kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   -1.000   -0,05%
  • USD/IDR 16.620   158,00   0,94%
  • IDX 6.767   17,72   0,26%
  • KOMPAS100 979   5,15   0,53%
  • LQ45 762   4,33   0,57%
  • ISSI 215   0,81   0,38%
  • IDX30 395   2,48   0,63%
  • IDXHIDIV20 471   1,18   0,25%
  • IDX80 111   0,53   0,48%
  • IDXV30 115   0,73   0,63%
  • IDXQ30 130   0,90   0,70%

Celah dari e-commerce dengan pasar khusus


Sabtu, 21 November 2015 / 10:25 WIB
Celah dari e-commerce dengan pasar khusus


Reporter: Marantina | Editor: Tri Adi

Memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia membuat Indonesia jadi pasar yang ranum untuk berbagai sektor bisnis. Dari sekitar 280 juta jumlah penduduk di dalam negeri, lebih dari 80% merupakan pemeluk agama Islam. Potensi pasar yang sangat lebar tak disia-siakan oleh pelaku bisnis. Salah satunya ialah Diajeng Lestari, pendiri HijUp.com.

Perempuan 29 tahun ini mendirikan bisnis e-commerce yang fokus pada produk busana muslim dengan alamat website HijUp.com. Dengan konsep mal, e-commerce ini hadir sejak 2011. Diajeng mengklaim, HijUp merupakan e-commerce pertama di dunia yang fokus pada busana muslim. Memang, bisnis e-commerce ini bukanlah barang baru bagi masyarakat. Di luar negeri, bisnis serupa sudah berkembang. Namun, di tengah gempuran e-commerce dari luar negeri, HijUp membuktikan ketahanan bisnis hingga kini. HijUp yang merupakan singkatan dari hijab up ini merasakan manisnya pasar muslim di dalam negeri, bahkan global.

Diajeng mengatakan, penjualan HijUp terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2013, e-commerce ini sudah meraup omzet sekitar Rp 500 juta–Rp 1 miliar per bulan. Tahun ini, ketika banyak sektor bisnis mengeluhkan penurunan omzet, Diajeng mengaku, pendapatan HijUp naik tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu.

Padahal ketika merintis startup ini pada 2011, Diajeng hanya menggelontorkan modal sebesar Rp 5 juta. Di ruangan kecil, ia memulai HijUp dengan dua orang karyawan. Pada bulan-bulan pertama, HijUp hanya memiliki sekitar 14 tenant. Tanpa nama besar, sulit sekali bagi HijUp untuk diperhitungkan oleh desainer-desainer busana muslim dalam negeri.

Akan tetapi, sekarang HijUp berhasil menggaet sekitar 83 tenant yang membawahi lebih dari 200 merek. Produknya pun melebar, bukan hanya produk busana untuk muslimah, melainkan juga kebutuhan pakaian anak-anak dan kebutuhan pelengkap rumah.

Harga produk HijUp mulai dari sekitar Rp 200.000–Rp 5 juta per helai. Rata-rata transaksi per hari mencapai 400 order. Sementara, penjualan per bulan sekitar 30.000 paket. Bila ada promo, terutama potongan harga, angka itu berlipat ganda. Sayang, Diajeng tak menyebutkan nilai transaksi yang diperoleh.

Pengiriman produk dalam negeri masih terpusat di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Namun, 20% dari total pengiriman produk ditujukan ke 100 negara, terutama negara-negara di Asia Tenggara, Amerika Serikat, Australia, dan Inggris.

Anda tertarik?


Tak hanya jualan
Kalau melihat perjalanannya, tampaknya membangun bisnis e-commerce ini terlihat sederhana. Diajeng bilang, HijUp tumbuh secara organik, terutama dengan mengandalkan media sosial untuk menjangkau konsumen. Salah satu kunci sukses perkembangan HijUp  ini cukup pesat lantaran dia tak memandang pasar sekadar jadi objek penjualan.

Sejak awal mendirikan HijUp, Diajeng punya misi khusus untuk menggerakkan masyarakat, terutama para muslimah. “Ketika HijUp bertumbuh, kami juga mau memastikan para konsumen kami juga bertumbuh,” tandas Diajeng.

