kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Berubah jadi kotak padat, si bulat makin seksi


Rabu, 10 Februari 2016 / 13:05 WIB
Berubah jadi kotak padat, si bulat makin seksi


Reporter: Dian Sari Pertiwi, J. Ani Kristanti | Editor: Roy Franedya

Banyak potensi yang bisa digali dari kelapa. Pohon ini zero waste. Semua bagiannya bisa diolah, mendatangkan produk bernilai tinggi.

Buahnya, selain jadi bumbu pelengkap masakan, juga bisa diolah menjadi minyak masak berkualitas baik, sabun dan produk lainnya. Sabutnya dapat menjadi pengisi jok mobil-mobil mewah di luar negeri. Tempurung kelapa bisa disulap menjadi karbon arang dan briket untuk berbagai keperluan. Bahkan, saat si bulat ini berubah menjadi briket kotak hitam padat, nilainya jadi seksi.

F. Rahardi, pengamat agribisnis, menuturkan, potensi kelapa ini sangat besar. Negeri ini juga termasyur menjadi penghasil kelapa dunia. Mengutip data Food and Agriculture Organization (FAO) per akhir 2012, Indonesia menghasilkan 19,4 juta ton kelapa, atau terbesar di dunia. Peringkat kedua dan ketiga ditempati Filipina dan India, masing-masing dengan produksi kelapa 15,8 juta ton dan 10,5 juta ton. Brasil di peringkat keempat dengan hasil sebanyak 2,9 juta ton. Sedang Sri Lanka di peringkat kelima dengan produksi sebesar 2,2 juta ton.

Salah satu peluang yang bisa mencetak keuntungan dalam pengolahan kelapa adalah pembuatan karbon aktif dan briket dari tempurung kelapa. Dua produk ini dihasilkan lewat proses pembakaran tempurung kelapa. Briket banyak dimanfaatkan sebagai pengganti bahan bakar, baik dalam industri skala besar maupun usaha seperti restoran (barbeque). Di Timur Tengah, briket banyak dipakai untuk shisa.

 Sementara, karbon aktif banyak dipakai sebagai bahan filter air, yakni pada pengolahan air bersih di pabrik-pabrik (water treatmant plant) karena arang aktif bisa menyerap kandungan limbah dengan baik. Selain itu, karbon aktif digunakan sebagai filter di pabrik bir. “Setelah rum difermentasi, mesti disaring,” kata Rahardi.

Sebagai bahan bakar, briket tempurung kelapa ini banyak menjadi pilihan  lantaran menghasilkan panas lebih tinggi dibandingkan briket arang kayu biasa. Panas yang dihasilkan juga bagus dan cepat merata, tak ada percikan yang menganggu seperti arang biasa.

Jika dibandingkan briket batubara, pemakaian briket arang kelapa lebih mudah. Briket arang kelapa lebih gampang menyala dan mudah mati. “Briket batubara nyalanya susah. Kalau sudah menyala, panasnya luar biasa. Briket itu lebih tepat untuk industri yang melakukan proses pemasakan sepanjang hari,” jelas Rahardi.

Rahardi bilang, permintaan briket arang tempurung kelapa ini sangat besar. Tak hanya dari dalam negeri, permintaan juga datang dari luar negeri. Bahkan permintaan terbesar justru datang dari luar negeri, seperti Jepang, Korea hingga Timur Tengah.  Kondisi ini juga berkaitan dengan tren dunia untuk memakai sumber-sumber energi yang ramah lingkungan. Briket arang kelapa yang berasal dari sumber daya alam yang bisa diperbarui pun dianggap lebih ramah ketimbang briket dari batubara.

Salah satu produsen briket ini adalah Julianus Tri Arisanto. Pemilik CV Java International di Palembang ini baru satu tahun menggeluti bisnis briket. Dia lebih banyak mengirim ke pasar lokal. “Sekarang sedang banyak permintaan dari Surabaya dan Jakarta,” kata dia.

Lantaran masih baru, Julianus mengaku belum sanggup menerima banyak pesanan. Padahal, salah satu konsumen yang berasal dari China mengajukan permintaan sebesar 200 ton per bulan. “Saya belum sanggup memenuhi karena terkendala modal,” ujar dia.

