kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45912,18   -11,31   -1.22%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BISNIS BOLA WARISAN NENEK MOYANG


Jumat, 21 Mei 2010 / 20:05 WIB
BISNIS BOLA WARISAN NENEK MOYANG


Sumber: | Editor: Dikky Setiawan

Bola hasil industi kerajinan di Tanah Air lebih sering merambah dunia internasional ketimbang prestasi tim sepakbola nasional kita. Hasil kerajinan tangan anak-anak di negeri ini digunakan di sejumlah event pertandingan sepakbola internasional. Salah satu sentra pembuatan bola itu berada di Sukabumi, Jawa Barat.

Siang itu, di pertengahan April 2010, sinar matahari di Kota Sukabumi, Jawa Barat, terasa begitu menyengat kulit. Namun, teriknya sinar sang surya tak membuat Ujang beristirahat selepas pulang sekolah. Siswa yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama itu memilih melakukan aktivitas lain. Dengan masih mengenakan celana sekolah dan kaos singlet, Ujang mengambil jarum dan benang. Sreet...ia pun mulai menjahit kulit-kulit bola.

Begitulah aktivitas Ujang saban hari selepas pulang sekolah. Dia tak sendirian. Anak-anak seusia Ujang hingga kalangan dewasa juga melakukan hal serupa di rumahnya masing-masing. Pemandangan seperti ini bisa Anda temui jika bertandang ke Kampung Lembursawah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi.

Tak sulit menuju ke lokasi ini karena berada tak jauh dari pinggir Jalan Raya Sukabumi, jalan yang menghubungkan Kota Sukabumi dan Bogor. Untuk mencapai kampung ini, Anda tidak butuh waktu lama. Namun, Anda harus melewati jalan sempit dan sedikit terjal serta aspal jalan aspal yang berlubang.

Sesampainya di sana, niscaya Anda akan kagum. Sebab, kampung yang terlihat sepi itu, ternyata merupakan sebuah sentra pembuatan bola kaki. Memang, tidak banyak orang yang lalu lalang di kampung atau pun sekadar nongkrong di pinggir jalan. Namun, jika anda sempat melongok ke dalam rumah-rumah di kampung itu, tiap penghuninya tampak sibuk menjahit bola.

Menurut Mamat, salah satu pengusaha pembuatan bola, Kampung Lembursawah sudah dikenal sebagai tempat pembuatan bola sejak tahun 1960-an. Hanya saja, pada masa itu, para perajin membuat bola dari bahan kulit. Berbeda dengan perajin sekarang yang lebih banyak memakai bahan baku kain.

Usaha kerajinan membuat bola merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang warga di kampung tersebut. Jadi, jangan heran, jika keahlian membuat bola sangat dikuasai oleh setiap orang di kampung ini. Memang, perajin bola di Lembursawah tak setenar perajin bola di Majalengka, Jawa Barat, yang telah memasok bola untuk ajang kejuaraan sepakbola kelas dunia.

Tapi, menurut Mamat, banyak perajin bola di Majalengka yang berasal dan menimba ilmu pembuatan bola dari Lembursawah. Dia berkisah, pada tahun 1960-an, hanya ada sekitar lima pengusaha bola di kampungnya. Seiring berjalannya waktu, jumlahnya terus bertambah. "Saat ini sudah ada sekitar 20 pengusaha bola. Semuanya penduduk asli kampung Lembursawah," kata Mamat.

Dia bilang, jumlah pengusaha bola tidak sebanyak jumlah perajinnya. Mamat sendiri, yang telah menggeluti usaha pembuatan bola sejak tahun 1998, memiliki 15 karyawan tetap yang bekerja di rumahnya. Selain itu, ada 100 perajin lagi yang menjahit bola di rumah mereka masing-masing dan memasok jahitan bola untuk Mamat.

Yang membanggakan, menurut pengakuannya, pada 2005, nama kampung Lembursawah sebagai sentra industri bola semakin berkibar. Sebab, mereka mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) saat membuat bola terbesar di dunia dengan diameter sepanjang 2 meter.

