagang di sentra ini bahkan membudidayakan sendiri beberapa jenis tanaman. Sebut saja, bugenvil, anturium gelombang cinta, dan tanaman obat-obatan, seperti rosela dan sirih merah.

Menurut Wahyudi, tanaman yang didatangkan dari daerah lain butuh perawatan khusus dari tangan para penjual tanaman hias. Jika tidak, alih-alih laris di pasaran, tanaman malah bisa rusak dan mati.

Wahyudi menambahkan, tanaman yang baru datang dari daerah lain paling tidak perlu perawatan selama tiga hari sebelum dijual. Dengan begitu, ketika dipajang di kios, tanaman sudah dalam keadaan segar dan menarik.

Untuk memelihara tanaman yang dijual di kiosnya, Wahyudi mempekerjakan dua orang tenaga perawat tanaman. Mereka bertugas merawat persediaan tanaman yang ada di rumah maupun tanaman-tanaman yang rusak. "Setiap hari, saya memberi upah ke mereka Rp 15.000 per orang, plus makan siang dan sore," imbuhnya.

Jika ada tanaman yang rusak, dia akan menaikkan harga jual tanaman dari jenis serupa yang kondisinya masih baik. Tujuannya, untuk menekan kerugian. Misalnya, dari 10 buah tanaman, ada 5 yang rusak. Bila tak ada yang rusak, Wahyudi biasa menjual seharga Rp 10.000 per tanaman. Tapi, karena separo rusak, ia menjual yang masih sehat dan segar seharga Rp 15.000 per tanaman.

Pedagang lain, Rusmanah, menuturkan, kerusakan tanaman merupakan risiko yang biasa dihadapi pedagang. Risiko tanaman rusak akan lebih besar di musim penghujan. Akibat menyerap banyak air, tanaman kerap busuk lalu mati.

Risiko lainnya adalah tanaman tidak laku dijual. Rusmanah menceritakan, tanaman yang tidak memiliki bunga lazimnya perlu waktu lebih lama agar terjual. Kadang, bisa ngendon di kios selama dua bulan.

Nah, dalam jangka waktu itu, tak jarang tanaman menjadi rusak. Jika sudah begitu, mau tak mau Rusmanah harus merawat tanaman itu supaya sehat kembali. Jika beruntung, tanaman yang sakit tadi bisa kembali cantik dan terjual dengan harga bagus. Sebaliknya, jika perawatan tidak berhasil, tanaman terpaksa dibuang. Jadi, Rusmanah pun harus merugi. "Tanaman seperti mawar tidak bisa dirawat jika sudah rusak," ujarnya.

Itu sebabnya, lanjut Rusmanah, pedagang harus telaten merawat tanaman dagangannya. Rusmanah mengaku, untuk sejumlah pasokan di kiosnya, dia mendatangkan langsung dari beberapa petani tanaman di Bandung dan Malang.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×