Reporter: Kornelis Pandu Wicaksono, Tri Sulistiowati, Dina Mirayanti Hutauruk, Ranimay Syarah | Editor: Rizki Caturini
PELUANG bisnis leker alias martabak tipis masih potensial. Itu yang membuat banyak orang masih tertarik terjun ke bisnis makanan yang biasa disebut crepes ini.
Dengan berbagai inovasi pilihan rasa, tak heran bila makanan ini banyak disukai berbagai kalangan. Dari bisnis crepes yang pernah KONTAN ulas seperti Kura-kura Crepes, Loyal Crepes dan Toper Crepes, umumnya mereka masih bisa menambah mitra, seiring permintaan yang tetap tinggi. Mari simak perkembangan bisnis ketiga usaha tersebut.
Kura-kura Crepes
Didirikan pada tahun 2008, Kura-kura Crepes menawarkan kemitraan dua tahun kemudian. Ketika KONTAN mengulas bisnis ini pada September tahun lalu, Kura-Kura Crepes memiliki 16 gerai di Jabodetabek. Saat ini, gerai Kura-Kura Crepes bertambah menjadi 22 outlet. Gerai Kura-kura
Crepes juga sudah hadir di Jambi dan Medan. “Empat dari gerai tersebut adalah milik mitra,” tutur Librex Hasugian, pendiri Kura-Kura Crepes.
Kura-Kura Crepes memiliki berbagai topping untuk menarik pelanggan. Meses, keju, mangga, pisang dan sosis merupakan beberapa varian yang ditawarkan. Harga jual produknya tidak berubah masih sekitar Rp 2000 hingga Rp 4.000 per porsi.
Jika dulu Librex hanya menawarkan satu paket kemitraan seharga Rp 4 juta, saat ini ada tambahan menjadi tiga paket yang ditawarkan. Paket pertama seharga Rp 1 juta, mitra akan mendapat sepasang loyang crepes, alat pencetak dan spanduk besar. Paket ini cocok untuk usaha crepes di rumah ataupun mal.
Paket kedua seharga Rp 2,5 juta. Mitra mendapat gerobak lengkap dengan peralatannya. Namun, peralatan yang didapat adalah bekas pakai dari pedagang atau anggota sebelumnya. Paket ketiga seharga Rp 4,5 juta. Mitra akan mendapat barang yang sama seperti paket kedua. Bedanya, mitra akan mendapat peralatan dalam kondisi baru. Mitra nantinya diharuskan membeli topping dari pusat.
Kura-kura Crepes menargetkan penjualan sekitar 80−100 crepes per hari. Dari situ, target omzet sekitar Rp 4,8 juta per bulan. Dengan target laba bersih 30%, mitra bisa balik modal antara tiga bulan hingga enam bulan.
Librex bercerita, kendala yang selama ini ia hadapi adalah kenaikan harga bahan baku. “Harga tepung, mentega dan telur naik semua,” ujarnya.
Di lain sisi, Librex sulit untuk menaikkan harga, lantaran pangsa pasar yang disasar adalah menengah ke bawah. Segmen ini sangat sensitif terhadap perubahan harga. Untuk mengatasi hal tersebut, ia mengajari mitra untuk lebih bisa mengatur komposisi bahan baku. “Jika semula bahan baku untuk 40 porsi, maka dihemat menjadi 50 porsi misalnya,” tutur Librex.
Loyal Crepes
Bisnis martabak super-tipis ini sudah berdiri sejak enam tahun lalu. KONTAN sempat mengulas bisnis ini pada April 2013 lalu. Setahun berselang, bisnis yang dibesut oleh Rahmat Prayogi belum menambah jumlah mitra. Hingga kini mitranya masih tetap 280 mitra.
Rahmat mengatakan, ini disebabkan karena ada beberapa mitra yang menutup bisnisnya karena tidak mempunyai karyawan. Meski sebagian mitra sudah menutup gerainya, tetapi Loyal Crepes masih tetap kedatangan mitra baru. Dalam sebulan, rata-rata mitra yang bergabung sekitar tiga mitra sampai lima mitra baru.
Untuk menarik para calon mitra baru, sejak awal tahun 2014 Loyal Crepes menawarkan model investasi baru. Investasinya hanya Rp 1,5 juta. Dengan modal tersebut mitra sudah mendapatkan seluruh perlengkapan memasak, branding, bahan baku, pelatihan dan perlengkapan tambahan lainnya. "Modalnya kecil karena mitra membuat gerobak sendiri dengan desain yang sudah disesuaikan,” jelasnya.
Selain menambah paket hemat tersebut, sejak awal 2014, Loyal Crepes mengerek investasi untuk model booth yang awalnya hanya Rp 4,7 juta menjadi Rp 5,5 juta. Kenaikan investasi tersebut dipicu oleh naiknya harga bahan baku dan harga pembuatan booth. Fasilitas yang didapatkan mitra sama dengan paket hemat hanya saja ditambah dengan booth.
Rahmat juga menaikkan harga jual produknya sebesar Rp 500 per porsi untuk wilayah Jawa menjadi berkisar Rp 3.000 hingga Rp 8.000 tiap porsi. Sedangkan, untuk luar Jawa naik Rp 1.000 menjadi Rp 3.000 hingga Rp 9.000 tiap porsi.
