kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPK: Data pangan kita tidak akurat


Senin, 21 Mei 2018 / 16:55 WIB
BPK: Data pangan kita tidak akurat
ILUSTRASI. Bongkar Muat Beras di Pelabuhan Sunda Kelapa


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Impor komoditas pangan masih terus diributkan di Indonesia. Apalagi, baru-baru ini izin impor beras sebanyak 500.000 ton kembali digelontorkan kepada Bulog. Sementara, Kementerian Pertanian mengklaim sudah ada suprlus beras.

Anggota IV Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Rizal Djalil pun melihat bahwa permasalahan konsumsi dan ketersediaan ini terletak ketidakakuratan data yang ada. Rizal menyebutkan, BPK telah melihat bahwa data konsumsi beras nasional tidak konkret.

"Kita tidak memiliki data yang konret berapa sebenarnya data konsumsi beras kita," ujar Rizal, Senin (21/5).

Rizal menjelaskan, sampai 2013, angka konsumsi per kapita per tahun yang digunakan pemerintah adalah sebesar 139,16 kilogram per kapita per tahun. Sedangkan dalam prognosa kebutuhan dan ketersediaan pangan tahun 2014 dan 2015 yang dikeluarkan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) yaitu sebesar 124,89 kg per kapita per tahun.

Sementara, pada tahun 2011 dan 2014, BKP dan Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan kajian mengenai konsumsi beras dan cadangan beras dengan menghasilkan angka total konsumsi beras nasional yaitu sebesar 113,72 kg dan 114,13 kg per kapita per tahun.

Rizal pun mengatakan, data BPS akan digunakan sebagai acuan supaya tidak ada yang tumpang tindih. Namun, dia meminta data tersebut segera dikeluarkan sehingga pemerintah dapat memperhitungkan berapa jumlah ketersediaan dan kebutuhan masyarakat atas bahan pangan.

"Proses menyampaikan data yang dibutuhkan jangan terlalu lama. Pemerintah memutuskan impor harus berdasarkan data yang disupplai oleh BPS. Pangan yang tersedia berapa, kebutuhannya berapa, panennya berapa baru impor ditetapkan. Jangan sampai kementerian yang terlibat atau domainnya di pengadaan di produksi, tidak dilibatkan sepenuhnya," jelas Rizal.

Tak hanya masalah data konsumsi, sistem pelaporan produktivitas padi pun dianggap tidak akuntabel, data luas lahan tidak akurat, dan angka cadangan pangan ideal pemerintah belum pernah ditetapkan.

Sementara itu, Rizal pun meminta supaya Menteri Pertanian bisa menjelaskan dimana keberadaan beras yang diklaim surplus. "Kita mengundang mentan untuk menjelaskan bagaimana keberadaan, saya tidak bicara produksi, tetapi keberadaan pangan kita itu. Sekarang produksi itu ada dimana? kita katakan meningkat tetapi keberadaan produksi itu penting," ujar Rizal.

Rizal mengaku, impor beras bukanlah suatu masalah terlebih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, perlu dilihat bagaimana angka impor ditetapkan, bagaimana kebutuhan dan produksi nasional serta proses impor tersebut ditetapkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×