kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Cuan bertumbuh dari media tanam


Senin, 20 Januari 2014 / 14:37 WIB
Cuan bertumbuh dari media tanam
ILUSTRASI. Kencur


Reporter: Marantina, Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini

Belakangan, olahan jamur makin digemari oleh masyarakat dari berbagai golongan usia. Tidak hanya untuk menu masakan, olahan jamur juga bisa disulap menjadi kudapan yang lezat. Berbagai usaha kuliner berbahan baku jamur pun bermunculan untuk menangkap peluang ini. Otomatis, permintaan jamur pun meningkat. Kondisi ini pun membuka peluang budidaya jamur.

Salah satu jenis jamur yang mudah dibudidayakan ialah jamur tiram. Tanaman ini juga kerap dikenal dengan jamur kayu. Pasalnya, di alam liar, jamur tiram bisa tumbuh pada tanaman kayu yang telah mati atau layu. Jamur tiram biasanya dibudidayakan dengan menggunakan polybag.

Namun keempat orang ini, yakni Ronaldiaz Hartantyo, Robbi Zilda Ilham, Adi Reza Nugroho serta Annisa Wibi, membudidayakan jamur dengan cara yang berbeda. Mereka berhasil menciptakan media tanam jamur di dalam kotak. Media tanam ini berisi  campuran serbuk gergaji, dedak, dan kapur yang dibungkus di dalam kardus. Produk ini bernama Growbox.

Annisa, salah satu penemu Growbox menuturkan, ide membuat kotak jamur ini berawal dari perjalanannya bersama tiga orang penemu lainnya dari Solo ke Yogyakarta. Di sebuah restoran mereka menikmati sajian berbagai olahan jamur. Jamur yang ditampilkan dalam media tanam juga menjadi hiasan di restoran tersebut.

Dari situ, mereka terpikir untuk menciptakan media tanam serupa. Tujuannya sederhana, supaya orang-orang yang tinggal di perkotaan pun bisa dengan mudah membudidayakan jamur. Sepulang dari perjalanan itu, Annisa dan ketiga temannya langsung melakukan riset tentang jamur tiram, media tanam jamur, dan cara budidayanya.

Akhirnya, mereka menemukan ide untuk membuat media tanam jamur yang dimasukkan ke dalam kotak. Biasanya, budidaya jamur tiram dalam skala besar menggunakan media tanam yang disimpan di dalam ruangan yang cukup besar dan gelap. Nah kotak Growbox merupakan simulasi rumah jamur tersebut.

Karena didesain untuk dibudidayakan di kawasan perkotaan, Growbox pun dilengkapi dengan botol semprotan yang diisi air. Jadi, media tanam jamur Growbox pun tetap dalam kondisi lembab.

Ada beberapa alasan mengapa Annisa dan kawan-kawannya memilih jamur tiram untuk dibudidayakan. Pertama, jamur tiram merupakan jamur yang cukup kuat alias bisa tumbuh di berbagai ekosistem, seperti sawah, gunung, dan hutan. Bahkan, jamur jenis ini pun bisa hidup di daerah perkotaan.

Kedua, dalam waktu dua hingga empat minggu, jamur tiram sudah bisa dipanen. Selain itu, Jamur tiram juga  merupakan salah satu sumber protein.  Menurut Annisa, jamur tiram tergolong "super food" karena memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan.
Annisa mengatakan, butuh dua bulan untuk memasarkan Growbox. Setelah menemukan ide pada September 2012, lantas Growbox dirilis ke pasaran pada November di tahun yang sama. Pada Oktober 2012, Growbox sempat mengadakan soft launching di Singapura pada acara Urban Picnic, Archifest.

Keempat penemu Growbox merogoh kocek sebesar Rp 2 juta sebagai modal membuat prototype tanaman serta soft launching Growbox. Untuk riset, mereka dibantu oleh petani jamur tiram di Cisarua dan Lembang. “Waktu itu kami benar-benar bikin media tanam sendiri, kardus sendiri, bahkan sablon kardus pun sendiri,” ucap Annisa.

Sampai sekarang, Growbox menjual tiga jenis jamur tiram. Growbox jamur tiram putih dibanderol seharga Rp 40.000 per kotak, jamur tiram kuning seharga Rp 75.000 per kotak dan jamur tiram pink senilai Rp 75.000 per kotak. Pada bulan pertama, Annisa dan rekannya berhasil menjual 120 kotak Growbox.

Saat ini, mereka bisa menjual sekitar 350 kotak saban bulan. Yang paling favorit, kata Annisa, ialah jamur tiram putih karena jamur jenis ini sudah dikenal masyarakat. Selain itu  harganya cukup murah. Penjualan Growbox bisa mencapai Rp 14 juta per bulan. Lumayan kan?

Rajin sosialisasi produk

Annisa bilang, pembeli Growbox tersebar di seluruh Indonesia. Bahkan, ada beberapa pembeli yang berdomisili di luar negeri, seperti Singapura, Shanghai, Jerman, dan Inggris.

Dalam tiap kotak Growbox, Annisa mencantumkan cara penggunaan dan nilai nutrisi jamur tiram. Mereka juga tidak sekadar menjual produk. Growbox kerap kali menyelenggarakan acara sebagai bentuk pelayanan purna-jual pada konsumen.  “Intinya kami membuat acara-acara seputar jamur, seperti talkshow dan kelas memasak,” ujar Anissa.