Disesaki para anak muda

Kapasitas produksi bola di sentra bola Lembursawah, Sukabumi, semakin meningkat seiring menjamurnya para perajin yang berusia muda. Tampaknya, regenerasi telah berjalan mulus di kampung Lembursawah sehingga keberlangsungan sentra bola itu terus jaga.

Iman Munadi, seorang pengusaha pembuatan bola di Lembursawah, mengakui, usaha pembuatan bola di daerahnya sekarang banyak dikuasai oleh orang-orang muda. Yang sudah berusia lebih dari separuh abad hanya sekitar dua atau tiga orang dari sekitar 20 pengusaha bola. "Yang tua sudah banyak yang istirahat," ujarnya.

Mamat, misalnya, baru berusia 20 tahun ketika mulai membuka usaha pembuatan bola tahun 1998. Keterampilan membuat bola bukan hal baru baginya. Namun, dia memiliki tekad besar untuk menjadi lebih maju dan tak hanya menghabiskan hidupnya sebagai perajin bola di tempat orang.

Ia pun mulai mendirikan usahanya sendiri. Pertama kali berkiprah, Mamat hanya membuat 12 bola sehari. Ketika itu, ia menjualnya seharga Rp 12.000 per bola. Dia melakoni usaha tersebut secara bertahap. Kini, Mamat telah memiliki 15 karyawan tetap yang setiap hari bisa memproduksi bola 100-250 bola. Dalam sebulan, produksinya mencapai 3.000 bola.

Hal serupa juga dijalani Iman. Pada usia 22 tahun, ia harus meneruskan usaha milik orang tuanya. Pada tahun 1998, Iman mulai menjadi nahkoda usaha yang bernama Nanda Sport. Kini, dia telah memiliki 20 karyawan. Saban bulan, ia bisa memproduksi 2.000 bola.

Sebagian besar bola Nanda Sport didistribusikan di daerah Bandung. Iman bilang, ia juga berhasil merambah kota-kota lain di Jawa, meski pasarnya tak sebesar di Bandung. Sementara itu, Mamat justru berhasil mengantarkan bola produksinya hingga ke seluruh Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Tiap satu pekan sekali, dia harus mengirim bola ke beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, dan Kudus.

Tak hanya itu, tiap tiga bulan sekali, Mamat juga mengirim bola sebanyak 500 unit ke Swiss. Yang membanggakan, lanjut Mamat, perusahaannya sempat mendapat pesanan bola sepak dari Panitia Piala Dunia FIFA di Afrika Selatan. Jumlah pesanannya sebanyak 50.000 bola. Sayang, pemesan hanya memberikan waktu tiga bulan. Lantaran waktu yang terlalu singkat, Mamat terpaksa melepas order itu.

Mamat membanderol bola buatannya antara Rp 25.000 hingga Rp 60.000, tergantung jenis bola tersebut. Ada tiga jenis bola yang dibuat Mamat dan karyawannya, yaitu bola voli, bola sepak, dan bola futsal. Dia mengaku saban bulan berhasil meraup omzet minimal Rp 100 juta. Adapun, margin keuntungan yang diperolehnya berkisar antara 10%-15%.

Berbeda dengan Mamat, Iman membanderol harga bola berdasarkan kualitasnya. Bola kualitas pertama dipatok Rp 35.000. Sementara bola kualitas kedua dan ketiga masing-masing seharga Rp 30.000 dan Rp 25.000. Dengan total produksi sebanyak 2.000 bola, setiap bulan, Iman bisa meraup omzet hingga Rp 60 juta. Sedangkan margin keuntungannya sekitar 10%.

Berbagai kendala

Meski cukup populer sebagai sentra industri bola, Lembursawah nyaris tidak memiliki merek bola yang terkenal. Merek-merek bola milik perajin bola Lembursawah sama sekali tidak ada gaungnya. Menurut Iman Munadi, perajin bola Lembursawah, usaha pembuatan bola milik-nya masih sebatas industri rumahan. Jadi, bukan usaha skala besar meski kapasitas produksinya lumayan banyak. Hingga kini dia belum memiliki lisensi merek produk bola buatannya.

