kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis cilok kini tak lagi mencolok


Sabtu, 29 September 2018 / 07:05 WIB
Bisnis cilok kini tak lagi mencolok


Reporter: Denisa Kusuma, Puspita Saraswati, Sugeng Adji Soenarso, Tri Sulistiowati | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jajanan cilok yang sudah lama ada, bahkan hingga kini masih disukai sejumlah kalangan.  Makanan yang terbuat dari tepung aci ini, sering dijadikan santapan di kala siang atau sore hari.

Usaha cilok sempat mengalamai naik daun. Pemain baru dengan ragam inovasi menjamur di berbagai kota. Bahkan, penjual dapat dengan mudah ditemukan di pinggir jalan dan pusat belanja.

Dianggap usaha yang tidak mati dimakan zaman, para pemilik usaha mulai mengembangkan sayap bisnisnya melalui sistem kemitraan. Pasar pun memberikan respon yang  positif.  

Namun, perjalanan bisnis makanan ini tidak selamanya mudah. Pasalnya, tidak sedikit para mitra bahkan pemilik merek menutup usahanya dengan berbagai macam alasan. Seperti, sulitnya pencari tenaga kerja dan menurunnya penjualan.

Untuk mengetahui lebih detail tentang pasang surut usaha cilok, KONTAN kembali mengulas beberapa tawaran kemitraan cilok. Berikut ulasan singkatnya.  

Cilok Bang Kumis

Salah satu pemain adalah Erik Handoyo, pemilik Cilok Bang Kumis (CLBK) asal Bekasi, Jawa Barat. Mendirikan CLBK di tahun 2016 dan menawarkan kemitraan beberapa bulan kemudian. Saat diulas KONTAN pada Oktober 2016, CLBK sudah memiliki lima gerobak yang beroperasi di sekitar Bekasi dan Jakarta Barat.

Kini, Cilok Bang Kumis tak lagi menawarkan kemitraan. Jumlah gerainya pun stagnan. Erik mengatakan jika bisnis ciloknya lebih fokus menggarap brand dan pasar sendiri. "Kemitraan sudah tidak kami tawarkan, tapi bisnis cilok kami tetap jalan. Tahun 2016 lalu sempat ada satu gerobak mitra yang bergabung di daerah kampus Binus, Rawa Belong, tapi akhirnya tutup juga," ujar Erik ke KONTAN.

Ia menjelaskan beberapa kendala seperti lokasi dan konsistensi mitra yang kerap timbul tenggelam. Kebanyakan mitra terkendala oleh lokasi. Karena bentuk bisnisnya gerobak atau kaki lima, cukup sulit menentukan lokasi yang pas dan aman untuk berjualan. Erik pun mengakui bisnis kaki lima di pinggir jalan kerap bermasalah dengan pihak keamanan dan pedagang kaki lima lainnya.

Bisnis kemitraan cilok juga kerap dipandang sebelah mata oleh mitra. Maka dari itu, ada mitra yang kurang konsisten dalam menjalankan bisnis.  Seperti hari jualan, tapi hari berikutnya malah tidak dagang. "Padahal bisnis tidak bisa begitu, harus ulet dan konsisten," tandasnya.

Saat ini, CLBK fokus melayani pelanggan dengan menawarkan layanan pesan antar langsung (delivery order) melalui ojek online. Erik mengatakan CLBK juga masih gencar berpromosi lewat sosial media seperti Instagram untuk menjangkau lebih banyak konsumen.  

Sebelumnya, CLBK menawarkan paket investasi sebesar Rp 8,8 juta. Paket tersebut merupakan paket siap jual. Dengan modal tersebut mitra akan mendapat fasilitas gerobak, peralatan lengkap, bahan baku awal, kemasan, pengiriman cilok gratis dengan minimum order berdasarkan jarak, bantuan promosi dan sistem delivery order.

Harga jual cilok ini masih sama, yakni Rp 2.000 per tiga biji. Ada pula dengan kemasan cup berisi 12 cilok seharga  Rp 10.000. Ia klaim cilok Bang Kumis beda dengan yang lain karena memakai bumbu rahasia dan tidak memakai  bahan pengawet.  

Cilok Cikopal

Saat diulas KONTAN setahun lalu, usaha cilok milik Danti Maharanti menawarkan kemitraan dengan modal Rp 4 juta. Lewat usaha ini,  Danti sempat memiliki 12 mitra cilok Cikopal yang tersebar di Jakarta, Bogor dan Cibubur.

Kala itu, ia membuat ramuan cilok tidak cuma dengan daging tapi juga rumput laut supaya ada ciri yang berbeda dengan cilok lainnya.

Sayang, semua gerainya sudah tutup lantaran bisnisnya tidak  bisa bertahan karena masalah lokasi dan juga persoalan sumber daya manusia. "Bisnis cilok frozen masih berjalan. Jadi saya memasarkan cilok frozen ke konsumen,” katanya.

Saat menjalankan kemitraan usaha, ia akui bila model bisnis cilok kebanyakan, termasuk juga Cilok Cikopal yang menggunakan gerobak ternyata tidak menguntungkan. Rada sulit gerobak cilok Cikopal mendapat lokasi yang strategis. Kalaupun ada, kerap kali harus berurusan dengan Satpol PP.

