kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bisnis soto masih pedas


Rabu, 25 Juli 2012 / 12:45 WIB
Bisnis soto masih pedas
ILUSTRASI. Hasil Copa America 2021: Argentina pesta gol, Uruguay tekuk Paraguay


Reporter: Revi Yohana, Fahriyadi, Noverius Laoli | Editor: Tri Adi

Soto termasuk makanan yang merakyat dan tak mengenal kasta. Penggemarnya datang dari berbagai kalangan. Maklum, bukan hanya harganya yang bersahabat, menyantap soto pun nikmat.

Berbisnis soto agaknya juga senikmat rasanya. Itu sebabnya, penjual soto dengan mudah bisa kita temui. Malah, tak sedikit dari mereka yang mengembangkan usaha dengan menawarkan kemitraan atau waralaba.

Dalam review kali ini, KONTAN mengupas perkembangan usaha beberapa kemitraan soto, seperti Soto Ayam Jolali, Soto Kudus Kauman, dan Soto Semarang Songo-Songo. KONTAN pernah mengulas tawaran usaha mereka di tahun lalu.

Nah, dari tiga pemain bisnis soto itu, ada yang kini semakin berkembang, tapi ada pula yang stagnan dan belum berhasil menjaring mitra sama sekali. Seperti apa persisnya perkembangan usaha mereka, berikut ulasannya:


Soto Ayam Jolali

Tawaran kemitraan yang satu ini mengusung menu soto ayam kampung khas Surabaya. Sang pemilik, Hendro Dwi Sriyantono memulai usaha soto tahun 2006 di Surabaya, Jawa Timur.

Pada Maret 2008 Hendro pun mulai menawarkan kemitraan. Saat diulas KONTAN pada April 2011 lalu, Soto Ayam Jolali telah memiliki 25 mitra yang tersebar di Surabaya, Jakarta, Pekanbaru, dan Samarinda.

Setahun berselang, jumlah mitranya kini sudah ada 30 mitra. "Mitra kami tetap masih banyak di Jawa. Namun kini ada tambahan di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi," ujar Hendro.

Ia mencontohkan kini gerainya sudah ada di Duri dan Manado. Hendro mengaku, tidak memiliki trik khusus agar mitranya bisa tetap bertumbuh. Sebagai soto khas Surabaya, ia mengklaim, kekuatan sotonya ada pada rasa.

Meski mitranya tersebar di berbagai daerah, Hendro selalu mempertahankan agar citarasa kuah pada setiap sajian soto di gerai-gerai mitra tetap sama. Untuk itu, mitra wajib membeli koya dan bumbu soto dari pusat. Sementara bahan baku lain boleh dibeli di daerah masing-masing.

Dari segi menu, Hendro mengaku belum ada varian baru. Pilihan menunya ada soto ayam campur, soto ayam jeroan, dan soto ayam kulit.

Hanya, harga jual ke konsumen mengalami kenaikan. Bila sebelumnya dijual di kisaran Rp 5.000-Rp 7.500 per porsi, kini naik menjadi Rp 8.000-Rp 12.000 per porsi.

Selain harga menu, tak ada yang berubah dari tawaran Soto Ayam Jolali. Nilai paket investasinya masih sama. Pertama, paket senilai Rp 20 juta. Dalam paket ini, mitra mendapatkan perlengkapan, seperti gerobak, tenda ukuran 3 meter (m) x 3 m, meja, dan kursi sebanyak empat set, mangkuk soto, perlengkapan memasak, dan bahan baku.

Kedua, paket Rp 30 juta. Mitra mendapatkan peralatan yang sama dengan jumlah lebih banyak. Dalam kemitraan ini, Soto Jolali juga memberikan pelatihan standar bagi mitra. Di antaranya pelatihan meracik soto, menyajikan, melayani konsumen, hingga pemasaran.

Biaya setiap paket sudah termasuk franchise fee dan pembinaan selama enam tahun. Namun, mitra akan dikenakan royalty fee sebesar 3,5% dari omzet bulanan.

Hendro mengklaim, sebagian besar mitranya sudah balik modal saat ini. "Rata-rata balik modal dalam waktu enam bulan," ujar Hendro.

Ia memang menargetkan mitranya balik modal dalam rentang waktu tersebut. Target omzetnya sebesar Rp 18 juta per bulan, dengan laba bersih 20%.

Hendro optimistis usaha sotonya ini masih akan berkembang. Ia menargetkan, bisa memperoleh paling tidak 10 mitra baru hingga akhir tahun ini.



