kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dedi tujuh tahun menimba ilmu merajut (1)


Senin, 07 Maret 2011 / 13:22 WIB
Dedi tujuh tahun menimba ilmu merajut (1)
ILUSTRASI. bioskop Flix Cinema dari grup Agung sedayu group di Pantai Indah Kapuk PIK Jakarta Utara


Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi

Dedi Suherman saat ini bisa dibilang sangat sukses sebagai pengusaha rajutan. Namun, kesuksesan itu tidak didapatnya dengan mudah. Ia harus bekerja tujuh tahun untuk mempelajari ilmu merajut. Bahkan, dia sempat ditipu oleh distributor yang menyebabkan usaha yang baru dirintis selama setahun gulung tikar.

Saat ini Dedi Suherman boleh bernapas lega. Kerja kerasnya membangun usaha pakaian rajut telah membuahkan hasil. Bahkan, pengusaha kain rajut di Kampung Binong Jati, Bandung ini sudah mampu meraih omzet Rp 200 juta per bulan dari usahanya.

Namun, keberhasilan usahanya ini bukan tanpa keringat dan kerja keras. Dedi bercerita bahwa dulu sebelum menjadi pengusaha kain rajutan yang sukses, ia telah mengalami jatuh bangun. Sebagai anak seorang tentara, Dedi diharapkan untuk tidak menjadi pengusaha namun mengikuti jejak sang ayah untuk menjadi tentara juga. Namun, harapan orang tua itu tak sejalan dengan keinginan Dedi.

Ia ingin berbisnis rajutan seperti banyak dijalani oleh tetangganya di Kampung Binong Jati. Binong Jati memang terkenal sebagai kampung penghasil rajutan di Bandung.

Sebagian besar penduduk Binong Jati hidup dari usaha rajutan. Dengan keinginan itu, selepas menamatkan bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) Dedi memutuskan bekerja sebagai buruh di perusahaan rajutan. "Saya menjadi buruh karena ingin belajar merajut," kata pria berusia 37 tahun ini.

Selama tujuh tahun, Dedi bekerja di perusahaan rajutan milik tetangga. Setelah merasa cukup, ia lalu membangun usaha sendiri di awal tahun 1998. Keputusan membangun usaha secara mandiri itu diambil karena dorongan sang istri. Apalagi, sang istri tahu bahwa Dedi sudah mempunyai cukup ilmu proses produksi hingga distribusi rajutan.

Meski sempat ragu, Dedi tetap melanjutkan keinginan istri. Bermodalkan satu mesin pemberian keluarga yang mempunyai usaha rajutan, ia memulai langkah menjadi pengusaha.

Ia beruntung. Di tahun pertama mulai berbisnis, Kampung Binong Jati kebanjiran order rajutan. "Kami tidak perlu repot-repot memasarkan produk karena ada yang mengangkut hasil rajutan," tuturnya.

Krisis moneter yang berlangsung saat itu juga menjadi berkah baginya. Sebab, produk lokal Binong Jati menjadi pilihan para pedagang pakaian. Selain harganya jauh lebih murah, kualitas yang baik membuat produk Binong Jati banyak disukai. Apalagi saat itu, kenang Dedi, produk China belum sebanyak sekarang.

Dibantu satu orang pegawai dan istri yang bertugas membuat pola dan model rajutan, Dedi mulai membuat rajutan sendiri. Ia lalu menjual hasil rajutan ke tetangga sekitar yang telah memiliki distributor tetap.

Tidak butuh waktu sampai satu tahun, Dedi mampu membeli mesin rajut baru. Ia meningkatkan jumlah produksi menjadi 15 lusin-20 lusin rajutan dengan omzet mencapai Rp 15 juta per minggu. Omzet yang didapatnya waktu itu tidaklah kecil.

Namun nasib Dedi berputar. Kerajaan bisnis yang dia bangun tidaklah langgeng. Baru setahun berdiri atau pada pertengahan tahun 1999, usaha rajutannya gulung tikar. Ia ditipu salah satu distributor yang tak kunjung membayarkan rajutan yang dibelinya. Kerugian Dedi pun mencapai ratusan juta rupiah.

Untuk menyambung hidup keluarga, Dedi bahkan rela bekerja di keluarga sang istri sambil mengumpulkan modal. "Saat itu bisa dibilang menjadi masa terpahit dalam hidup saya," kata Dedi terbata-bata.

Ia mengaku sempat putus asa dan berkeinginan untuk mencari pekerjaan lain. Namun, karena hanya memiliki ijasah sekolah menengah atas dan keterampilan merajut, ia mengurungkan niatnya. Ia bertahan di bisnis rajutan walau tidak lagi sebagai majikan. "Saya ingin mengumpulkan modal lagi," katanya.

Kesabarannya berbuah manis. Setelah bekerja dengan ulet dan keras selama tiga tahun, Dedi berhasil mendapatkan pinjaman dari sebuah bank sebesar Rp 40 juta. Dana pinjaman itu lalu langsung dia belikan mesin rajut baru serta kebutuhan produksi rajutan.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×