kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dari coret-coret, bisnis kerajinan tangan Martha Puri Natasande sukses


Minggu, 14 Juli 2019 / 07:00 WIB
Dari coret-coret, bisnis kerajinan tangan Martha Puri Natasande sukses


Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Bisnis kerajinan tangan yang sukses banyak bermula dari hobi. Salah satunya bisnis kerajinan tangan milik Martha Puri Natasande.

Pendiri Ideku Handmade ini merintis bisnis kerajinan tangan nan unik dari hobi menggambar sejak kecil. Perempuan 34 tahun ini senang menggambar kartun. “Terus, bikin boneka dan stoples yang digambar-gambar, frame foto yang dihias-hias begitu,” katanya.

Kini, produk buatannya macam-macam, dengan desain menggemaskan. Ada tempat pensil, wadah botol minum, tote bag, tas punggung anak, tas pinggang, tas laptop, tali tas, syal, dan banyak lagi. Tentu, dengan ciri khas penuh gambar kartun berkelir ceria.

Sayang, Puri menolak buka-bukaan soal omzet. Ia punya alasan: saat ini berencana mengurus pendirian perseroan terbatas (PT) untuk bisnisnya. “Jadi, aku mau laporan keuangan rapi dulu,” jelasnya.

Yang terang, tanpa menyebut angka pasti, tiap bulan Puri memproduksi ribuan produk. Harga jualnya mulai Rp 35.000 hingga Rp 350.000 per produk. Paling favorit: tote bag yang banderol harganya berkisar Rp 195.000–Rp 200.000.

Tapi awalnya, Puri membuat aneka kerajinan tangan tersebut bukan untuk dijual, melainkan, buat diri sendiri atau kado bagi saudara atau teman yang berulang tahun. Cuma, atas saran sepupu, dia akhirnya menawarkan produk-produknya melalui saluran online.

Ketika itu, tahun 2008, Puri menjual produknya lewat situs jual beli Multiply. Ia mengusung nama Ideku Handmade.

“Malamnya saya dan sepupu ke warnet, terus bikin akun di Multiply. Besok subuh ada SMS dari Samarinda, ibu-ibu, mau beli produk saya,” ungkap wanita yang berulang tahun setiap 19 Mei ini.

Terus terang, Puri mengaku kaget, ternyata, ada yang suka dengan produk buatannya. Dan, pembeli pertama dari Samarinda, Kalimantan Timur jadi penyemangatnya untuk serius menekuni usaha itu.

Saat merintis bisnis kerajinan tangan ini, Puri berstatus karyawan Metro TV. Namun, seiring order yang terus mendaki, setelah dua tahun bekerja di stasiun televisi itu, ia pun mengundurkan diri.

“Orangtua mendukung keputusan saya. Dari situ benar-benar fokus untuk Ideku Handmade,” imbuh lulusan Desain Komunikasi Visual STIKOM Interstudi, Jakarta, ini.

Sebab, selain membuka lapak di Multiply, Puri juga jualan lewat web log (blog). Dan, kebanyakan basis pelanggannya berasal dari blog Ideku Handmade.

“Di Multiply cuma list semacam katalog. Kalau blog, kan, ada kisah di balik produk yang dijual,” beber dia.   

Konsep berubah

Keputusannya tepat. Setelah fokus membesarkan Ideku Handmade, permintaan semakin mengalir deras.

Lantaran semua produk merupakan jahitan tangan, Puri pun mulai kewalahan. Maklum, dia hanya punya “pegawai” satu orang yang tak lain adalah temannya.

Itu pun hanya bertugas sebagai administrasi yang mengurus lapak online. Selebihnya, ia yang mengerjakan sendiri, mulai menggambar, mewarnai, hingga menjahit termasuk mengemas dan mengirim barang.

Karena itu, untuk urusan menjahit tangan, Puri merekrut sejumlah ibu yang merupakan tetangga rumahnya di daerah Cilandak, Jakarta. Tapi, proses menjahit produk dilakukan di rumah masing-masing.

Makanya, ia mempekerjakan lagi satu orang sebagai supervisor. “Jadi, diawasi atau diaudit oleh si supervisor ini,” jelasnya.

Tetapi saat ini, semua produk Ideku Handmade bukan lagi jahitan tangan, melainkan mesin. Sebab, produksinya sudah massal. Ini berawal dari produk goodie bag, dengan minimal pemesanan satu lusin.

Hanya, banyak yang bertanya, apakah bisa membeli secara satuan. Biar efisien, Puri akhirnya hanya membuat sketsa gambar yang kemudian dia cetak ke kain. Jadi, dia tak lagi menggambar dan mewarnai satu per satu di kain.

Proses jahit pun menggunakan mesin yang Puri serahkan ke penjahit. “Ternyata, orang tetap suka. Jadilah konsep produksi berubah, langsung bikin banyak,” ungkap dia.

Kini, Puri punya tiga penjahit mitra yang bekerja di rumah mereka masing-masing tapi hanya untuk Ideku Handmade. Bila pesanan sedang membeludak, ia menambah penjahit. Sedang karyawan yang bekerja di kantor ada tujuh orang.

