Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi
Yang suka bikin tertawa adalah adalah gayanya ketika memakai topi. Bayangkan saja, sombrero alias topi orang Meksiko yang besar itu dipakai begitu saja di kepalanya yang kecil, sehingga dia jadi seperti jamur. Semua kepalanya terbenam di tengah-tengah topi. Bisa dipastikan sebentar lagi dia akan berlarian ke sana ke mari seperti jamur yang diombang-ambing angin. Suara tangisnya pun lantas terdengar. Dia takut gelap karena dalam topi tidak ada cahaya sama sekali. Ah, ada-ada saja adik kecil yang baru berusia empat tahun itu.
Tangisnya akan tetap terdengar keras kendati topi telah dibuka. Kalau sudah begini, untuk menghentikan tangisnya agar tidak keterusan, dia akan minta zoppa soup. Katanya, itu mirip dirinya ketika memakai topi. Boleh juga tuh cara pandangnya. Namun, zoppa soup sendiri memang berarti sop bertopi.
Ya, sudah, si bocah aneh ini ditenteng saja ke Zuppazip di Jalan Rancabelut No. 137/8B, Padasuka, Cimahi. Soalnya, di sini ada beberapa pilihan rasa zoppa soup, seperti zuppa rasa rendang, zuppa keju, smoked beef, dan sosis. Itu memang menjadi nilai lebih dari Zuppazip. “Kelebihan Zuppazip terletak pada varian menu yang inovatif dan bahan baku pembuatan yang diolah sendiri. sehingga bentuknya berbeda serta cita rasa yang cocok di lidah masyarakat, “ ujar Lies, pemilik Zuppazip.
Memang, Zuppazip dibesut oleh pasangan suami istri Lies Lurhayati dan Hertjahjo Wisnoegroho sejak 2008. Tapi, baru menawarkan kemitraan pada 2013. Kini sudah ada 16 gerai Zuppazip yang beroperasi, diantaranya 12 gerai milik mitra di Bandung, Malang, Jakarta, Bekasi, Tangerang, Ciledug, Poltangan, Cipinang, dan empat gerai milik pusat yang berada di Bandung.
Jika tertarik bergabung ada empat paket investasi yang ditawarkan yakni paket senilai Rp 4 juta, Rp 7,5 juta, Rp 15 juta, dan paket kafe senilai Rp 100 juta. Lies menargetkan mitra bisa menjual 30 porsi per hari. Dengan begitu, mitra diperkirakan meraup omzet Rp 360.000 per hari atau sekitar Rp 10,8 juta per bulan.
Duh, enak banget melihat adik kecil ini melahap zuppa soup. Matanya tak sekejap pun melihat ke depan. Lapar Bang, ha ha ha…! Suapan terakhir pun dilakukan bocah mungil ini. Dia lantas bangkit dari kursinya. Lo, dia melakukan selebrasi. Tangannya ke atas seperti mengambil napas lalu dihembuskan. Setelah itu, dia meloncat-loncat. Katanya, biar makanan cepat turun. Terserah dah.
Selesai, si mungil bukan menuju ke pintu keluar, eh, malah menghampiri Khoerussalim Ikhsan, Konsultan Waralaba dari Entrepreneur College. Apa boleh buat, Khoerussalim pun menjelaskan bahwa pemilik usaha ini harus memiliki target pasar yang jelas. Karena camilan ini bukan kudapan lokal jadi sasaran pasar lebih baik kalangan menengah ke atas. Selain itu, tantangannya adalah bagaimana membuat standar produk yang sesuai dengan target pasar yang disasar.
Cihui, segera bocah mungil itu digendong. Kita pulang. Soalnya, sore ini ibu bocah ini akan datang menjemput. Tiba-tiba si mungil meronta minta turun. Setelah turun, si mungil berlari kencang sekali. Waduh, kelabakan juga mengikutinya.
Eh, si mungil malah masuk ke Martabak Piring K-Pop di Jalan Margacinta No. 99, Buah Batu, Bandung. Nomor telepon 082116132311. Tahu saja ada makanan enak nih si mungil. Martabak yang satu ini memang beda. Tidak seperti martabak pada umumnya, proses pembuatan Martabak Piring K-POP menggunakan loyang piring dan dimasak dengan arang. "Jadi berbeda sekali dengan yang lain,” ujar Juanda Simbolon, pemilik usaha tersebut.
Martabak ini menawarkan pilihan rasa, yakni choco crunch berry, choconut, donut's crunch, suju, fruity nut, k-pop fruity fresh, k-pop beef rendang spicy, k-pop corned beef spicy, k-pop cizz tuna spicy, chuncky bar almond, toblerone ciz, dan k-pop ice cream oreo.
Berdiri Januari 2014, Juanda resmi menawarkan kemitraan pada Juli 2015. Sampai saat ini belum ada mitra yang bergabung. “Tetapi sudah banyak calon mitra dari Jakarta yang tanya-tanya,” ujar Juanda. Martabak Piring K-POP menawarkan paket kemitraan senilai Rp 16 juta dan Rp 20 juta.
Juanda menargetkan, mitra bisa menjual 20 loyang martabak per hari. Dari penjualan tersebut, mitra bisa mengantongi omzet Rp 500.000 per hari atau sekitar Rp 15 juta per bulan.
Waduh, gembul juga si bocah mungil ini. Martabak piring disantapnya sendiri. Huss, sudah nanti kekenyangan. Si mungil tidak menjawab, dia hanya memelototkan matanya. Ih, ngeri. Sambil menanti si mungil selesai makan martabak, jadi teringat hakikat dari usaha adalah untuk mendapatkan uang atau keuntungan. Kendati begitu, kita jangan sampai diperbudak oleh uang. Menurut Robert T. Kiyosaki , kita jangan bekerja untuk uang, biarkanlah uang bekerja untuk kita. Salam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News