kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dattabot fokus olah data agrikultur


Sabtu, 21 April 2018 / 08:20 WIB
Dattabot fokus olah data agrikultur


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Kehadiran data menjadi suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Terlebih, di era serba teknologi informasi ini. Pengelolaan data dengan bijak pun dapat membuahkan keputusan yang tepat bagi perkembangan perusahaan.

Tak heran, jasa analisis data kian menjamur. Apalagi,  kehadiran internet mempermudah akumulasi data yang setiap saat bisa saja berubah. Selanjutnya, data diolah menjadi sebuah informasi yang berguna bagi pengembangan bisnis.

Hal inilah yang dilakukan oleh Imron Zuhri, Regi Wahyu, dan Tom Malik mengusung Dattabot sejak 2015. Mereka membesut usaha analisis data dengan misi awal terbentukya transparansi terhadap data-data di Indonesia. "Meski penetrasi internet sudah besar hingga lebih dari 60% di Indonesia, sayang, banyak sekali data, dokumen, dan informasi, masih dalam berbasis kertas seperti KTP dan akta kelahiran," ujar Regi selaku CEO Dattabot kepada KONTAN di Jakarta.

Pemberinaan nama Dattabot memiliki makna tersendiri bagi perusahaan ini. Terdiri dari tiga elemen, yaitu Data, Bot dan huruf 'T' dalam penulisan Datta. Data menggambarkan bisnisnya sebagai perusahaan data analytics. Bot yang merupakan kependekan robot, yang menggambarkan kemampuan artificial intelligence (AI) untuk secara otomatis mengolah data. "Lalu, penulisan Datta dengan dobel 'T' melambangkan tiga founding partner kami, karena Datta dalam mitologi Hindu adalah inkarnasi dari tiga dewa utama (Brahma, Wisnu, dan Shiva),” jelas Regi.

Regi menyayangkan banyak data personal yang sensitif dan strategis, masih berformat kertas atau non digital. Hal inilah yang dianggap sebagai pekerjaan rumah bagi Dattabot, yakni bagaimana membawa offline world menuju online world.

Selanjutnya, melalui data yang sudah diolah,diharapkan bisa memberi solusi.  "Seperti sekarang kami fokus ke agrikultural di Indonesia, karena hampir semua bahan makanan padi, jagung, kedelai hampir semuanya diimpor. Harus ada asimetris informasi bagaimana kami bisa mendapatkan data-data granular dari setiap petak sawah di Indonesia dan bisa dikumpulkan secara otomatis dengan teknologi," jelas Regi.

Melalui data tersebut, nanti bisa diketahui jumlah suplai yang ada di daerah tersebut.  Lalu, data tentang waktu penanaman, panen, jenis bibit yang dipakai, pupuk, keadaan tanah dan kondisi udara di daerah tersebut.

Data-data tersebut, nanti juga bisa digunakan oleh para pedagang dan juga para institusi keuangan untuk memberikan modal kerja bagi para petani. Selain itu, juga bisa digunakan oleh perusahaan pupuk, pestisida dan herbisida. "Karena data soal ini belum ada, maka kami fokus ke sini," ujar Regi.

Ekspansi tujuh negara

Sebelumnya, sejak 2015 hingga 2016, Dattabot telah melakukan uji coba terhadap delapan sektor data seperti industrial, health care, finansial, telekomunikasi, hukum, ritail, media dan agrikultur. Namun Regi dan tim memutuskan fokus pada agrikultur sejak awal 2017. "Kami memutuskan masuk ke agrikultur karena merupakan poin utama sebagai negara mampu memiliki pangan yang berkelanjutan," pungkas Regi.

Meskipun fokus pada satu bidang tersebut, Dattabot sudah memiliki kerja sama dengan mitra strategis. seperti dengan General Electric (GE) agar dapat masuk ke dalam industri pembangkit listrik, Microsoft, Talend dan Planet. Juga bekerja sama dengan pelaku health care dan hukum online.

Sejak fokus agrikultur, hingga saat ini Dattabot sudah mengumpulkan 12.000 data petani. Namun, Dattabot memilih menyasar daerah di bagian Indonesia Timur lantaran daerah paling timur Indonesia dinilai masih minim data. Dattabot pun masuk ke daerah seperti Bima, Sumba, dan Kupang.

Data-data petani lengkap meliputi identitas, pupuk yang digunakan, luas lahan, bibit, dan sebagainya. "Data-data ini sudah memiliki geotagging-nya dengan bantuan citra satelit, kami tahu letak lahan masing-masing petani tersebut," jelas Regi.

Dalam pengumpulan data-data tersebut, Dattabot memiliki instrument tools sendiri, karena mereka juga menjalin kerja sama dengan perusahaan satelit. Dattabot pun menurunkan beberapa agen langsung ke lapangan untuk melakukan pendataan.

