Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - UBi jepang ternyata juga berpotensi dikembangkan di Indonesia. Pasalnya, permintaan ubi dari tanaman bernama latin Satsui Maimo ini terus meningkat setiap tahun. Kini, petani ubi tanah air pun semakin tertarik mengembangkan varietas asal negeri Sakura ini.
Muhammad Sutardi, petani ubi asal Karanganyar, Jawa Tengah mengatakan, sudah lima tahun terakhir menanam ubi di lahannya. Ubi Jepang menjadi salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan oleh petani ubi di sekitar Karanganyar lantaran permintaannya di Jawa Tengah cukup deras.
"Permintaannya sampai sekarang masih tinggi, apalagi dari produsen makanan kecil yang banyak memakai ubi," ujar Tardi. Selain itu, permintaan dari beberapa kafe dan restoran juga ada.
Tardi memastikan bahwa seluruh hasil panen ubi Jepang terserap pasar lokal maupun diangkut oleh mitra pabrik. Meski demikian, ia mengakui jika pasokan ubi Jepang masih kurang.
"Sebagian besar panen petani ubi di sini disetor ke pabrik. Biasanya sampai 60 ton per bulan, tapi itu masih kurang karena kebutuhannya mencapai 150 ton sebulan," katanya. Sementara, Tardi bisa memanen sekitar 3 - 5 ton ubi Jepang tiap bulan.
Saat ini, harga ubi Jepang berkisar Rp 4.000-Rp 5.000 per kilogram (kg), tergantung ukurannya. Tardi bilang di supermarket atau pasar, ubi Jepang bisa dijual tiga kali lipat sampai empat kali lipat harganya per kg. "Di pasar harganya Rp 15.000 per kg, kalau supermarket sekitar Rp 20.000 per kg," tandasnya.
Tingginya permintaan ubi Jepang juga diakui oleh Alfariz Wiranto, petani asal Cianjur, Jawa Barat. Menurutnya, sejatinya ubi Jepang masuk ke pasar Indonesia sejak 2010 lalu. Seiring berjalannya waktu, permintaan makin banyak karena pengaruh gaya hidup dan kandungan gizi ubi Jepang yang tinggi.
"Makin ke sini, banyak orang ingin lebih sehat. Ubi Jepang ini kan rendah gula tapi tetap mengenyangkan. Kandungan vitamin A dan C ubi Jepang juga banyak, bagus buat mencegah diabetes," ungkapnya.
Fariz sendiri menggarap peluang budidaya ubi Jepang sejak empat tahun lalu. "Saya lebih banyak melayani restoran, kafe atau produsen kue. Ritel masih belum rutin karena pasokannya kurang dan banyak standarnya," tandas Fariz.
Ia menjual ubinya Rp 9.000 per kg. Untuk pembelian grosir, harganya Rp 7.000 per kg. Dalam sebulan, Fariz bisa memproduksi sekitar 4-7 ton ubi Jepang.
Waktu tanam singkat menjadi keunggulan ubi jepang
Proses budidaya ubi jepang pada dasarnya hampir sama dengan ubi pada umumnya. Ubi jepang ini termasuk jenis ubi jalar. Masa tanam ubi jepang yang singkat membuat komoditas ini banyak dikembangkan oleh para petani ubi dalam negeri.
Muhammad Sutardi, petani ubi asal Karanganyar, Jawa Tengah mengatakan, ubi jepang memiliki dua kali masa panen dalam setahun. Masa tanam ubi jepang lebih singkat dibandingkan ubi jalar lokal, yakni sekitar 4–5 bulan. Sedangkan ubi jalar lokal perlu waktu 6–8 bulan waktu tanam hingga sampai masa panen.
"Pasarnya juga lebih luas, ubi jepang bisa masuk pabrik dan disetor ke supermarket. Malah katanya beberapa kali dikirim ke luar negeri, seperti Jepang dan Korea. Kalau ubi lokal masih jarang yang bisa masuk supermarket," kata Tardi. Ia juga mengungkapkan jika harga jual ubi jepang paling tinggi jika dibanding jenis ubi lainnya.
Ubi jepang cocok ditanam dengan media tanah berpasir di wilayah pegunungan. Suhu optimum untuk menanam ubi jepang sekitar 23-28 derajat Celcius dengan ketinggian sekitar 600–1.000 mdpl. Tanaman ubi jalar, khususnya ubi jepang memang sangat cocok ditanam di negara beriklim tropis seperti Indonesia.
"Saat awal membuat bibit, tanaman ubi jepang harus rutin diberi pupuk dan disiram. Penyiraman dua kali sehari dan pemberian pupuk seminggu dua kali. Usahakan pakai pupuk kandang," jelas Tardi.
Lalu setelah tumbuh tunas, bibit ubi jepang siap dipindahkan ke media yang lebih luas. Sebelum memindahkan bibit tersebut, Tardi bilang, para petani perlu menyiapkan gundukan tanah dengan lebar bawah sekitar 60 centimeter (cm), tinggi sekitar 50 cm. Jarak antar gundukan sekitar 35-40 cm.
Setelah itu gundukan tanah ditutup dengan plastik. Tentu lahan ini sudah dipupuk dan digemburkan dengan cangkul juga sebelumnya. Didiamkan seminggu, lalu dibuat lubang tanam jaraknya sekitar 25x25 centimeter.
Selain perlu memerhatikan proses penanaman awal, perawatan tanaman ubi jepang juga perlu diperhatikan. Alfariz Wiranto, petani asal Cianjur, Jawa Barat mengatakan, setelah dipindah tanam, ubi Jepang tetap perlu disiram secara rutin, satu sampai dua kali sehari, plus dipupuk sebulan sekali.
Ubi jepang ini bisa bertahan hidup meski kurang air seperti saat musim kemarau. "Justru kalau musim kemarau hasil ubinya bagus-bagus. Tapi kalau hujan dan terlalu banyak air biasanya banyak yang busuk. Waktu hujan saya nggak pernah nyiram sama sekali," tandasnya.
Sama seperti tanaman ubi jalar pada umumnya, Fariz bilang, tanaman ubi Jepang juga membutuhkan sinar matahari penuh atau 10–12 jam sehari.
Bicara soal perbanyakan bibit, Fariz mengatakan, selama ini dirinya menggunakan metode vegetatif, yaitu dengan cara stek pucuk. "Memperbanyak bibit bisa pakai stek atau bisa juga pakai umbi. Tapi kalau stek lebih cepat, kalau umbi lebih lama waktunya," ujar Fariz kepada KONTAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News