Reporter: Izzatul Mazidah, Jane Aprilyani, Merlina M. Barbara, Rani Nossar | Editor: Tri Adi
Minuman menyegarkan seperti cendol sudah tak asing lagi di lidah penggemarnya. Berbahan tepung beras dengan disiram santan serta gula merah sangat cocok untuk dinikmati ketika musim panas seperti saat ini. Itu sebabnya permintaan cendol terus meningkat.
Sebagian pelaku usaha cendol menawarkan kemitraan usaha untuk mengembangkan bisnisnya. Sebut saja di antaranya seperti Radja Cendol, Elizabeth Cendol, dan Cendol De Keraton. Umumnya pelaku usaha cendol ini mengalami perkembangan bisnis yang baik, terlihat dari pertumbuhan jumlah gerai.
Untuk mengetahui lebih lanjut perkembangan bisnis cendol dan kendala yang dihadapi oleh para pelaku usaha, kali ini KONTAN akan mengulas tiga kemitraan tersebut.
• Raja Cendol (Randol)
Usaha besutan Danu Sofwan ini berdiri sejak tahun 2013 di Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Saat KONTAN mengulas usaha ini pada Oktober 2014 lalu, jumlah mitranya sudah ada 20 yang tersebar di Jakarta, Malang, Banten, hingga Cirebon. Setahun berselang, gerainya tumbuh pesat hingga 650 gerai yang terdiri dari 645 gerai milik mitra dan lima gerai milik induk usaha.
Perkembangan usaha yang signifikan ini tidak lepas dari strategi promosi yang dia jalankan yakni rajin memperkenalkan merek Randol lewat media sosial. "Cara ini sangat efektif karena target pasar kami sudah terbangun di sana," ucap Danu.
Untuk nilai paket kemitraan usaha, saat ini sudah meningkat. Paket indoor yang tadinya senilai Rp 6,75 juta menjadi Rp 8 juta. Adapun untuk paket outdoor dari Rp 8 juta menjadi Rp 9,7 juta. Pada dua paket investasi tersebut, mitra mendapatkan bahan baku untuk 60 porsi, banner, meja, rombong bahan rotan, kotak es, pelatihan karyawan, serta dukungan promosi. Untuk paket lebih mahal akan mendapat tambahan tenda.
Keunikan produknya terletak pada nama-nama yang unik seperti kejendol (keju dan cendol), alpundol (alpukat dan cendol), itondol (isi toblerone cendol) dan banyak lagi. Produk terbaru yang akan dia luncurkan adalah seri minuman milkshake.
Seiring harga bahan baku yang meningkat, kisaran harga jual ke konsumen pun ikut naik, yajni dari Rp 7.500−Rp 9.000 per porsi menjadi Rp 12.000−Rp 15.000 per porsi. Gerai ini juga menjual menu roti bakar sebagai pelengkap seharga Rp 13.000 per porsi.
Meski perkembangan usaha cukup menggembirakan, Danu masih terkendala akan distribusi bahan baku. Sebab cendol buatannya hanya bisa bertahan tiga hari dan hanya tahan enam jam di udara terbuka lantaran tanpa menggunakan bahan pengawet dan murni menggunakan bahan alami.
Sedang, untuk pengiriman keluar kota harus melakukan perjalanan via darat lebih dari 6 jam, ini membuat cendolnya sering rusak. Tapi, Danu sudah mengantisipasi dengan bekerjasama dengan badan pangan untuk membuat formula yang lebih tahan lama. Rencananya awal tahun depan Raja Cendol mulai beroperasi di Malaysia, dan Singapura.
• Cendol Elizabeth
Usaha es cendol yang didirkan oleh Slamet Ikhwan ini berdiri sejak tahun 1998 di Bogor. Kemudian pada tahun 2010, Slamet memutuskan untuk membuka tawaran kemitraan usaha. Saat diulas KONTAN pada Februari 2014 lalu, Es Cendol Elizabeth memiliki 200 mitra yang tersebar di wilayah Jabodetabek.
Saat ini gerai Es Cendol Elizabeth bertambah menjadi 280 mitra, yakni 200 gerai milik mitra dan sisanya punya pusat.