Soto Kudus Kauman

Mengusung cita rasa soto asal Kudus yang banyak digandrungi masyarakat, Soto Kudus Kauman mulai menawarkan kemitraan sejak tahun 2010. Saat itu, usaha soto ini sudah berjalan sekitar lima tahun.

Meski mengusung merek Kudus, usaha soto ini justru dirintis di Jakarta. KONTAN pernah mengulas tawaran kemitraan soto ini pada Juli 2011. Saat itu Soto Kudus Kauman baru memiliki tiga mitra di Jabodetabek.

Namun, jumlah mitranya saat ini sudah 13 mitra. "Jika dulu outlet kami hanya di pinggiran Jakarta seperti Depok, Bogor, dan Tangerang, kini kami sudah berada di Jakarta seperti Mampang, Duren Tiga, dan Condet," kata Ubaidilah, pemilik Soto Kudus Kauman.

Ubaidilah bilang, paket investasi untuk menjadi mitra kini sudah mengalami kenaikan. Dulu paket investasinya masih Rp 50 juta. Nah, sekarang naik menjadi Rp 60 juta. Biaya itu sudah termasuk franchise fee Rp 30 juta dan peralatan, namun belum termasuk sewa tempat.

Selain itu, harga jual soto juga dinaikkan. Sebelumnya satu porsi Soto Kudus Kauman dibanderol Rp 7.000. Namun, sekarang naik menjadi Rp 9.000 per porsi. Seiring kenaikan harga jual ini, target omzet mitra juga dinaikkan Rp 50 juta per bulan. Sebelumnya, omzet mitra ditargetkan Rp 30 juta per bulan. Namun masa balik modalnya dibuat lebih lama menjadi setahun dari sebelumnya sekitar delapan bulan.

Pilihan menu juga mengalami penambahan variasi. Selain soto, juga ada varian menu lain, seperti sop iga, pecel lele, dan bebek goreng.

Menurut Ubaidilah, prospek bisnis soto masih cukup bagus karena bukan termasuk makanan musiman. "Bisa dibilang sebagian besar masyarakat Indonesia adalah penyantap soto," tandasnya.



Soto Semarang Songo Songo

Soto Semarang Songo Songo sudah berdiri sejak 1999. Pertama sekali hadir di Jalan Imam Bonjol No. 99 Salatiga, Jawa Tengah. Soto Semarang resmi menawarkan kemitraan pada tahun 2009.

KONTAN pernah mengulas tawaran tawaran kemitraan soto ini pada Mei 2011. Saat itu, Soto Semarang belum punya mitra. Saat ini, kondisinya juga masih sama alias belum memiliki mitra.

Satriyo Yudiarto, pemilik Soto Semarang mengaku masih optimistis bisa mendapatkan mitra tahun ini. Satriyo mengklaim, selama ini sudah ada calon mitra yang berminat bekerja sama. Namun, mereka tak mau memakai brand Soto Semarang Songo Songo karena harus mengeluarkan biaya tambahan lagi.

Apalagi masa kontraknya hanya setahun. Namun, menurut Satriyo, bila ada calon mitra yang keberatan, kini pihaknya bersedia menegosiasi ulang biaya kemitraan yang nilainya Rp 25 juta ini.

Dalam kemitraan ini, mitra akan mendapatkan hak penggunaan merek selama setahun, perlengkapan usaha, dan promosi. Mitra diwajibkan membeli bumbu soto dari kantor pusat.

Setiap bungkus bumbu soto dibanderol Rp 50.000 yang bisa dipakai untuk 60 porsi. Tiap porsi soto ayam dijual ke pembeli seharga Rp 5.000.

Harga jual ke konsumen ini sebenarnya cukup bervariasi. Selain Rp 5.000 per porsi, juga ada paket soto dan gorengan yang dijual Rp 7.500 per porsi. Selain itu, ada juga paket soto, gorengan, dan sate yang dibanderol Rp 9.500 per porsi. "Paket-paket harga itu masih bisa nego lagi," jelas Satriyo.

Dengan asumsi omzet rata-rata per hari sebesar Rp 500.000 hingga Rp 700.000, mitra bisa balik modal dalam waktu tiga bulan. Satriyo sendiri mengaku, saat ini rata-rata omzetnya dalam sehari mencapai Rp 800.000 per hari - Rp 1 juta. Omzet ini meningkat dari tahun lalu yang masih berkisar Rp 500.000 - Rp 700.000 per hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×