kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Cuan mengalir dari aplikasi diskon


Senin, 23 Juni 2014 / 13:46 WIB
ILUSTRASI. Promo Traveloka 24-31 Januari 2023, Nikmati Diskon Xperience Hingga 50%


Reporter: Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Rizki Caturini

Era teknologi informasi membuat masyarakat semakin dimudahkan dalam mencari informasi dalam berbagai hal. Namun, hal itu terkadang justru membuat pengguna merasa kebingungan lantaran terlalu banyak informasi yang berseliweran dalam waktu bersamaan. Salah satunya terkait informasi potongan harga alias diskon belanja.

Belakangan ini, muncul terobosan dalam dunia teknologi informasi, yakni situs dan aplikasi penyedia diskon. Para pengguna bisa mencari banyak sekali tawaran potongan harga atau paket belanja murah yang mereka cari. Namun, saking maraknya, tak jarang konsumen harus menghabiskan waktu untuk mencari tawaran yang paling cocok dengannya. Inilah yang menginspirasi kemunculan aplikasi Dealoka di awal tahun ini.

Sidnei Budiman, 31 tahun, Kevin Tano, 25 tahun, dan seorang temannya lagi merupakan penggagas aplikasi diskon ini. Sidnei menjelaskan, situs baru yang mereka kembangkan ini untuk mengatur tawaran-tawaran yang berasal dari situs diskon lain dan menyusunnya dalam kategori-kategori. Tujuannya untuk mempermudah pencarian.

Konsep awal sebenarnya sudah resmi meluncur tahun 2013 dengan nama Hot Diskon. Dengan modal situs tersebut, Sidnei membawa aplikasi itu dalam kompetisi bagi startup Ideabox. Ini merupakan wadah inkubator untuk startup Indonesia dari salah satu operator telekomunikasi, Indosat. Dari situ, banyak masukan untuk mengembangkan konsep baru, yaitu Dealoka. "Setelah bikin situs itu, banyak merchant-merchant langsung berminat memajang produk diskonnya di situs kita," tutur Sidnei.

Padahal waktu itu, Hot Diskon hanya menarik data dari situs diskon lain. Dari hal itulah, mereka mendapatkan ide untuk membuat situs yang lebih kontekstual, supaya berbeda dari situs yang sudah ada. Karena itu, muncul Dealoka sebagai pengembangan Hot Diskon.
Modal pendirian Dealoka didapatkan dari kompetisi Ideabox itu. "Kami dapat sekitar US$ 15.000−US$ 25.000 sebagai modal setelah menang kompetisi itu," tutur Kevin.

Sidnei menjelaskan, perbedaan mendasar Dealoka dari aplikasi sejenis yang lain adalah kemudahan dan kontekstualitas yang ditawarkan. Di situs diskon pada umumnya, konsumen harus membeli dulu tawaran tersebut, baru mendapatkan kupon. Setelah itu, konsumen baru menuju toko terkait untuk menggunakan kupon yang sudah dibeli, entah itu berupa potongan ataupun menukarkan dalam bentuk barang.

Sedangkan di Dealoka, setelah konsumen mendapatkan tawaran yang cocok, situs ini menunjukkan lokasi toko yang terdekat dengan posisi si pengguna aplikasi. Pengguna bisa memesan kupon terkait tanpa perlu membayar apa pun. Selanjutnya, setelah yakin dengan keputusannya, ia hanya perlu datang ke toko tersebut dan membayar dengan membeli barang atau jasa yang ditawarkan.

Akan tetapkan tarif

Sidnei mengklaim, keunggulan lainnya adalah ketersediaan informasi yang bisa menjadi referensi yang berguna bagi penjual sebelum memutuskan untuk membeli. Aplikasi Dealoka menyediakan berbagai statistik yang dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas tawaran tersebut.

Saat ini, Dealoka belum menarik biaya apa pun bagi pengguna ataupun toko (merchant) yang memajang promosinya di situs itu. Rencananya, Dealoka akan mengenakan biaya ke merchant berdasarkan ketertarikan pelanggan akan tawaran yang diberikan. "Jadi, kita tarik biaya sesuai berapa orang yang tertarik terhadap diskonnya dan berapa orang yang akhirnya membeli diskon tersebut," tutur Sidnei.