Selanjutnya, data-data itu akan diolah menggunakan teknologi blockchain sehingga dapat digunakan oleh pihak perbankan dalam melakukan verifikasi penyaluran kredit. Begitu pun dengan penyedia asuransi guna menilai profil resiko para petani.

Melalui teknologi blockchain ini, Regi yakin data-data yang diolah oleh Dattabot dijamin kerahasiaanya. "Saat ini sudah ada tiga bank, perusahaan teknologi finasial, dan dua perusahaan asuransi lokal dan internasional yang sudah menjadi mitra Dattabot. Namun, saya belum bisa sampaikan siapa saja mereka," ujar Regi.

Nah, agar para petani mau membagikan informasi datanya, Dattabot memiliki jurus tersendiri, yakni memberikan intensif berupa poin bagi petani yang rajin membagikan informasinya. Reward ini dapat ditukarkan dengan berbagai potongan harga hingga mengikuti umrah atau haji secara gratis.

"Dari 12.000 petani yang sudah kami data, saat ini kami sedang uji coba manfaat data ini pada 2.000 petani. Kami sedang mencari model manfaat yang paling tepat. Tapi targetnya hingga akhir tahun ini terdapat 40.000 petani menerima manfaat dari Dattabot ini," ujar Regi.

Saat ini Dattabot memiliki 127 karyawan dengan kantor pusat di Jakarta. Regi menyatakan, kendala yang dihadapi oleh Dattabot berupa talent dan ketersediaan dari data itu sendiri.

"Kalau cari data kan susah ya di Indonesia ini. Ini yang kami usahakan terus-menerus untuk memastikan orang mau membuka dirinya dengan data-data yang ada. Tentunya ada kode etiknya," ujar Regi.

Regi bilang pihaknya memiliki ambisi agar dapat memasuki delapan negara equator seperti Indonesia, Thailand, Vietnam, Uganda, Kenya, Colombia, Peru, dan Brazil. Namun, pada 2018 ini, Dattabot masih akan fokus pada pendataan data-data Indonesia dulu, sebelum melakukan ekspansi ke tujuh negara lainnya.

"Kami harus memastikan sistem yang ada di Indonesia bekerja dengan baik, dan juga sejauh mana petani di Indonesia menerima manfaat dari Dattabot. Barulah kami ekspansi," tutur Regi.

Berbicara pendanaan, Regi menyatakan Dattabot sudah mendapatkan pendanaan tahap A sebesar US$ 4 juta dari Alpha JWC Ventures sejak tahun 2016 lalu. Pendanaan ini bahkan sudah digunakan oleh Dattabot untuk mengembangkan riset dan pengembangan delapan sektor awal Dattabot.

"Pada bulan April ini, kami juga akan mengumumkan bahwa kami akan proses sesuatu yang baru dalam proses funding round yang pastinya tidaklah dalam bentuk tradisional. Nanti dana yang terkumpul selain untuk melanjutkan misi di Indonesia juga untuk ekspansi ke delapan negara tadi," tutup Regi.  

Pemakaian data harus dapat persetujuan petani

Pengamat Indonesia Information and Communication Technology (ICT) Heru Sutadi menilai model bisnis Dattabot memiliki prospek yang besar di Indonesia. Pasalnya, Dattabot menggumpulkan dan menggolah data agrikultural yang belum banyak disentuh oleh startup lainnya.

"Secara potensi memang akan dibutuhkan ke depannya di Indonesia. Namun agak berat di awal karena petani masih mengolah semuanya secara tradisional dan manual. Apalagi bicara big data atau teknologi satelit," ujar Heru kepada KONTAN.

Menurut Heru Dattabot dapat melihat peluang dalam membantu mengotomasi hal-hal pengolahan yang dilakukan secara tradisional. Contohnya, otomasi pengaturan kolam bagi petani tambak atau peternak ikan seperti lele. Atau mengecek suhu, PH, memberi makan dan lain-lain. "Kalaupun analitik, tidak dilakukan di petani tapi di koperasi petani," pungkas Heru.

Namun Heru menegaskan agar data -data yang diolah oleh Dattabot haruslah dijaga. "Kerahasian data penting, di sektor mana pun. Termasuk pada para petani. Data hanya dipakai untuk petani bersangkutan saja. Jadi, kalau dijual atau disampaikan pihak lain harus persetujuan petani tersebut. Ini harus masuk dalam perlindungan data yg dilindungi negara, yg harusnya dibahas dalam RUU perlindungan data pribadi," tegas Heru.

Terkait minat investor pada sektor pengolahan data agrikultural, Heru menilai saat ini belum terlalu diminati oleh para invesor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Heru memprediksi investor akan mulai banyak masuk ke penglolahan data agrikultural Indonesia pada 2 tahun-3 tahun mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×