Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Ada alasan kuat Syaiful Bari saat membuat keputusan merintis bisnis kopi. Butuh keberanian besar baginya untuk keluar dari zona nyaman dan menciptakan kemandirian finansial.
Maklum, sebelum membangun Fulcaff Group, lelaki kelahiran Jember, Jawa Timur, ini sudah bekerja sebagai karyawan dengan penghasilan tetap lumayan besar.
Memang nekat betul mantan Deputi Manajer Bidang Administrasi Sekretariat Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini saat nyemplung membuka kedai kopi. Modalnya tak cukup untuk memulai bisnis di tahun 2010. Meminjam bank pun tidak bisa, karena dia belum bankable.
Beruntung, ibu mertuanya mendapat rezeki yang kemudian diberikan kepada Syaiful. Dia enggan menganggapnya sebagai pemberian, melainkan utang yang harus dikembalikan.
Jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar Rp 25 juta. Modal segitu belum cukup untuk membeli mesin-mesin kopi yang mahal. Syaiful pun menemui adiknya untuk meminjam duit.
Gayung bersambut, si adik yang memahami visi kakaknya lalu memberi pinjaman sebesar Rp 8,5 juta. Maka, lelaki kelahiran 5 Juni 1984 ini bisa membuka kedai kopi di daerah Depok, Jawa Barat dengan nama Fulcaff Cafe.
Lantas apa alasan yang memacunya nekat membuka usaha kedai kopi meski modal cekak? Rupanya semua berawal dari kesukaannya menyeruput kopi.
Jadi, "Kalau punya bisnis kedai kopi, kan, setidaknya saya bisa minum kopi setiap hari dengan gratis," ujar suami dari Hanik Uswatun Khasanah ini sambil tertawa lebar.
Diversifikasi usaha
Setelah satu setengah tahun berjalan, Syaiful mengungkapkan, usaha kedai kopinya sudah balik modal atawa break even point (BEP). Untuk mengembangkan usahanya, dia selalu disiplin menyisihkan minimal 40% keuntungan untuk ditabung atau membeli peralatan dan barang-barang lain yang dibutuhkan di kedainya.
Sedikit demi sedikit, bisnisnya berkembang. Tak hanya kedai kopi, bisnis biji kopi kemasannya pun berkibar dengan bendera Fulcaff Coffee.
Syaiful menawarkan kopi khas Fulcaff bermerek Kopi Fulcaff, lalu kopi luwak dan single origin coffee, seperti Gayo, Toraja, Lintong, Mandailing, Java Raung, Andungsari, Puntang, Cikuray, Papandayan, Bali Kintamani, dan Flores Bajawa.
Sementara Fulcaff Cafe menyediakan 25 varian kopi segar yang dipanggang alias roasting sendiri dengan 12 metode seduh. Belakangan, Syaiful mewaralabakan kedai kopinya itu.
Syaiful membeberkan, strateginya bertahan di bisnis ini adalah diversifikasi usaha. Salah satunya, dengan membuka kursus bagi mereka yang ingin merintis usaha kedai kopi atau menjadi barista. Maka, tahun 2015, Syaiful membuka sekolah kopi bermodal Rp 500 juta.
Ekspansi jalan terus. Ke depan, Syaiful akan mendirikan semacam laboratorium kopi di kedainya. "Jadi, semua bahan-bahan untuk menyeruput kopi bisa terukur," kata penulis buku Latte Art itu Asyik ini.
Syaiful memang memiliki kelebihan lain yang bisa membantu bisnis kopinya berkembang. Keahlian dia membuat website dan menulis tak bisa dipungkiri ikut membuat kedai, produk biji kopi kemasan, dan kursus baristanya dikenal masyarakat, bahkan hingga Singapura.
Maklum saja, ia pernah menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Humaniush Fakultas Ushuluddin (FU) UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Syaiful bercerita, pernah ada orang Singapura yang membaca situsnya mengenai produk biji kopi luwak kemasan buatannya.
Orang itu lantas meminta mantan Manajer Kampanye Nasional PKB pada Pemilu Legislatif 2009 ini untuk datang ke negeri Merlion, dengan membawa kopi luwak. Segala akomodasi dan fasilitas pun ditanggung orang itu, yang akhirnya jadi pelanggannya.
Untuk membangun Fulcaff Cafe yang awalnya hanya sebuah kedai kopi, hingga merambah usaha biji dan bubuk kopi dalam kemasan, waralaba kedai kopi, dan kursus barista, Syaiful mengungkapkan, rahasianya satu: konsistensi pada bisnis kopi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News