Reporter: Marantina | Editor: Dupla Kartini
Anda penggemar buku dan sedang berkunjung ke Medan, tak ada salahnya mampir ke Titi Gantung. Di sana terdapat sentra penjualan buku bekas dan buku baru yang harganya murah. Keberadaan sentra buku di lokasi tersebut sejak 1970-an menjadikan Titi Gantung sebagai salah satu ikon Kota Medan.
Tak sulit menjangkau sentra tersebut. Titi Gantung terletak di Jalan Sersan Ikhsan, Kecamatan Medan Deli. Lokasinya tepat di belakang Stasiun Kereta Api Medan.
Dalam bahasa lokal, titi berarti jembatan. Dulu, jembatan gantung bercat hijau itu dibangun oleh Belanda. Sejak 1970-an, sebagian badan jembatan dijadikan salah satu tempat para pedagang berjualan buku.
Salah seorang penjual buku, Mariam bercerita, ia sudah berjualan di sana sejak 30 tahun silam. "Awalnya, saya sering beli buku bekas di sentra ini ketika masih sekolah. Setelah lulus, saya membuka lapak di jembatan untuk menjual buku-buku murah," kenang perempuan kelahiran 57 tahun silam ini.
Kemudian, sejak tahun 2000-an, Mariam pindah ke kios sewaan di ujung jembatan. Sekadar gambaran, PT KAI menyewakan beberapa kios permanen di ujung jembatan.
Kata Mariam, dulu ada lebih dari 50 pedagang buku di Titi Gantung. Selain menempati kios milik KAI, ada pula yang membangun lapak atau kios semi permanen di sekitar jembatan. "Tapi, setelah direlokasi oleh Pemerintah Kota Medan pada Juni 2010, sebagian pindah ke kawasan Lapangan Merdeka. Sekarang, hanya tersisa belasan pedagang di sini," tuturnya.
Di kiosnya, ibu dari dua orang putra ini menjual aneka buku pelajaran sekolah, mulai dari taman kanak-kanak (TK) hingga tingkat perguruan tinggi (PT). Ia membanderol buku bekas seharga Rp 10.000 - Rp 50.000 per buah. Sementara, buku baru dilego mulai Rp 50.000 hingga ratusan ribu. Mariam mengaku, bisa mendulang omzet sekitar Rp 2 juta per hari.
Pedagang lain yang masih bertahan di Titi Gantung, Jeffri mengaku tetap berjualan di sentra tersebut lantaran sudah membayar biaya sewa pada PT KAI. “Saya bayar sewa kios Rp 12 juta per tahun, dan sudah punya banyak langganan, jadi lebih senang berjualan di sini,” ungkapnya.
Padahal, Pemkot Medan memberikan subsidi untuk biaya relokasi. "Tapi, kami sudah merasa nyaman berjualan di Titi Gantung," imbuh Mariam.
Pedagang buku lainnya, Poniran (55) mengaku, ia sempat pindah ke Lapangan Merdeka, tapi hanya sebentar. "Saya kembali lagi ke sini, karena merasa lebih nyaman di Titi Gantung. Apalagi, saya sudah berjualan di sini puluhan tahun," tutur bapak empat orang anak ini.
Poniran khusus menjual buku-buku pelajaran sekolah. Untuk buku bekas, dibanderol Rp 5.000 - Rp 40.000 per buah. Sedangkan, buku baru dijual lebih murah alias didiskon 30% dibandingkan harga pasaran, yaitu berkisar Rp 40.000 - Rp 100.000 per buah. Dalam sehari, Poniran bisa mengantongi omzet Rp 500.000. Bahkan, jika sedang ramai, omzetnya mencapai Rp 1 juta sehari. (Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News