kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Cari tempat makan di situs referensi kuliner


Kamis, 13 November 2014 / 14:18 WIB
Cari tempat makan di situs referensi kuliner
ILUSTRASI. Inversio uteri atau rahim terbalik adalah komplikasi pasca-persalinan yang jarang terjadi namun dapat mengancam jiwa.


Reporter: Sri Sayekti | Editor: Tri Adi

Informasi termasuk komoditas yang bisa dilirik pebisnis startup. Jangan salah, informasi yang laku dicari orang di dunia maya tidak sebatas berita. Informasi  berupa referensi, review, ataupun tips juga banyak dicari oleh mereka yang gemar berselancar di internet.

Nah, dari sekian banyak informasi yang bisa diolah, referensi mengenai tempat makan layak dipertimbangkan. Jangan lupa, masyarakat Indonesia kini semakin sering dining out. Qraved.com, situs reservasi resto, memperkirakan, total jumlah kunjungan masyarakat negeri ini ke gerai kuliner mencapai 380 juta kali sepanjang 2013. Nilai transaksi totalnya pun mencapai Rp 17 triliun.

Angka-angka itu menunjukkan betapa kuliner sudah menjadi gaya hidup untuk banyak kalangan di sini. Dalam situasi semacam itu, situs yang menyediakan referensi pasti tidak kesulitan untuk eksis.

Demikian pengalaman Ian Eryanto Wongso beserta dua rekannya, Angel Chyntia dan Lydia Sju, merintis situs JktGo.com. Usia situs yang menyajikan referensi tempat makan dan event di Jakarta ini memang belum genap setahun. Ian cs memulai situs itu pada September tahun silam. Namun dalam usianya yang masih terbilang bulanan itu, situs ini sudah mampu melakukan monetasi, alias menghasilkan uang.

Ian juga punya alasan lain menyebut situs semacam Jkt.Go memiliki prospek cerah. “Banyak permintaan agar kami membuat situs serupa untuk kota-kota lain seperti Bandung, Surabaya, atau Bali,” ujar Ian. Namun saat ini, Ian baru menindaklanjuti permintaan itu untuk Pulau Dewata, dengan merancang BaliGo.

Jualan utama situs penyedia referensi kuliner seperti JktGo tentulah informasi tentang tempat-tempat makan menarik. Informasi itu bisa datang dalam berbagai bentuk. Ambil contoh  JktGo yang menyajikan deskripsi singkat tentang suatu resto, berikut alamat dan nomer telepon. Tidak lupa, situs itu mencantumkan apa menu yang menjadi andalan.

Ada juga fitur yang lazim muncul di halaman penyedia informasi, seperti fasilitas search, direktori alamat, dan nomor kontak penting serta laman blog. Ada juga informasi tentang event yang berlangsung di ibu kota.

Memilih informasi apa yang harus disajikan dan merancang etalase informasi jelas merupakan tugas awal yang harus disiapkan. Ian menyarankan, mereka yang berniat merintis situs penyedia referensi untuk mencari sesuatu yang berbeda. “Jangan cuma copy and paste isi dari situs lain. Anda tidak akan dikenal,” tutur Ian.

Menetapkan pasar yang dituju sebaiknya dilakukan sebelum merancang tampilan situs berikut isinya. Menyimak pengalaman Ian, JktGo didesain tak cuma hadir sebagai directory, tetapi sebagai pilihan untuk mereka yang membutuhkan informasi seputar tempat makan berkelas di Jakarta.

Desain laman JktGo.com pun sederhana dengan hanya terdiri dari tiga bagian, yaitu atas, tengah, dan bawah. Ian sengaja menampilkan seluruh isi situsnya dalam bahasa Inggris.

Pilihan itu sesuai dengan target sasaran pengelola JktGo yaitu kalangan menengah atas. “Riset kami, kalangan itu lebih senang mendapat informasi dalam bahasa Inggris,” ujar Ian.

Sesuai dengan target pengunjungnya, JktGo cuma menampilkan resto-resto yang membidik segmen sama. “Tempat-tempat yang kami sajikan biasanya sudah konsisten,” tutur Ian. Kemampuan untuk tampil konsisten itu penting juga bagi JktGo untuk meminimalisasi risiko terserempet komplain dari pembaca.