Dalam sebulan gerai mitra bisa mengantongi omzet sekitar Rp 2,5 juta−Rp 3 juta. Setelah dipotong biaya operasional dan bahan baku, porsi keuntungannya masih sekitar 40%-60% dari omzet tiap bulan. Sehingga, menurut perhitungan Rahmat mitra sudah bisa balik modal selama dua sampai tiga bulan. Asalkan mereka mempunyai lokasi berjualan yang strategis.
Agar terus bisa bersaing, Loyal Crepes rajin melakukan inovasi rasa. Yang paling baru adalah crepes dengan taburan crispy rice. Sehingga, hingga saat ini total varian rasa Loyal Crepes ada 45 varian.
Toper Crepes
Toper Crepes dirintis oleh Yoyok Widiarto pada Januari 2008 di Cikampek. Tiga bulan berselang, dia menawarkan kemitraan di bawah bendera Mathea Group. Ketika KONTAN mengulas kemitraan ini pada 2011, mitra usaha Toper Crepes sebanyak 290 mitra. Pada awal 2013, mitra usaha meningkat lagi menjadi 470 mitra. Kini, mitra Toper Crepes terus bertambah hingga menjadi 560 mitra. "Belakangan pertumbuhan mitra paling banyak di luar Pulau Jawa," kata dia.
Yoyok mengklaim, Toper Crepes terus berkembang lantaran rajin melakukan inovasi rasa. Jika kompetitor hanya menyajikan tepung untuk kulit crepes dengan rasa original, ia menyajikan tepung dengan aneka rasa. Kini, ada 12 rasa kulit yang ditawarkan Toper Crepes seperti anggur, blueberry, stroberi, jeruk, lemon, kiwi, nanas, green tea, pandan, dan lain-lain.
Sementara, untuk isi crepes, ada 24 pilihan rasa yang ditawarkan. Dalam waktu dekat, Yoyok berencana menambah dua varian rasa lagi. Beragam varian menu crepes di Toper Crepes dibanderol mulai dari Rp 3.000−Rp 15.000 per porsi.
Yoyok tidak memungut biaya royalti. Namun, mitra wajib membeli bahan baku dari pusat demi menjaga standar rasa produk.
Bagi yang berminat menjadi mitra, Toper Crepes menyediakan beragam paket investasi. Setahun lalu, dia hanya menyediakan dua paket yakni Rp 8,5 juta dan penggabungan tiga jenis usaha yaitu Toper Crepes, Toper Bubble, dan Topper Chocolate Drink seharga Rp 16,5 juta.
Kini, Toper Crepes menyediakan lima paket investasi. Paket pertama senilai Rp 6,5 juta yang menyediakan fasilitas gerobak, peralatan lengkap, bahan baku awal, pelatihan, seragam karyawan dan alat pengeras suara jingle yang terpasang di booth.
Paket kedua dengan investasi senilai Rp 8,5 juta dengan fasilitas yang sama dengan paket pertama. Bedanya gerobak yang didapat lebih besar. Paket ketiga sebesar Rp 11,5 juta dan paket keempat senilai Rp 13,5 juta. Kedua paket tersebut gabungan dari Toper Crepes dan Toper Bubble dalam satu booth. Bedanya perlengkapan yang diperoleh paket keempat lebih banyak.
Paket kelima dengan nilai investasi sebesar Rp 11,9 juta. Ini merupakan gabungan antara Toper Crepes dan Topper Chocolate Drink dalam satu booth. Adapun paket keenam dengan investasi senilai Rp 16,5 juta. Ini paket gabungan dari tiga jenis usaha dalam satu booth yaitu Toper Crepes, Toper Bubble, dan Topper Chocolate Drink.
Pengamat waralaba dari Entrepreneur College Khoerussalim Ikhsan mengatakan, crepes bukan makanan utama, seperti nasi, atau olahan daging sapi atau ayam goreng. Jadi ini hanya cemilan saja. Artinya, orang membeli saat sedang mau saja. Namun, pangsa pasarnya memang tetap besar di kota-kota. Sebab masyarakat perkotaan relatif suka makan dan hobi jajan.
Untuk menjalani bisnis crepes juga cukup mudah. Ini dilihat dari beragam paket tawaran investasinya yang relatif terjangkau. Jadi orang mudah memutuskan untuk bergabung walau hanya sekadar mencoba. Sehingga, perkembangan usaha mitra tergantung dari kesungguhan masing-masing mitra. "Apakah benar-benar wirausaha atau sekadar coba-coba," ujarnya.
Biaya investasi yang relatif murah membuat ada beberapa kondisi ketika mitra mengalami kesulitan, mereka akan meninggalkan bisnis ini dengan mudah. Kalau mereka memang niat berbisnis, biasanya mitra akan berpromosi agar bisnis terus berkembang.
Jika mitra ingin terus mengembangkan bisnis ini, perhatikan standardisasi produk. Masalahnya, ketika harga bahan baku naik, harga jual sulit naik. Ini membuat margin makin mini. Kalau margin kecil, akan sulit bagi mitra untuk berinovasi.
Sementara, jika tidak ada inovasi, pelanggan akan bosan dengan menu yang itu-itu saja. Sehingga, penting bagi mitra untuk bisa berinovasi. Ketika mitra sudah mampu melakukan banyak inovasi rasa, melakukan promosi pun menjadi elemen penting selanjutnya. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News