Reporter: Revi Yohana, Marantina | Editor: Havid Vebri
Tanaman alfalfa (Medicago sativa) mungkin masih terdengar asing di telinga masyarakat. Namun sebagai pakan ternak, mungkin sudah banyak orang mengenalnya.
Selain pakan ternak, alfaalfa juga termasuk tanaman herbal yang berkhasiat bagi kesehatan tubuh. Salah satu pebudidaya alfalfa adalah Nugroho Widiasmadi di Semarang, Jawa Tengah.
Sejak 2001, ia membudidayakan tanaman ini di lereng Gunung Merapi, Lereng Merbabu, Salatiga, dan Jombang, Jawa Timur. Total lahan budidayanya seluas 10 hektare (ha).
Nugroho tertarik membudidayakan tanaman ini karena permintaan yang tinggi. Selain dijual buat pakan ternak, ia juga mengolah tanaman alfalfa menjadi teh siap seduh.
Untuk pakan ternak, Nugroho memasarkan dalam bentuk pelet maupun yang sudah dikeringkan. Pakan ternak dengan bahan dasar alfalfa bisa dikonsumsi, baik oleh hewan yang biasa mengonsumsi rumput, seperti sapi, kambing, dan kelinci, ataupun ikan dan burung.
Dalam sebulan, Nugroho bisa menghasilkan 10 ton pakan ternak dari tanaman alfaalfa. Pakan ternak ini dibanderol seharga Rp 15.000 per kilogram (kg).
Adapun produksi teh sebanyak 5 ton per bulan. Teh siap seduh ini dibanderol seharga Rp 50.000 per boks. Setiap boks memiliki bobot 525 gram.
Dari usaha ini, total omzet Nugroho sebulan mencapai Rp 200 juta. "Budidaya tanaman ini cukup menguntungkan," ujarnya.
Di dalam negeri, produknya dipasarkan ke sejumlah wilayah, seperti Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan. "Sebagian ada juga yang diekspor ke Taiwan," kata Nugroho.
Nugroho mengklaim, alfalfa diminati karena memiliki manfaat positif, baik buat ternak maupun manusia. Alfalfa bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi ternak. Sementara bagi manusia, tanaman ini baik sebagai antioksidan.
Pembudidaya lainnya adalah Hajri Ramdhani di Purwokerto, Jawa Tengah. Ia membudidayakan tanaman ini bersama rekannya di lahan seluas 2.000 meter persegi.
Awalnya, pria yang berdomisili di Jakarta Timur ini membeli bibit dari California, Amerika Serikatsebanyak 25 kg dengan harga US$ 200 di tahun 2010.
Hasil panen Hajri dikeringkan sebagai pakan kelinci dan marmut. Pakan ini dihargai Rp 50.000 per kg. Konsumennya dari pelbagai kota, seperti Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Samarinda, dan Yogyakarta.
“Biasanya yang beli adalah orang yang hobi memelihara kelinci dan marmut,” ujarnya. Selain pakan, Nugroho juga mengolah alfalfa untuk keperluan herbal dalam bentuk kapsul dan teh tubruk.
Untuk kapsul dibanderol seharga Rp 75.000 per botol isi 75 kapsul. Sementara teh tubruk dihargai Rp 15.000 per kemasan. “Omzet bulanan saya Rp 10 juta,” katanya.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News