Sementara perajin bola lainnya, Mamat, mengusung merek Nouveau untuk bola voli dan Rival Sports untuk bola kaki. Meski memiliki merek sendiri, bukan berarti pasar sudah mengakui merek tersebut. "Kebanyakan pemesan bola lebih senang memakai merek mereka sendiri," katanya.

Mamat mengatakan, toko olahraga yang memesan bola di tempatnya biasanya meminta bola dengan merek sesuai keinginan toko tersebut. Jarang sekali ada pemesan bola yang mau menggunakan merek milik Mamat. Karena itulah, meski memiliki merek sendiri, merek bolanya tidak dikenal di pasaran.

Hal yang sama dialami Iman. Dia memberi merek bola buatannya sesuai permintaan toko pemesan. Akibatnya, konsumen pun tak pernah tahu kalau bola yang mereka gunakan adalah bola bikinannya. Namun, bagi Iman, masalah merek bukan menjadi pokok persoalan. Asal selalu ada pesanan bola, mau memakai merek apa pun, dia tak pernah mempersoalkannya. Yang penting, produksi jalan terus sehingga uang pun tak berhenti mengalir.

Nah, permasalahan yang muncul belakangan ini, ungkap Iman, adalah naiknya harga bahan baku. Dia mencontohkan, harga lateks yang beberapa bulan lalu masih Rp 16.000 per kilogram (kg), kini melonjak hingga Rp 25.000 per kg. Dampak kenaikan harga ini cukup berat bagi Iman yang setiap bulan membutuhkan setidaknya 500 kg latex.

Tak hanya lateks, harga bahan lapisan luar bola atau plastik sintetis juga naik. Tahun lalu, harga plastik sintetis Rp 10.000 per kg. Tapi kini harganya sudah naik jadi Rp 14.000 per kg. Harga blender, bahan baku ban dalam bola, juga naik Harganya naik menjadi Rp 4.500 per buah dari sebelumnya Rp 3.500 per buah.

Tentu saja, kenaikan harga berbagai bahan baku tersebut mengerek ongkos produksi para perajin bola. Selain kenaikan harga bahan baku, tantangan lain yang menghadang para perajin bola di sentra ini adalah musim hujan. Hujan yang berkepanjangan membuat produksi bola melambat. Pasalnya, ketiadaan panas matahari menyebabkan proses pengeringan lapisan dalam bola yang sudah dicelup ke dalam latex menjadi lebih lama.

Di musim panas, Iman bisa memproduksi bola hingga 2.000 bola per bulan. Namun di musim hujan, kapasitas produksinya tinggal 1.500 bola per bulan. Hingga kini, dia belum memiliki mesin pengering sendiri. Sehingga, mau tidak mau usahanya tergantung pada ketersediaan sinar matahari.

Untungnya, meski harga bahan baku terus naik, para perajin bola di sentra ini tetap mendapat marjin laba yang sesuai. Para perajin bola Lembursawah telah membuat kesepakatan harga jual bola. Toh, persaingan antar pengusaha tetap ada. Namun, persaingannya tidak membuat para pengusaha bola saling menjatuhkan harga. Inilah yang membuat harga jual bola dari kampung Lembursawah tak mudah ditekan oleh pembeli.

Dulu, Iman mengatakan, sempat ada koperasi sebagai wadah bersama para pengusaha bola. Namun, ayah satu anak ini melanjutkan, koperasi tersebut kini tidak berjalan lagi. Penyebabnya, tiap pengusaha sibuk mengurusi bisnis mereka masing-masing.

Meski tak ada paguyuban bersama, Iman mengungkapkan, setiap perajin bola menghargai dan toleran dengan perajin lainnya. Masing-masing pengusaha telah memiliki pelanggan masing-masing. Sehingga tak perlu mengganggu pelanggan pengusaha lain.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×