Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat kita bicara soal kain tradisional dengan aneka motif khas, Indonesia adalah gudangnya. Hampir tiap kota di negara ini memiliki produk kain tradisional yang kerap dijadikan oleh-oleh.
Siapa sangka jika kota Depok, Jawa Barat juga memiliki kain tradisional khas, yakni Batik Depok. Selama ini, Depok tidak termasuk dalam daftar deretan kota yang memproduksi kerajinan batik.
Hanya beberapa kota seperti Pekalongan, Solo, Cirebon, dan Yogyakarta yang dikenal sebagai pusat produksi batik di tanah air. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan bagi para perajin batik di kota-kota lain untuk terus berkreasi dan menciptakan karya.
Hal itulah yang dilakukan oleh Ratna Septiana Wulandari, pemilik Ratna Batik and Craft. Kecintaannya terhadap batik membuat perempuan berdarah Jawa - Madura ini gencar mempopulerkan kerajinan batik di Depok, Jawa Barat.
Berawal dari minat dan cintanya kepada kain tradisional, ia pun mantap menjadi perajin batik. Bisa dibilang, ia adalah pelopor perajin Batik Depok.
"Dulu awalnya saya ini karyawan kantoran di sebuah perusahaan Jepang. Lalu saya mundur dan membuka bisnis batik tahun 2015. Awal membuka bisnis batik, saya hanya membuat motif batik biasa, tak langsung bikin motif batik Depok," ungkapnya kepada KONTAN saat ditemui di halaman rumahnya di Depok.
Sekitar tahun 2016, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok meminta Ratna untuk menciptakan motif khas Depok agar bisa mengangkat nama kota tersebut. Ia pun menyanggupi permintaan tersebut. Baginya, menciptakan motif baru yang bisa jadi ciri khas sebuah kota adalah tantangan.
"Sebenarnya permintaan ini antara tantangan tapi juga beban buat saya. Tapi, saya anggap itu sebagai tantangan yang harus dipecahkan. Akhirnya saya setuju dan mulai riset soal sejarah kota Depok untuk menemukan ikon apa yang bisa dituangkan dalam kain batik," jelasnya.
Harga selembar kain batik Depok ukuran 2 meter x 1,5 meter cukup beragam. Untuk batik cap di banderol mulai Rp 200.000 sampai Rp 250.000 per lembar. Sedangkan untuk batik tulis harganya mulai Rp 350.000 sampai Rp 12 juta per lembar. Dari bisnis batik dan kerajinan yang dia rintis sejak tiga tahun lalu itu, kini Ratna bisa mengantongi omzet Rp 80 juta - Rp 120 juta per bulan.
Tak hanya menyasar pasar domestik, Ratna menyebut batik asal kota penyangga Jakarta ini sudah melalang buana ke mancanegara. Tercatat pembeli batik Depok ini ada yang dari Eropa dan Asia. Khusus, untuk Asia, Ratna bilang dia pernah menggelar pameran pameran di Malaysia, India, dan Singapura.
Keputusan Ratna untuk keluar dari zona nyaman dan membuat karya sendiri sesuai dengan passion dan panggilan hati tidaklah mudah. Inilah yang dirasakan oleh Ratna Septiana Wulandari pemilik Ratna Batik and Craft asal Depok, Jawa Barat saat mengawali langkahnya sebagai perajin batik.
Apalagi bidang kerajinan yang ia tekuni tersebut tidaklah populer di masyarakat seperti sekarang. Kerajinan batik kerap kali dianggap sudah jadul oleh sebagian masyarakat. terutama bagi kalangan anak muda.
Sebelum memutuskan menjadi perajin batik, Ratna pernah bekerja sebagai akuntan spesialis perpajakan di salah satu perusahaan Jepang yang berkantor di Jakarta. "Setelah saya menikah, saya resign dari pekerjaan tersebut karena sempat keguguran. Padahal kalau dipikir lagi, gaji saya cukup besar waktu itu," kenangnya.
Demi keluarga, Ratna rela meninggalkan pekerjaannya tersebut. Lalu, ia meminta izin kepada suaminya untuk membuka usaha.
Setelah mendapat restu, Ratna langsung mengawali usahanya terlebih dahulu sebagai perias pengantin, tidak langsung sebagai perajin batik. Dari hasil merias itu, ia mengumpulkan modal untuk memulai usaha terjun di usaha membatik.
"Sebenarnya sudah sejak lama saya ingin membatik karena memang saya dari dulu suka dengan batik. Dari hasil merias itulah saya kumpulkan dan mendapat tambahan modal juga dari suami. Waktu itu modalnya kira-kira sekitar Rp 30 juta," tuturnya.
Ratna menggunakan modal tersebut untuk membeli peralatan membatik seperti canting, anglo, wajan, malam, dan cap batik dengan beberapa motif. Ratna mengatakan alat cap dengan beberapa motif adalah yang paling menguras modalnya.
Pasalnya, satu buah alat cap batik harganya antara Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta, tergantung motif, ukuran, dan bahan cap. "Saya pesan alat cap langsung dari perajin yang ada Solo. Karena saya cari di sini tidak ada, jadi memang harus pesan dari sana," kata Ratna.
Ia mengaku belajar membatik secara autodidak. Dengan ketekunan dan latihan terus - menerus membuat tangan Ratna luwes saat menggoreskan canting ke kain. Tak hanya mempersiapkan modal alat dan keahlian, ia juga gencar mempromosikan tiap lembar hasil tangannya, baik itu kain batik biasa maupun batik Depok.
Tiga tahun belakangan, ia malah gencar mempopulerkan batik Depok di kalangan penggemar batik dan masyarakat luas. Baginya, hasil kerajinan yang bagus tidak bisa terlihat kalau tidak didukung dengan program pemasaran yang gencar.
Untuk itulah, ia kerap mempromosikan diri untuk bisa mengenalkan batik ala Depok. Salah satunya dengan mengikuti berbagai macam pameran yang ada.
Tapi Ratna tidak sekadar ikut pameran saja, di setiap pameran yang ia ikuti ia kerap melakukan demo membatik. "Stand kami punya daya tarik tersendiri," katanya.
Ke depan, Ratna berencana untuk menciptakan lebih banyak lagi motif batik Depok agar masyarakat Indonesia lebih mengenal kota Depok. Ia berharap, lewat batik, dirinya dan beberapa perajin batik di Depok bisa mengangkat nama kota Depok. "Semoga lewat aneka motif batik yang saya ciptakan ini, masyarakat makin tertarik untuk mengunjungi Depok," tuturnya.
Selain itu, Ratna juga bertekad mengembangkan kreasi Batik Depok tidak hanya sekadar mode, tapi juga aksesorinya. Bahkan saat ini, ia sudah memfasilitasi pelanggannya dengan konsep one stop shopping. Pelanggan yang membeli kain Batik Depok di tempatnya bisa langsung dijahit sesuai model yang diinginkan. "Kalau beli batik di saya, bisa langsung dijahit juga, nanti tinggal nambah ongkos jahit," jelasnya.
Lantas sisa kain yang dijahit bisa dibuat aksesori. Bisa dompet kecil, kalung, tergantung permintaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News