kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,14   10,84   1.19%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bongpay: Mengukir untung dari lambang bakti pada leluhur


Rabu, 27 April 2011 / 14:52 WIB
Bongpay: Mengukir untung dari lambang bakti pada leluhur


Reporter: Handoyo | Editor: Tri Adi

Bongpay, dalam bahasa Mandarin disebut juga dengan Mu-bei, sementara di kalangan awam, bongpay lebih tenar sebagai nisan. Bongpay menjadi bagian terpenting dalam prosesi pemakaman warga etnisTionghoa yang melambangkan sikap bakti dan penghormatan terhadap para leluhur.

Berada di kecamatan Sidorejo, Salatiga, Blotongan terkenal sebagai pusat kerajinan bongpay. Tak cuma sohor di Jawa Tengah, daerah ini juga kerap disambangi warga etnis Tionghoa dari Jakarta, Bandung, Surabaya hingga Makassar, Sulawesi Selatan. Mereka datang untuk memesan bongpay di Blotongan.

Dalam tradisi warga etnis Tionghoa, bongpay memiliki arti penting sebagai lambang bakti keluarga terhadap leluhurnya. Itulah kenapa pusat kerajinan ini tak pernah sepi dari order. "Ada saja yang pesan," ujar Ismiyati, produsen bongpay dengan bendera UD Barokah.

Memulai usaha sejak tahun 1984, Ismiyati mewarisi usaha dari keluarganya. Hingga kini, perempuan berdarah Jawa ini melayani pesanan bongpay dengan segala ukuran. "Dari yang satuan hingga pesanan komplet yang terdiri dari 12 rangkaian," ujarnya.

Banderol harga bongpay bikinan Ismiyati tergantung ukuran. Bongpay dengan ukuran kecil yakni 60cm x 90cm dijual dengan harga Rp 1,5 juta. Ukuran lebih besar 110 cm x 136 cm, harganya mencapai Rp 3 juta. Satu set makam yang terdiri dari bongpay, tulien, sayap, meja, bangku, pekatu, dan tok dow dibanderol dengan harga Rp 25 juta.

Untuk membuat bongpay dibutuhkan waktu sekitar tiga minggu dengan tiga orang pekerja. Sedangkan satu set membutuhkan waktu sampai tiga bulan. Lama pengerjaan ini sangat tergantung dengan motif yang diinginkan konsumen.

Proses pembuatannya, batu yang sudah berbentuk kotak dibuatkan pola sesuai keinginan konsumen. Kemudian, batu diukir sesuai pola, dihaluskan hingga membentuk relief. Tahap terakhir adalah pengecatan dengan menggunakan cat batu. Warna-warna yang kerap dipilih adalah hitam, emas, kuning dan merah.

Bahan baku pembuatan bongpay adalah batu gunung jenis granit. Selain kuat, batu granit tak gampang berlumut. "Beda dengan batu kali biasa. Selain keras, batu kali susah dipahat," ujar Ismayati yang mengambil pasokan batu granit dari daerah Majalengka, Jawa Barat.

Perajin mu-bei lainnya adalah Sumarjo, pemilik UD Gesang. Sumarjo lebih suka mengambil batu granit dari daerah Yogyakarta. Saban bulan sekali, ia akan mengambil batu pesanan ke pemasoknya.

Biasanya, ia menghabiskan anggaran Rp 5 juta sampai Rp 7 juta untuk membeli 23 batu. Batu sebanyak itu untuk membuat dua set bongpay lengkap serta 10 bongpay yang diukir. Sumarjo membanderol bongpay dengan harga Rp 1,5 juta. Harga tersebut berlaku bagi bongpay berukuran 40 cm x 60 cm.

Bongpay dengan ukuran 110 cm x 136 cm harganya bisa mencapai Rp 5 juta sampai Rp 6 juta. Adapun satu set Bongpay dengan ukuran kecil dijual Rp 22 juta dan yang besar bisa mencapai Rp 40 juta. Dengan harga seperti itu, Sumarjo bisa memperoleh Rp 30 juta sampai Rp 80 juta satu bulan. Ismijati mengaku mendapatkan omzet Rp 25 juta saban bulan dari penjualan bongpay.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×