Reporter: Puspita Saraswati, Sugeng Adji Soenarso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) tidak cuma membuat bingung para pebisnis besar saja. Kalangan usaha kecil dan menengah (UKM) juga kelimpungan.
Agus Setiawan pemilik Depoibue, toko online khusus fesyen bayi dan balita memilih mengerek harga jual sekitar 10% lantaran beban operasional di bisnis tersebut juga membengkak. "Beban operasional juga meningkat sekitar 5%–7%," katanya kepada Kontan.co.id di acara Exabytes E-commerce Conference (ECC), Selasa (14/8).
Sebenarnya, ia mengambil bahan baku produk fesyen tersebut dari pasar lokal. Persoalannya, bahan serat yang ada di produk fesyen tersebut merupakan produk impor. Alhasil, harga bahan baku pun ikut naik turun mengikuti fluktuasi rupiah.
Tak cuma dari harga bahan baku produk saja yang terangkat naik, tahun ini ia juga harus mengeluarkan biaya upah yang lebih besar dari sebelumnya. Ternyata ia sudah menaikkan gaji ke para karyawan supaya tetap bertahan di Depoibue.
Agus sebenarnya mengambil sikap wait and see terhadap gejolak kurs rupiah. Apakah dirinya mengerek harga atau tidak. Kalau ia melihat dollar AS stagnan menguat selama 15 hari, maka ia terpaksa mengerek harga jual yang terlebih dahulu ia sampaikan ke para pelanggan.
Melihat beban yang terus bertambah, Agus pun berencana melebarkan sayap bisnis dengan membidik pasar ekspor. Ini sebagai langkah bisnis mengambil untung dari pelemahan rupiah. Sayang, ia tidak membeberkan target pasti dari rencana tersebut. Yang jelas saat ini, Depoibue menjajakan barang dagangan di situs belanja Lazada.
Samuel Meidiono, mitra penjual produk parfum impor di situs Blanja.com juga terpaksa mengerek harga jual produknya antara 10%-20% imbas pelemahan rupiah. Penyebabnya juga sama, yakni terjadi kenaikan harga parfum di tingkat distributor.
Ia memang mengambil produk parfum dari perwakilan distributor resmi yang ada di Jakarta. Dalam membeli barang tersebut, semua transaksi memakai mata uang rupiah. Tapi persoalannya, si pemasok tetap memberikan harga jual berdasarkan nilai tukar dollar AS yang berlaku pada saat itu juga.
Lantaran harga naik, efeknya pun bisa ditebak. "Efeknya, penjualan parfum jadi berkurang 5%, karena konsumen masih menginginkan harga lama." keluhnya kepada Kontan.co.id.
Tak mau tinggal diam, Samuel mengambil langkah untuk tetap bisa menjaring para pelanggan. Caranya adalah dengan gencar melakukan promosi di situs belanja. Semisal menempatkan produk dagangannya di halaman depan sesuai dengan persyaratan dari situs belanja yang bersangkutan. Meski untuk itu, ia harus mengeluarkan biaya lagi.
Bentuk promosi lainnya, yang umum dilakukan peritel adalah menawarkan program buy one get one. "Hingga potongan harga ke pembeli," katanya tanpa merinci target penjualan yang dipatok.
Pebisnis UKM lainnya, yakni Aurora yang menjajakan gamis mengaku bila penjualan produk muslim tersebut tidak sebagus biasanya. "Saya pernah meraup omzet Rp 70 juta per bulan dan itu adalah omzet yang tertinggi," katanya kepada Kontan.co.id.
Tapi kini, omzet yang ia raup dari bisnis gamis melorot tajam ke angka Rp 20 juta per bulan. Tapi ia sebut sumber penyebab bukan dari efek dollar AS melainkan dari daya beli yang lesu.
Meliadi Sembiring, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UMKM menyebut pelemahan rupiah sejatinya bisa memberi efek positif dan negatif bagi para pebisnis UKM. "Ada untung ruginya," tuturnya.
UKM orientasi ekspor pasti mendapat untung dari efek rupiah karena mendapatkan nilai rupiah lebih banyak dari biasanya. Sebaliknya, yang mengandalkan bahan baku impor bakal terpuku lantaran harus membeli bahan baku lebih maha. Sayang, ia tidak merinci nilainya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News