kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Daun kelor dan serangga bisa jadi sumber makanan alternatif


Sabtu, 15 September 2018 / 08:00 WIB
Daun kelor dan serangga bisa jadi sumber makanan alternatif


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Sejak dulu, Indonesia dikenal dengan kekayaan aneka ragam hayati. Nah, ada sejumlah tumbuhan dan hewan yang dapat dijadikan bahan pangan alternatif dan pemenuhan gizi. Yakni tanaman kelor dan serangga.

FG Winarno, seorang ahli pangan mengatakan tanaman kelor berpotensi mengatasi masalah malnutrisi di Indonesia. Ia menjelaskan, sebanyak 100 gram (gr) daun kelor kering memiliki kandungan protein dua kali lebih tinggi dari yoghurt dan kalium tiga kali lebih tinggi dari pisang, serta kalsium empat kali lebih tinggi dari susu. "Ini sudah dibuktikan penelitian WHO dan FAO," katanya saat acara bedah buku 'Tanaman Kelor, Serangga Layak Santap, dan Mikrobioma Usus: Peran Probiotik, Prebiotik, dan Parabiotik', Kamis (6/9) di Jakarta.

Tak hanya bergizi tinggi, tanaman kelor juga kaya serat, vitamin A, B dan C, serta mineral, asam amino, senyawa pati, beta karoten, yodium, dan sebagainya. Kelor juga kaya akan senyawa antioksidan yang dapat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.

Daun kelor dapat diolah dengan dimasak, direbus, dikeringkan, bahkan dapat pula dikonsumsi mentah. Daun kelor juga baik dikonsumsi oleh masyarakat dari segala usia, termasuk ibu hamil dan menyusui, serta anak usia enam bulan ke atas.

Sudah begitu, cara menanam tumbuhan ini tidak terlalu sulit.  Ia berpendapat, jika masyarakat bisa memanfaatkan kelor secara maksimal, tidak ada lagi persoalan gizi buruk yang tidak mampu diselesaikan.

Selain kelor, bahan pangan lain yang bisa jadi alternatif untuk mencapai ketahanan pangan adalah serangga. Ada sekitar 1.900 spesies serangga yang ditetapkan sebagai serangga layak konsumsi oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Winarno mengatakan di Indonesia sendiri ada beberapa jenis serangga yang layak dikonsumsi, antara lain belalang, jangkrik, ulat sagu, ulat sutera, laron dan tonggeret.

Nilai gizi tiap jenis serangga berbeda-beda. Namun, secara umum serangga kaya akan protein, asam amino, mikronutrien, mineral, vitamin, dan serat.

Selain bernilai gizi tinggi, serangga dinilai sebagai bahan pangan yang ramah lingkungan dibandingkan peternakan hewan lainnya. Serangga jadi alternatif pangan yang cukup menjanjikan karena memiliki protein lebih tinggi dari kedelai dan kandungan omega 3 lebih tinggi dari ground beef, serta memiliki kandungan lemak tak jenuh. Serangga juga tidak menimbulkan efek samping dikonsumsi. Namun, bagi orang yang memiliki alergi udang, S juga alergi terhadap serangga.

Bayu Krisnamurthi, Ketua Dewan Penasehat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) menyebut bila Indonesia sudah harus mulai memikirkan pangan alternatif. Mengingat kebutuhan lahan untuk beternak dan bertani semakin menipis.                     

Bergizi tinggi, daun kelor dan serangga juga mendatangkan untung

Salah satu pelaku usaha yang sukses meraup keuntungan dari kelor adalah Dudi Krisnadi, pemilik Kelorina asal Blora, Jawa Tengah. Ia menggarap bisnis kelor dari hulu sampai hilir sejak tahun 2010.

Pria 48 tahun ini mengolahberbagai bagian kelor menjadi sejumlah produk. Daun kelor diolah menjadi serbuk yang disebut moringa powder. Biji kelor diolah menjadi minyak essential. Permintaan ekspor minyak kelor ini sangat tinggi, terutama ke Korea dan Jepang. Sedangkan serbuk sering diekspor ke Vietnam, Thailand, Singapura, Eropa dan Timur Tengah. "Permintaan justru paling banyak dari luar negeri," ujar Dudi.

Untuk pasar ekspor, moringa powder kualitas 500 mesh dibanderol Rp 2 juta per kilogram (kg). Sedangkan minyak kelor dibanderol hingga Rp 2,5 juta per liter. Sedangkan untuk pasar lokal, Dudi memasarkan aneka produk olahan kelor melalui 71 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia. Harganya pun berbeda, serbuk kelor dibanderol Rp 340.000 per kg dan minyak kelor dibanderol Rp 350.000 per liter.

Dudi menjelaskan serbuk kelor atau moringa powder bisa dikonsumsi dengam cara diseduh seperti teh atau ditaburkan langsung sebagai campuran makanan. Bisa juga serbuk tersebut dimasukkan ke dalam kapsul menjadi kapsul herbal. "Buat kaum perempuan, biasanya juga bisa buat masker wajah. Penggunaannya sama seperti pakai masker bubuk biasa," tuturnya.

"Permintaan paling banyak masih serbuk kelor. Minyak kelor juga perlahan mulai meningkat peminatnya. Karena orang Indonesia sekarang mulai terbiasa melakukan perawatan kulit dengan minyak, kalau dulu masih belum tren," ungkapnya. Dudi mengaku bisa mengantongi omzet hingga ratusan juta rupiah saban bulan.

Tak hanya Dudi yang meraup keuntungan dari olahan kelor, Yoga Suwirya, pemilik Yogya Keripik juga mengaku bisa meraup keuntungan dari berjualan belalang goreng. Belum banyak masyarakat yang mengetahui jika belalang goreng menjadi salah satu oleh-oleh khas daerah Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Belalang atau walang goreng sudah cukup lama populer di sekitar Gunung Kidul. Lalu saya berpikiran, kenapa tidak saya jual juga sebagai oleh-oleh khas Jogja, rasanya enak dan bentuknya unik, hanya ada di sini," kata Yoga.

Satu toples belalang goreng merek Gareng berisi 150 gram belalang goreng dibanderol Rp 37.000. "Penggemarnya lumayan banyak ini, dari seluruh Indonesia," ujar Yoga. Dalam sebulan, ia bisa menjual 400 - 500 toples belalang goreng.  

Yoga bilang, selain padat gizi belalang goreng juga enak rasanya. Bumbu gurih meresap sampai ke kulit dan daging belalang. "Seperti makan udang, tapi kalau belalang karena dagingnya nggak tebal, jadi lebih garing dan krispi," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×