kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.662.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.280   55,00   0,34%
  • IDX 6.743   -132,96   -1,93%
  • KOMPAS100 996   -6,22   -0,62%
  • LQ45 785   7,24   0,93%
  • ISSI 204   -4,64   -2,22%
  • IDX30 407   4,40   1,09%
  • IDXHIDIV20 490   7,18   1,49%
  • IDX80 114   0,52   0,46%
  • IDXV30 118   0,81   0,69%
  • IDXQ30 135   1,91   1,44%

Cacat fisik bukan hambatan Tarjono Slamet untuk berkarya


Senin, 20 Juni 2011 / 16:07 WIB
Cacat fisik bukan hambatan Tarjono Slamet untuk berkarya
ILUSTRASI. Teachers at a junior high school in central Paris went on strike on Thursday, forcing the school's closure.


Reporter: Handoyo | Editor: Tri Adi

Selama ini, banyak yang berpikir cacat atau ketidaksempurnaan indra (difabel) menjadi alasan yang menghambat kreativitas. Namun, itu tak berlaku bagi Tarjono. Ia memberdayakan para penyandang cacat untuk memproduksi berbagai kerajinan dan mainan. Hasil produksinya pun mampu bersaing dengan produk yang dihasilkan orang-orang normal.

Berbagai anggapan negatif soal keterbatasan penyandang cacat justru tak menjadi penghalang Tarjono Slamet untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Lelaki 38 tahun asal Pekalongan, Jawa Tengah ini justru bangga dengan beragam hasil karya para difabel. Menurutnya, potensi dan semangat kerja dari para penyandang cacat lebih besar dibandingkan dengan orang normal kebanyakan.

Dengan semangat itu pula, pada 2003 Tarjono merintis usaha bernama CV Mandiri Craft di Dusun Gatak, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. "Usaha ini terbangun karena keprihatinan saya pada para penyandang cacat," tuturnya.

Tarjono membuat kerajinan berbahan dasar kayu, seperti alat peraga edukatif (APE), mobil-mobilan, kereta, dan puzzle. Selain itu, ia juga memproduksi berbagai tas, dompet, frame, kotak tisu, kotak perhiasan, bahkan peralatan olahraga berupa stik baseball.

Para penyandang cacat tidak bisa lagi bekerja di tempat-tempat formal, semisal instansi pemerintah ataupun swasta. "Kalaupun ada, perbandingannya 100 banding 1," tegasnya.

Sebagai catatan, Tarjono juga mengalami cacat saat bekerja di Perusahaan Listrik Negara (PLN) bagian instalasi. Ia kesetrum listrik tegangan tinggi hingga harus kehilangan kaki dan fungsi jari-jari tangannya karena mesti diamputasi.

Produk kerajinan dan mainan edukasi ini tak hanya menyasar konsumen di pasar lokal. Tarjono telah mengirim berbagai produknya ke Australia, Malaysia serta Selandia Baru.

Pada saat awal membangun usaha, Tarjono merekrut sekitar 50 penyandang catat yang tersebar di berbagai wilayah di Yogyakarta. Meski sebagian besar karyawannya penyandang cacat, ia tak menemui kendala yang berarti dalam menjalankan usaha ini. "Karena kami hanya merekrut yang sudah berusia lebih dari 23 tahun," jelasnya.

Sebelum para karyawan terjun langsung mengerjakan pekerjaannya, Tarjino memberikan bekal keterampilan dalam membuat aneka macam kerajinan. Dia juga tidak memaksakan suatu pekerjaan pada tiap-tiap karyawannya, namun memberikan kebebasan sesuai dengan kemampuan dan keinginannya.

Sayang, di tengah melambungnya usaha Mandiri Craft, bencana gempa bumi yang melanda Yogyakarta pada 2006 menghancurkan seluruh peralatan dan berbagai barang produksi. Musibah ini mengakibatkan usaha yang telah diris selama tiga tahun harus gulung tikar.

Namun, dengan semangat yang tersisa untuk memberdayakan para penyandang cacat, Tarjono pun membangun kembali bisnisnya dari nol. "Para penyandang difabel tentunya membutuhkan penghasilan," ujarnya.

Semangat Tarjono untuk membangun kembali Mandiri Craft agaknya mendapat angin segar. Ia memperoleh bantuan berupa mesin, bangunan gedung serta peralatan lain dari Palang Merah Indonesia, Jepang, Malaysia, dan Belanda.

Dan, gempa bumi yang melanda Yogyakarta mengakibatkan jumlah penyandang cacat menjadi meningkat. "Di Bantul saja terdapat 1.000 penyandang cacat, 600 orang di antaranya masih usia produktif," kata dia.

Tarjono pun mempersilakan para penyandang cacat yang ingin bergabung untuk datang dan bekerja ke tempat usahanya. Sama seperti karyawan lainnya, ia juga memberi pelatihan selama tiga bulan secara gratis.

Tiap bulan, mereka juga bakal mendapatkan gaji seperti karyawan lain. "Per bulannya sekitar Rp 750.000," ungkap Tarjono.

Harga produk kerajinan Mandiri Craft mulai Rp 15.000 yakni mainan anak-anak, hingga yang paling mahal berupa furnitur ukiran kayu Rp 900.000.

Walau terkendala oleh kekurangan fisik, produk-produk buatan para penyandang cacat mampu bersaing dengan yang dikerjakan oleh tenaga tanpa cacat.

Jika sebelum gempa bumi penjualan Mandiri Craft secara keseluruhan berorientasi pada pasar ekspor. Pasca gempa 70% pasarnya adalah domestik. Omzet penjualannya pun menurun hingga 50%. "Tiap bulan, rata-rata omzet yang bisa kami peroleh sekarang hanya berkisar antara Rp 20 juta hingga Rp 25 juta," kata Tarjono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×