Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri
Mendapatkan pinjaman dana dari seorang pelanggan di Amerika Serikat sebesar Rp 1 miliar seperti memberikan nafas baru bagi Christianto Prabawa. berbekal uang pinjaman itu, ia mulai bisa memproduksi furnitur secara rutin.
Sejak itu juga usahanya kian berkembang dan bisa memenuhi permintaan konsumen. Setiap bulan, ia rutin mengirim enam kontainer furnitur ke luar negeri. Mendapatkan pelanggan dari berbagai negara rupanya menjadi berkah tersendiri bagi Christianto.
Pasalnya, pada bulan-bulan tertentu, permintaan pasar di wilayah Amerika Serikat dan Eropa turun. Sementara di negara Asia lainnya, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Abu Dhabi justru meningkat, sehingga bisa menutupi penurunan permintaan tersebut.
Menurut Christianto, persaingan furnitur di pasar mancanegara sangat ketat. Pesaing utamanya adalah produk dari Vietnam. “Di sana upah tenaga kerjanya lebih rendah dari Indonesia, otomatis barang buatannya jauh lebih murah,” jelasnya.
Sayangnya, tidak ada upaya apapun yang dapat dilakukan Christianto untuk mengatasi hal tersebut. Agar terus dipercaya konsumennya, dia hanya mempertahankan kualitas dan detail pembuatan produknya.
Saat ini laki-laki yang hobi bermain bola basket ini masih akan terus mengembangkan usahanya di bidang furnitur. Mulai tahun depan dia akan melebarkan usahanya dengan menerima pesanan furnitur untuk hotel budget di mancanegara. Ia juga akan menerima pesanan furnitur dalam jumlah kecil, dengan desain yang berbeda-beda.
Kendati sudah sukses hingga menembus pasar mancanegara, bukan berarti tak ada kendala yang dihadapinya. Pada 2008 datang cobaan yang lumayan berat. Bapak tiga anak ini mengalami kerugian hingga Rp 3 miliar karena gudang penyimpanan furnitur siap kirim miliknya terbakar.
“Saat itu saya langsung menghubungi pelanggan dan mulai kerja dari awal lagi,” katanya. Akibat kebakaran tersebut, laki-laki berbadan tambun ini harus menunda pengiriman hingga tiga minggu. Berkat kerja kerasnya, semua pesanan pesanan akhirnya bisa terlayani.
Kendala lain yang masih dihadapinya sampai saat ini adalah terbatasnya tenaga kerja terampil. Kebanyakan karyawannya hanya lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah menengah Kejuruan (SMK).
Christianto pun harus meluangkan banyak waktu untuk mengajari seluruh karyawannya. “Kebanyakan karyawan baru kami minta mengamplas saja,” jelasnya. Agar karyawannya terus berkembang, laki-laki yang suka makan ini juga rutin memberikan training pada karyawannya.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News