Sejak tiga tahun lalu, kantor Ideku Handmade berlokasi di wilayah Serpong. Maklum, semenjak menikah, Puri pindah ke Bumi Serpong Damai (BSD).

Sebelum itu, kantornya ada di daerah Cilandak. Awal mulai usaha, ia menyewa salah satu ruangan di rumah Budenya. “Dari awal di rumah, lalu Papa bilang, ini rumah, kok, berantakan banget,” ujarnya.

Untuk pemasaran, selain lewat Multiply dan blog, dia juga menawarkan produknya di media sosial Facebook dan Twitter. Terlebih, pasca Multiply menutup layanannya pada 2013.

“Justru IG (Instagram) saya telat masuknya, baru tahun 2014. Saya pikir saat itu IG hanya untuk artis saja,” kata Puri.

Itu pun ia akhirnya membuka lapak di Instagram setelah seorang teman menyarankan untuk mencoba dulu. Karena masih enggak yakin, setelah mengunggah beberapa foto produk, dia tidak pernah menengok toko di IG selama dua bulan.

“Pas buka lagi, ternyata ada 4.000 yang follow. Saya kaget banget. Dari situlah saya mulai serius penjualan lewat IG,” sebutnya.

Lapak dalam jaringan (daring) milik Puri bertambah setelah bergabung di Tokopedia pada 2018. Awalnya, ia jadi pembicara di Makerfest Tokopedia.

“Setelah itu saya mikir, kok, saya menjadi pembicara di acara Tokopedia tapi enggak jualan di situ. Ya sudah, saya putuskan untuk coba deh buka di Tokopedia,” jelasnya.

Menurut Puri, selama ini dirinya tidak membuka lapak di marketplace lantaran kebanyakan pelanggannya enggan berbelanja di platform pasar elektronik. Mereka lebih senang belanja di toko yang punya layanan tanya jawab berupa pesan instan WhatsApp. Maklum, mereka suka banyak bertanya sebelum membeli produk.

Cuma, setelah membuka lapak di Tokopedia, justru penjualan Ideku Handmade lebih banyak lewat platform marketplace ini. “Kan, ada fitur chatting juga. Kalau ada yang tanya di Tokopedia akan segera kami jawab. Pelanggan saya mau migrasi soalnya tim saya cepat balasnya,” ungkap Puri.

Sempat mau tutup

Meski begitu, seperti pengusaha kebanyakan, roda usaha berputar, tidak selalu berada di atas. Puri juga pernah punya pengalaman pahit. “Saya benar-benar enggak pernah kepikiran mau tutup usaha ini, kecuali saat itu,” ungkap dia.

Saat itu maksudnya, menjelang Lebaran 2017. Puri kaget bukan kepalang setelah melihat pembukuan, bahwa pengeluaran ternyata lebih besar dari pemasukan. Padahal, ia merasa, order tidak pernah menyusut, malah terus bertambah.

Momen itu sampai membuatnya benar-benar ngomong secara terbuka ke semua karyawan, bahwa uang pribadinya enggak cukup untuk bisa menutup semua defisit. “Jadi, saya bilang ke karyawan, usaha ini akan saya tutup. Tapi, justru mereka yang menguatkan saya untuk jalan terus,” katanya.

Namun, Puri mengungkapkan, selama enam bulan, dirinya hampir setiap hari menangis. Bagaimana tidak? Uang tabungannya habis buat menggaji karyawan. Sebab, kas kantor hanya cukup untuk membiayai produksi.

“Padahal, waktu itu publikasi lagi tinggi banget, diundang jadi pembicara di mana-mana. Tapi, keuangannya, kok, minus parah banget, padahal order juga banyak. Saya jadi bingung juga,” beber dia tanpa mau mengungkap nilai minus keuangan usahanya.

Usut punya usut, ternyata ada kesalahan di pencatatan keuangan. Setelah kejadian itu, Puri pun belajar ke teman-teman yang kuliahnya di jurusan akuntansi.

“Seharusnya uang ini masuknya ke sini, bukan ke situ. Dan, Puji Tuhan, setelah diterapkan empat–enam bulan, kelihatan banget hasilnya, neracanya positif,” ujarnya.

Bukan cuma itu, perkembangan bisnisnya juga makin positif. Puri kerap mendapatkan pesanan pembuatan merchandise dari sejumlah perusahaan.

Sekali order bisa 1.000–5.000 pieces. Misalnya, pesanan dari produsen susu Enfagrow dan Sustagen, serta perusahaan sabun antiseptik Dettol.

Tentu, Puri punya segudang rencana untuk membesarkan usahanya. Contoh, membuka toko di mal.

Cuma, lantaran sewa tempatnya terbilang mahal, ia masih belum ketemu cara untuk membuat produk yang bagus dengan harga terjangkau. “Saya juga ingin Ideku Handmade bisa jadi one stop shopping, bisa belanja sekalian merchandise,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×