Iuran anggota

Jika Anda sudah merancang target pasar, tampilan situs, dan isinya, maka tugas berbelanja informasi juga mudah. Karena sudah punya target siapa saja yang akan ditampilkan di situsnya, JktGo tinggal meminta izin dari pemilik atau pengelola resto. Selama hari-hari pertamanya, JktGo memberlakukan masa promosi bagi pemilik resto. Mereka tidak dipungut biaya apa pun jika ingin tampil di situs JktGo.

Namun setelah jumlah pe-ngunjungnya bertambah,  Ian pun percaya diri untuk melakukan monetisasi di JktGo dengan mengenakan biaya ke resto yang ditampilkan di situs itu. Tarif yang disebut enlistment fee di JktGo itu nilainya Rp 1 juta per bulan. “Mereka tidak keberatan dengan membayar tarif sebesar itu karena sudah tahu seperti apa JktGo.com,” ujar Ian. Kini, jumlah resto yang tercatat di situs tersebut mencapai 450.

Namun untuk penyelenggara event yang ingin acaranya ditampilkan di situsnya, JktGo  tidak memungut biaya. “Mereka tinggal mengisi form yang ada di situs kami, mengirim artikel event, dan foto,” ujar Ian.

Sumber penghasilan uang kedua situs JktGo.com adalah pembaca situsnya. Sejak tiga bulan lalu, Ian menawarkan program keanggotaan bagi pembaca situsnya yang berminat. Setiap member akan mendapat kartu yang bernama Jakarta Pass.

Setiap pemegang kartu Jakarta Pass dikenai iuran keanggotaan sebesar Rp 200.000 per tahun. “Saat ini ada sekitar 600 orang pemegang kartu Jakarta Pass,” ujar Ian. Tentu, harus ada reward yang ditawarkan ke si pemegang kartu.

Dan sesuai dengan minat pengunjung situs, JktGo menawarkan potongan harga saat dining out di sejumlah resto. “Diskonnya berkisar 10%–20% di 40 restoran yang tergabung dalam program ini,” tutur Ian. Benefit lain bisa dirasakan member Jakarta Pass saat momen tertentu, seperti hari Valentine. 

Kartu Jakarta Pass juga dimanfaatkan JktGo sebagai media promosinya. Dalam beberapa ajang bazaar, JktGo membagikan kartu Jakarta Pass secara gratis. Tak heran, dalam waktu hitungan bulan saja, pemegang Jakarta Pass sudah 600 orang.

Dalam usia yang belum genap setahun, namun sudah memiliki dua sumber pendapatan, JktGo layaklah disebut prospektif. Modal menggulirkan situs itu, tutur Ian, berkisar Rp 200 juta. “Dana itu dikucurkan secara bertahap, sesuai dengan perkembangan usaha,” tutur Ian.

Ogah mengandalkan investor

Para pendiri situs JktGo.com tidak terburu-buru mencari investor. Jika saat ini Ian Eryanto Wongso, Angel Chyntia, dan Lydia Sju masih tercatat sebagai pemodal, bukan lantaran tidak ada investor luar yang tertarik. Ian menyebut sudah banyak yang menawar untuk turut andil. “Namun kalau bergantung pada investor sama saja dengan bekerja untuk orang. Padahal, kami ingin bekerja sendiri,” tutur dia.

Seperti startup lain, JktGo.com juga kerap tampil di pameran pebisnis pemula, seperti Start Up Asia 2013 di Jakarta dan Echelon 2014 di Singapura. “Echelon lebih potensial mendatangkan investor karena pengunjungnya dari berbagai negara dan lokasinya yang lebih strategis,” ujar Ian.

Situs JktGo.com yang berkantor di daerah Tambora, Jakarta Barat, telah meraih pengunjung berkisar 50.000-60.000 per bulan. Sedang tim pengelola situs terdiri dari lima orang. Mereka mengurusi bidang pemasaran, layanan pelanggan, desain, manajer konten, dan menulis artikel.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×