Faktor inilah yang membuat pegawai mitra Cilok Cikopal tidak betah berlama-lama menjadi pekerja di sana. Lantaran butuh mobilitas yang tinggi akibat memakai tempat jualan berbentuk gerobak. "Inilah yang membuat mitra sulit untuk bisa bertahan," tandasnya.

Setelah tidak lagi menawarkan kemitraan, Danti pun mengekor kiprah dari para pebisnis cilok lainnya. Yakni tetap menjadi pebisnis cilok dengan menjadi industri skala rumahan untuk memproduksi cilok dalam bentuk beku (frozen) dan camilan lainnya.

Sejauh ini, ia baru melayani pesanan cilok beku secara ritel saja. Tapi kedepannya, bila produksi cilok sudah mumpumi, ada rencana untuk bisa menjadi pemasok cilok ke pebisnis. "Jadi rencana jadi pemasok cilok di restoran, kafe dan rumah makan," tuturnya.

Meski begitu, menekuni industri skala rumahan juga tidak  lah gampang. Penjualan cilok beku kerap mengalami naik turun. Sayang ia enggan merinci berapa besar omzet yang didapatnya dari hasil jualan cilok frozen.

Cilok Pingpong

Pemain berikutnya adalah Resty Pristiawaty asal Yogyakarta. Ia mendirikan Cilok Pingpong sejak tahun 2011 dan mulai menawarkan kemitraan cilok tersebut di tahun 2015 yang lalu.

Pada tahun 2016, gerai Cilok Pingpong sejatinya sudah beranak pinak. Namun tantangan datang dari mulai menjamurnya cilok murahan yang cuma dijajakan Rp 500 saja per buah. Imbasnya, keuntunganya pun terpangkas. Bila tahun 2016 ia bisa meraup keuntungan hingga 100%, di tahun 2017 langsung drop tinggal tersisa 30% saja.

Imbasnya, mulai banyak gerai Cilok Pingpong yang tidak bertahan lama. Dari puluhan gerai Cilok Pingpong yang sempat beroperasi, kini tinggal tersisa tiga gerai saja yang ada di Yogyakarta dan Jakarta. "Ini karena cilok punya sugesti sebagai camilan yang murah," katanya kepada KONTAN.

Padahal awal Resty merintis usaha camilan asal Bandung ini adalah memang ingin mengangkat derajat cilok dari label makanan murah. Ia pun berani mengolah cilok dengan bahan baku yang tidak asal-asalan alias yang berkelas. Ia pun menyebut Cilok Pingpong sebagai cilok premium.

Sayang, usaha tersebut terpaksa ia berhentikan mulai tahun ini. Ia menyebut ada beberapa faktor kendala di bisnis ini. Pertama, harga bahan baku yang cukup tinggi untuk membuat cilok premium. Sedangkan harga jual cukup sulit untuk didongkrak karena citra cilok sebagai makanan murah.

Kedua, alur produksi yang cukup rumit dan sangat panjang, mengakibatkan biaya operasional cukup besar. Ketiga, menurunnya ketertarikan orang terhadap produk cilok. "Kami merasa belum bisa menyelesaikan kendala dengan baik meski sudah berusaha," keluhnya.

Akhirnya, Resty dengan bulat memutuskan tidak lagi membuka kemitraan cilok. Ia beralih menjadi pemasok cilok saja. Dan membuat kerjasama sebagai distributor dengan modal Rp 2 juta saja. Langkah berikutnya adalah beralih ke bisnis Korean Halal Food hingga kini.       

Ubah persepsi cilok makanan murah

Djoko Kurniawan, Konsultan Usaha menilai potensi bisnis cilok masih bisa berjalan jika dikelola dengan baik dan tidak asal buka atau sekadar ikut-ikutan. Banyaknya gerai mitra yang tutup, ia nilai karena para mitra salah dalam mengelola gerai tersebut atau bisa juga kurang memahami karakter usaha dari camilan tersebut.  

Seharusnya mitra bisa menarik minat dan perhatian konsumen terhadap makanan yaasal Bandung tersebut. Yakni dengan membuat menu dan varian rasa yang kekinian dan lebih modern. Untuk menarik perhatian konsumen, makanan dari aci ini harus dibuat lebih modern dengan variasi baru.  Jangan terjebak dalam zona nyaman. "Dan sambil menyebut  cilok memang begitu," katanya kepada KONTAN.

Menurutnya, harga jual produk itu relatif. Ada produk  mahal bisa dipersepsikan murah dan produk murah bisa seolah-olah menjadi produk mahal. Jadi harga bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi bangkrutnya sebuah bisnis.

Untuk itu perlu adanya edukasi pasar. Bagaimana caranya supaya konsumen mau tertarik membeli cilok. Misalnya dengan gencar promosi dan menggaet pangsa pasar baru seperti kaum milineal.

Bila menyasar kaum muda, tentu harus punya tawaran dan inovasi baru. Untuk itu perlu membuat menu kekinian dan topping yang disukai anak muda saat ini. Jangan lupa memberi nama menu yang unik untuk mengundang perhatian.

Langkah lainnya adalah berikan gaji ke pegawai  yang sesuai supaya si pegawai tidak mudah kabur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×