Konsep serupa sejatinya sudah dijalankan di web advertising, dengan memperoleh pendapatan dari tiap klik yang dilakukan pengguna. Setiap klik akan menghasilkan cost per click (CPC) yang merupakan hak bagi si pemilik situs untuk menarik biaya.

Saat ini, baru ada sekitar 60 perusahaan yang memanfaatkan jasa Dealoka. Yang terbesar di antaranya adalah bioskop Blitz dan Indosat. Menurut Sidnei, ia baru akan menarik biaya ketika jumlah merchant sudah mencapai angka sekitar 200.

Sejauh ini, menurut Kevin, kendala yang dihadapi adalah kesulitan mendapatkan pengguna. Mungkin karena terbatasnya pengguna ponsel pintar di Indonesia. Target pengembangan Dealoka ke depan adalah menyasar kota-kota besar lain di Indonesia, setelah Jakarta.

Di sisi aplikasi, target ke depan Dealoka adalah mengembangkan jaringan distribusi. Jika ada pengembang games yang tertarik, Dealoka dapat memberikan perangkat pembuat software untuk mengintegrasikan games tersebut dalam platform yang dimiliki Dealoka. Misalnya, bisa membuat iklan muncul ketika seseorang sedang bermain games dan memunculkan tawaran dari merchant yang terdekat dengan posisi si gamers saat itu.

Hal itu tentu bisa menambah sumber pemasukan bagi Dealoka. Sehingga, sumber pendapatan nantinya bisa berasal dari aplikasi Dealoka itu sendiri dan jaringan distribusi dengan pengembang lain.

Sidnei bilang, peluang bisnis situs seperti ini masih sangat besar. Sebab, pasarnya masih belum banyak yang menggarap, termasuk oleh para perusahaan  besar di jagad digital advertising yang sudah lebih dulu terkenal.          

konsultan bisnis dari Entrepreneur College, Khoerussalim Ikhsan, menilai, bisnis yang diusung Dealoka adalah model baru yang mengandalkan kreativitas untuk mendapatkan pasar. “Jika mereka kuat dalam strategi pemasaran, saya yakin bisnis ini bisa cukup berkembang,” tuturnya.

Khoerussalim bercerita, ia pernah melihat bisnis sejenis di Indonesia, tapi khusus menyasar sektor kuliner. Ia menilai, usaha seperti itu menunjukkan bahwa kekuatan yang harus dibangun adalah promosi dan pema-saran untuk memasarkan produk kepada para merchant maupun kepada konsumen.

Untuk sisi pasar yang disasar, Salim melihat bisnis ini bisnis ini lebih cocok untuk segmen kelas menengah atas. Menurut Khoerussalim, orang menengah ke bawah masih cukup sulit untuk memahami sistem teknologi seperti yang diusung oleh Dealoka ini. Artinya, pasar yang potensial untuk menggunakan aplikasi diskon ini adalah orang-orang yang cukup melek dengan teknologi informasi. Toh, “Keuntungannya, kelas menengah ke atas di Indonesia sedang berkembang, sehingga saya rasa prospek bisnis ini cukup bagus,” ucapnya.

Menurut Khoerussalim, kendala yang mungkin dihadapi oleh bisnis seperti ini adalah besaran persentase biaya yang dibebankan ke merchant. “Kalau kecil, ya, akan memberatkan perusahaan penyedia. Sebab, biaya promosi untuk memperkenalkan jasa mereka harus besar,” ujarnya.

Namun ujung-ujungnya, menurut Khoerussalim, prospek bisnis yang diusung oleh Dealoka dengan mengembangkan aplikasi diskon seperti akan tetap cerah. Dengan catatan, perusahaan itu bisa terus memperkuat jaringan para penjual produk dengan memperbanyak merchant dan memiliki tim pemasaran yang solid.                   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×