Tak hanya bikin briket, Julianus juga menyiapkan arang kelapa. Dia hanya menyesuaikan permintaan saja. Kapasitas produksi kedua produk dari cangkang kelapa ini berkisar 50 ton–100 ton per bulan. Jika briket dia jual seharga Rp 9.000-10.000 per kilogram (kg), arang kelapa dijualnya dengan banderol Rp 3.500–Rp 4.000 per kg.

Produsen briket batok kelapa lainnya adalah Rusdi. Produsen briket asal Palembang ini telah 20 tahun menjalani bisnis ini. Selain memproduksi briket, Rusdi membuat arang kelapa untuk memenuhi pesanan. Jika ditotal, produksinya berkisar 25 ton–30 ton saban minggu atau berkisar 100 ton per bulan. Arang kelapa dijualnya dengan harga Rp 4.000 per kg.

Rusdi mengaku, produksi arang dan briketnya dijual untuk pasar ekspor. Namun, bukan dia sendiri yang mengekspor. Dia hanya mengirimkan briket ke pengepul yang akan mengekspor produknya bersama dengan briket dari produsen lain. 

Meski enggan menyebut keuntungan yang diperoleh dari bisnis briket arang kelapa, kedua pemain ini mengaku bisa mendapatkan untung lumayan. Asalkan, strategi yang diambil pas. Maklum, meski kelapa berlimpah di Indonesia, mencari bahan baku utama produk ini, yakni cangkang atau batok kelapa, bukan perkara mudah.

Stok bahan baku

Baik Rusdi maupun Julianus mengakui, bahan baku sering menjadi kendala utama bagi kelancaran bisnis mereka. Oleh sebab itu, pelaku bisnis sebaiknya menyiapkan strategi dengan menumpuk pasokan batok kelapa. “Karena itulah, bisnis ini butuh modal yang besar,” kata Julianus.

Sekadar informasi, pasokan kelapa ini juga mengenal musim.  Rusdi bilang, pasokan batok kelapa baru mulai lancar setelah bulan Mei. “Kalau sekarang ini merupakan waktu bahan baku sedang sulit,” jelas dia. Jika pasokan sedang melimpah, harga batok kelapa sekitar Rp 1.400 per kg. Sementara, dalam kondisi seret seperti saat ini, harganya bisa melonjak hingga Rp 2.600 per kg.

Pembuatan arang kelapa bisa dilakukan dengan cara tradisional, yakni dibakar dalam drum. Kapasitas sebuah drum berkisar 40 kg–50 kg batok kelapa. Dalam sehari, Rusdi mengolah sekitar 500 kg batok kelapa dalam enam drum miliknya.

Selain dengan cara tradisional, pembuatan arang kelapa ini bisa dilakukan lewat pembakaran di oven. Salah satu kelebihan oven adalah Anda tak terkendala oleh cuaca. “Misalnya cuaca sedang tak bersahabat, Anda bisa gunakan oven. Kalau pakai drum, hujan, ya, harus berhenti,” kata Julianus.

Hanya saja, modal untuk proses produksi ini lebih mahal. Julianus menaksir, modal untuk pembuatan oven ini bisa berkisar Rp 50 juta–Rp 100 juta. 

Pembakaran melalui drum dan oven adalah proses untuk menghasilkan arang. Produk ini merupakan bahan mentah dari briket dan karbon aktif. Nah, untuk membuat kedua produk terakhir, diperlukan mesin-mesin untuk menggiling, mencampur hingga mencetak briket. 

Untuk mengubah arang menjadi briket sendiri memang melalui berbagai tahapan. Dari penggilingan arang, bagian yang lunak akan terkikis. Bagian ini sejatinya merupakan produk samping yang menjadi bahan baku briket. Sementara, bagian yang keras adalah karbon aktif yang nilai jualnya lebih tinggi.

Untuk membuat briket, bagian yang terkikis atau berupa bubuk arang itu kemudian dicampur dengan tepung tapioka dan air, lantas dimasak hingga mudah dicetak. Proses memasak hingga mencapai suhu 1000 C untuk mematikan bakteri-bakteri.

Briket yang sudah tercetak kemudian dijemur dan dioven kembali untuk menghasilkan tingkat kekeringan yang diinginkan. Untuk memudahkan pengangkutan, briket biasanya dikemas dalam sebuah kotak kardus.

Pemasaran briket bisa Anda lakukan melalui berbagai jalur. Lantaran kebutuhan briket batok kelapa terbesar berasal dari luar negeri, ada baiknya Anda menempuh jalur pemasaran daring. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×