kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,97   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berkebun sayuran di antara gedung pencakar langit


Sabtu, 27 Oktober 2018 / 07:30 WIB
Berkebun sayuran di antara gedung pencakar langit


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - "Mau berkebun dimana? Tanah saja tidak punya, rumah juga kecil, punya tempat parkir saja sudah syukur". Begitulah kira-kira keluhan yang sering kita dengarkan dari berbagai kalangan kaum urban, terutama warga yang tinggal di sekitar gedung pencakar langit Jakarta.

Kini, keterbatasan lahan dapat diatasi dengan berbagai teknik bercocok tanam. Pemilik HSC Urban Farm, Fajar Wiryono mengatakan,  saat ini bertani di kota dan di desa sebenarnya sama saja. "Yang berbeda hanya lahan dan orangnya. Di desa lahannya luas, jadi orientasinya hasil produksi. Orientasi orang kota bisa bertani dengan baik," jelasnya saat ditemui KONTAN.   

Karena lahan bertani di perkotaan sangat terbatas, model yang paling cocok adalah bertani vertikal atau bertingkat. Ada beberapa model bertani yang bisa dikembangkan, yakni hidroponik, akuaponik, pot, dan vertikultur. "Bisa pakai lahan di atas rumah atau kantor yang biasanya untuk AC dan jemuran. Bisa juga menggunakan botol plastik bekas dan ditempel di dinding-dinding rumah. Jadi tidak ada lagi alasan untuk mengeluhkan keterbatasan lahan," paparnya.

Tren bertani masyarakat perkotaan ini juga menciptakan peluang usaha bagi para pemasok peralatan. Fajar bilang, hidroponik dan akuaponik membutuhkan instalasi peralatan, tentu bisa jadi peluang usaha sendiri. Selain itu, menjual bibit dan tanah dalam kemasan juga jadi peluang. "Kalau di desa, tanah subur mengandung humus masih berlimpah. Kalau di kota, tanah dengan kandungan humus tinggi harus beli," tandas Fajar.

HSC Urban Farm sendiri juga menjual aneka bibit tanaman sayuran dengan harga Rp 15.000 per pak, campuran tanah dan pupuk kandang Rp 10.000 per pak, serta peralatan dan wadah untuk bercocok tanam yang dibanderol mulai Rp 35.000.

"Semakin ke sini, makin banyak orang di perkotaan yang tertarik bertani. Jadi omzet kami lumayan juga dari penjualan paket bertani tersebut. Selain itu, beberapa jenis sayur hasil kebun kami, bisa kami jual juga," tuturnya.   

Semangat untuk berkebun di lahan perkotaan juga digencarkan oleh komunitas Indonesia Berkebun. Sigit Kusumawijaya, pendiri Indonesia Berkebun mengungkapkan,  saat ini tren berkebun sudah mulai meningkat di perkotaan. Banyak kaum urban yang sudah mencoba memanfaatkan lahan terbatas di rumahnya untuk membuat kebun.

"Dibandingkan saat awal kami berdiri, sekarang sudah banyak yang mau berkebun. Kami sering mengajak satu RT berkebun, memanfaatkan lahan yang terlantar," ungkapnya. Hingga kini, Indonesia Berkebun telah menyebarkan misinya ke 32 kota dan sembilan kampus di Indonesia.                              

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×