Growbox juga mengunjungi sekolah-sekolah, khususnya di Bandung untuk mengenalkan jamur pada anak-anak. Ini bertujuan mengedukasi anak-anak untuk membudidayakan jamur dengan cara yang menyenangkan. Kunjungan yang diberi nama Growbox Education Lab ini bertujuan mengedukasi anak-anak mengenai jamur dengan cara menyenangkan. Sejauh ini, mereka baru mengunjungi sejumlah sekolah dasar.

Growbox juga rajin memberikan informasi seputar jamur melalui media sosial. Berbagai kegiatan Growbox pun direkam dan ditampilkan dalam bentuk video agar bisa disaksikan para konsumen.

Media tanam jamur dalam kardus ini tidak menawarkan atau menjanjikan jumlah atau kuantitas yang bisa dihasilkan dari setiap panen. Namun, ide bisnis ini lebih menawarkan pada bagaimana pembeli mendapatkan pengalaman bercocok tanam sendiri.

Misalnya, masyarakat bisa mendapat pengalaman memiliki kebun jamur sendiri di rumah atau kantor masing-masing. Masyarakat juga akan memiliki pengalaman suka duka dalam menumbuhkan makanan sendiri hingga bisa panen dan dikonsumsi.

Namun uniknya, keempat penemu media tanam jamur Growbox ini ternyata tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang pertanian. Annisa adalah lulusan jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan dari Universitas Padjadjaran. Dalam bisnis ini, ia bertugas mengurus strategi bisnis dan keuangan.

Sementara, tiga penemu lainnya merupakan Sarjana Arsitektur yang berperan menggali ide dan peluang usaha di bidang jamur. Lantas, ide-ide yang terkumpul disinergikan dengan dimensi bidang, ruang, dan keindahan layaknya sebuah bangunan arsitektur yang elegan. Tengok saja kemasan Growbox yang cukup menarik, tapi juga fungsional.

Meskipun begitu, Growbox melibatkan seorang peneliti dari Microbiology sebagai peneliti,  satu orang dari Desain Komunikasi Visual (DKV) ITB untuk pengembangan modul edukasi, satu orang untuk mendesain produk dan dua orang yang membantu dalam urusan kantor dan kebun. “Untuk media tanam, kami masih bermitra dengan kelompok petani jamur di Cisarua,” tutur Annisa.

Di masa depan, mereka berencana membuat sistem yang bisa membuat bisnis ini bertahan dalam jangka panjang. Targetnya, semua bagian dari jamur tiram ini bisa bermanfaat. Misalnya, limbah yang dihasilkan Growbox sedang diteliti agar bisa dibuat menjadi material baru. “Jadi kami mengolah limbah menjadi sesuatu yang lebih berharga, menghasilkan limbah lagi, dan kami olah lagi,” tandas Annisa.   

Harus jelas keuntungan bisnis yang akan didapat

Bagi Annisa Wibi dan rekan-rekan bisnisnya, branding masih jadi fokus bisnis mereka. Pasalnya, bisnis kotak jamur ini baru berjalan selama setahun. Dengan slogan "grow your own food”, Annisa ingin mengajak masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan untuk menumbuhkan sendiri makanan yang mereka konsumsi.

Selain itu, dengan Growbox, Annisa pun ingin mengedukasi masyarakat bahwa makanan yang sampai di atas meja makan itu telah melalui proses yang cukup panjang. Mulai dari penanaman, panen hingga distribusi. Dengan begitu, masyarakat lebih menghargai makanan karena ternyata menumbuhkan makanan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Adapun pemasaran Growbox dibagi dalam dua jenis, yakni pemasaran online dan offline. Di samping menggunakan media sosial, Growbox mendirikan gerai di beberapa kafe dan toko buku di Bandung. Mereka pun sering mengikuti pameran-pameran untuk memasarkan Growbox.

Nuniek Ardianto, salah satu pembeli Growbox mengaku puas dengan pengalamannya menumbuhkan jamur dalam kotak. Suaminya sempat jadi juri sebuah lomba yang dimenangkan oleh Growbox. Terkesan dengan kotak jamur tersebut, suaminya memesan dua kotak Growbox jamur tiram putih pada Desember lalu. “Dua-duanya sudah panen,” kata Nuniek.

Nuniek bilang, alasan membeli Growbox adalah karena kepraktisan. Selain itu, ibu dua orang putri ini pun merasa senang karena bisa mengajarkan anak-anak mengenal jamur. “Mereka juga senang, apalagi hasilnya langsung dimasak sendiri,” ujar perempuan berusia 32 tahun itu.

Pengamat waralaba Erwin Halim menilai, bisnis pembuatan media tanam dengan menggunakan kardus ini cukup menarik. Konsep Growbox juga merupakan hal baru yang unik. Menurut Erwin, prospek bisnis ini juga cerah. Karena, dilihat dari tanaman yang digunakannya. Namun, bisnis ini harus diperjelas apa keuntungan bagi pembeli. “Dari sisi pengusaha, prospek bisnisnya cukup besar,” ujar Erwin.

Pebisnis di sektor ini bisa mengembangkannya dengan strategi pemasaran yang baik. Erwin bilang, untuk pemasaran offline dibutuhkan lokasi yang mudah dikunjungi pelanggan. “Perbanyak gerai dan lebih gencar memasarkan secara online,” kata Erwin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×