Demikian pula dengan para desainer yang bergabung di HijUp.com. Diajeng selalu mengkurasi produk-produk yang dipasarkan HijUp. Diajeng merumuskan proses kurasi dengan istiliah 3K, yaitu kualitas, karakter, dan kreativitas.

Melalui rumus itu, Diajeng memastikan merek yang ditampilkan HijUp memang punya kualitas bahan, sesuai dengan standar syariah, serta selalu menampilkan kreasi yang menarik pasar. Menurut Diajeng, banyak desainer dalam negeri yang punya kualitas tersebut. “Produk kami sangat bisa bersaing dengan produk luar negeri, termasuk produk fashion,” ucap perempuan kelahiran Bekasi, 17 Januari 1986 ini.

Nah, agar bisa lebih kompetitif, Diajeng berpesan, sebaiknya pemain baru bekerjasama dengan desainer dari dalam negeri yang mau mendukung agar bisnisnya berlangsung dari hulu ke hilir. Sebab, Diajeng bilang, para desainer sangat bergantung pada bahan kain dari luar negeri. “Tentunya desainer tersebut juga butuh terus didukung untuk hal ini, terutama dari pemerintah,” katanya.


Pendanaan besar
Dalam empat tahun, HijUp berhasil membesarkan namanya hingga seperti sekarang. Dimulai dari hanya dua orang karyawan, kini HijUp menaungi 90 orang karyawan. Diajeng bilang, kebanyakan karyawannya mengurus IT dan mengontrol kualitas produk, serta layanan konsumen. Dari ruang kecil, sekarang HijUp punya warehouse seluas 500 meter persegi di Jakarta Selatan.

Prestasi menakjubkan dari HijUp tak ayal membuat para investor melirik e-commerce ini. Setelah tiga tahun berjalan dengan dana sendiri, pada tahun ini, Diajeng membuka peluang bagi investor untuk turut membesarkan HijUp.

Tak tanggung-tanggung, hanya dalam enam bulan, HijUp mendapat dua kali pendanaan. Yang pertama diterima pada Februari dari Fenox Venture Capital, Skystar Capital, dan 500 Startups. Selanjutnya, pada Juli kembali didanai oleh investor tersebut, serta EMTEK. “Dua di antaranya investor lokal dan dua lagi berasal dari Amerika Serikat. Pendanaan ini sendiri sifatnya pinjaman,” kata Diajeng.

Bahkan, pendanaan yang kedua mencapai jutaan dollar Amerika Serikat. Diajeng menuturkan, tahun ini, HijUp ingin “berlari” lebih kencang daripada sebelumnya. Apalagi persaingan untuk e-commerce serupa semakin ketat. Di dalam negeri, selain HijUp ada beberapa startup yang juga menyasar pasar muslimah, seperti Hijabenka dan baru-baru ini Muslimarket. Di luar negeri, Diajeng bilang, e-commerce serupa pun bermunculan, seperti di Turki.

Angin kompetisi yang mengencang ini tak pelak membuat Diajeng ingin semakin membesarkan HijUp. “Kalau tak menggunakan pendanaan dari investor, sulit bagi HijUp untuk tetap mengungguli kompetitor,” tuturnya.

Menurut Diajeng, pendanaan bagi sebuah startup bak pisau bermata dua. Bila digunakan dengan benar, tentu membuat startup bertumbuh lebih besar dan cepat. Namun, ada risiko gagal bila tidak digunakan dengan benar.

Di HijUp, pendanaan yang diterima akan digunakan terutama untuk infrastruktur penunjang bisnis. Ini berkaitan dengan tujuan Diajeng menjadikan Indonesia sebagai ibukota dunia untuk busana muslim.

Bulan depan, HijUp akan menambah warehouse tiga kali lebih besar ketimbang yang ada sekarang. Di samping itu, HijUp akan terus memperbaiki sistem, termasuk stok barang, pengiriman, serta merekrut karyawan.

Melihat sepak terjang HijUp ini, tentu saja pemain baru juga harus siap dengan modal besar. Boleh saja, sih, memulai dari kecil seperti yang dilakukan Diajeng, empat tahun silam, namun Anda harus memikirkan keunikan dan nilai lebih dari bisnis Anda. Tujuannya, supaya konsumen tertarik melirik produk yang ditawarkan di gerai online Anda.

Selamat mencoba!     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×