Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri
Sebagai warisan budaya, motif batik di Indonesia sangat kaya dan beragam. Hampir setiap daerah memiliki corak yang khas. Tak terkecuali Sidoarjo yang punya batik khas sendiri.
Sentra batik ini terletak di Jalan Jetis, tepat di jantung Kota Sidoarjo. Dari Bandar Udara (Bandara) Juanda, kita membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan untuk menuju lokasi tersebut. Lokasinya tepat berada di belakang Matahari Department Store.
Sentra batik ini dikenal dengan sebutan Kampung Batik Jetis. Kampung batik ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Kala itu, mayoritas warga kampung ini menjadi perajin batik tulis.
Setelah kemerdekaan, industri batik di kampung ini makin menggeliat. Banyak warga lalu membuka toko untuk memajang produk batiknya. Sayangnya, sentra batik tulis ini sudah mulai meredup. Salah satu kendalanya adalah mahalnya harga bahan baku dan rendahnya minat konsumen untuk membeli batik tulis.
Bahkan, eksistensi kampung batik ini sempat menghilang di tahun 1990-an. Saat itu, banyak perajin yang gulung tikar setelah mereka tidak bisa lagi mengirimkan produknya ke Madura.
Soalnya, banyak warga lokal Madura sudah mampu memproduksi batik sendiri. Maklum saja, konsumen terbesarnya saat itu adalah masyarakat Madura. Lantaran membidik pasar Madura, mayoritas perajin hanya membuat batik tulis motif Madura.
Sentra ini mulai hidup kembali di tahun 2000-an. Untuk menghidupkan lagi bisnisnya, mereka pun mencoba mengembangkan produk. Seperti dilakukan oleh Miftach, salah satu pengusaha batik.
Selain kain batik, kini Miftach mulai memproduksi pakaian jadi. Tapi berapa tahun belakangan ini, bisnis batik di kampung ini kembali terpuruk. Kali ini mereka terkendala mahalnya harga bahan baku. "Kondisi ini terjadi sejak empat tahun ini," kata Miftach. Menurut Miftach, saat ini hampir 50% pengusaha batik Jetis telah gulung tikar.
Kondisi ini diamini oleh Djauhariah, salah satu pengusaha batik Jetis. Katanya, saat ini hanya tersisa sekitar 25 pengusaha saja yang masih eksis. Selain terkendala mahalnya harga bahan baku, minat konsumen untuk membeli batik tulis juga sangat rendah.
Maklumlah, harga batik tulis memang cukup mahal. Para perajin membanderol harga satu lembar kain batik tulis Jetis mulai dari seharga Rp 150.000-Rp 1 juta. "Jarang terjual dan untungnya kecil, mana bisa kita memutar uang," kata wanita berusia 79 tahun ini.
Menurutnya, banyak konsumen sekarang lebih memilih batik cap karena harganya yang murah. Menurut Miftach, jumlah konsumen mereka sudah turun drastis.
Kondisi ini terlihat dari omzet yang terus menyusut. Miftach mengaku saat ini dia hanya dapat mengantongi omzet di bawah Rp 10 juta setiap bulan. Sedangkan Djumariah hanya mengantongi omzet kurang dari Rp 1 juta per bulan.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News