Abdul Gani, Asisten Manajer Es Cendol Elizabeth mengatakan, untuk nilai investasi mengalami kenaikan dari Rp 7 juta menjadi Rp 8,5 juta. Dengan nilai investasi sebesar ini, mitra akan mendapatkan konter penjualan, peralatan, pelatihan karyawan dan bahan baku awal sebanyak 50 gelas. Namun pusat tidak serta merta bisa menaikkan harga jual di tengah kenaikan bahan baku. Saat ini, harga jual Es Cendol Elizabeth tetap sebesar Rp 5.000 per gelas. Menurut Abdul, belum ada keputusan menaikkan harga jual agar menjaga pelanggan tetap setia. Sebab, target pasar usaha ini adalah anak sekolah dan kuliah. Adapun estimasi omzet yang bisa didapat mitra sebesar Rp 7,5 juta per bulan dengan keuntungan bersih sekitar 50% dari omzet. Mitra ditargetkan bisa balik modal dalam kurun waktu lima bulan.
Abdul bilang, tim pusat sempat melakukan inovasi dengan mengganti brand serta menambah varian menu. Tetapi langkah ini tidak membawa hasil karena penerimaan masyarkat yang kurang. Akhirnya, pusat memutuskan untuk kembali pada brand dan menu semula.
Untuk meningkatkan promosi, Es Cendol Elizabeth aktif mengikuti sejumlah pameran dan beriklan di media-lokal Bogor serta gencar berpromosi lewat internet. Namun, ada beberapa kendala seperti kualitas pelayanan karyawan yang rendah. Menurutnya ini terjadi karena kurangnya monitoring dari si mitra pemilik gerai.
Kendala lain yang dihadapi adalah sejumlah mitra yang kurang aktif sehingga tidak mencapai target penjualan yang sudah ditetapkan. Akibatnya, omzet mitra akan turun dan perlahan-lahan bisnisnya juga akan mundur.
Untuk mengatasi beberapa kendala ini, tim pusat akan membina ulang mitra dan melakukan standardisasi pelayanan dan kemitraan. Ini penting dilakukan untuk meminimalisir kerugian akibat produk kadaluarsa.
• Cendol De Keraton
Usaha ini berdiri sejak tahun 2007 di Bogor, Jawa Barat. Si pemilik usaha, Lai Moi, mencoba membedakan produknya Dengan cendol lain yang ada, dengan menggunakan santan yang mengandung virgin coconut oil (VCO).
Setelah empat tahun berdiri, Lai Moi mulai menawarkan kemitraan di tahun 2011. Saat KONTAN mengulas kemitraan Cendol De Keraton di tahun 2013, manajemen pusat Cendol De Keraton telah berhasil menjaring 40 mitra yang tersebar di Pulau Jawa, seperti Cirebon, Bandung dan Jakarta.
Awalnya Lai Moi menawarkan kemitraan ini mulai dari investasi senilai Rp 3,5 juta hingga Rp 13,5 juta. Untuk nilai investasi Rp 3,5 juta, mitra akan mendapatkan fasilitas penjualan berupa pikulan. Sementara, Dengan nilai investasi Rp 13,5 juta, mitra akan memperoleh booth lengkap dengan pikulan, beserta bahan baku awal.
Nah, sekarang Cendol De Keraton menambah nilai investasi menjadi Rp 16 juta. Mitra akan mendapatkan fasilitas booth lengkap dengan pikulan, beserta bahan baku senilai Rp 9 juta untuk 3.000 gelas. Selain itu, Cendol De Keraton juga memberikan bimbingan buat para calon investor seperti pemilihan lokasi berjualan hingga pelatihan cara pembuatan minuman ini. Peningkatan harga bahan baku pun berimbas pada harga jual ke konsumen. Sebelumnya harga cendol Rp 7.000 hingga Rp 8.000 per gelas. Adapun cendol durian seharga Rp 11.000 per gelas. Sekarang harga jual menjadi Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per gelas.
Susi, staf pemasaran Cendol De Keraton menyampaikan, saat ini, kendala yang lebih banyak dihadapi perusahaannya adalah sulitnya mencari lokasi gerai yang strategis sehingga mendukung bisnis.
Susi memperkirakan, untuk satu gerai, mitra usaha bisa menjual minimal 50 gelas cendol dalam sehari. Dengan harga jual Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per gelas, omzet yang didapat mitra bisa sekitar Rp 15 juta sampai dengan Rp 22 juta per bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News