kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dingin rasa yoghurtnya, panas margin untungnya


Jumat, 13 Januari 2012 / 15:26 WIB
Dingin rasa yoghurtnya, panas margin untungnya
ILUSTRASI. Investor melintas di depan papan pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia Jakarta./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo.


Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Tri Adi

Tren menikmati yoghurt beku alias frozen yoghurt (froyo) memang sudah muncul beberapa tahun lalu. Tapi, tren tersebut masih bertahan sampai sekarang. Maklum saja, yoghurt sudah identik menjadi gaya hidup sehat. Makanan ini dipercaya bermanfaat menjaga sistem pencernaan.

Karena itu pula, meski biasanya harga froyo lebih mahal ketimbang es krim, peminatnya masih cukup banyak. “Ada tiga manfaat mengonsumsi yoghurt, yakni mencegah jantung koroner, mencegah kanker usus, dan keseimbangan saluran pencernaan,” ujar Djunaidi Hekso Atmodjo, Franchise Head Sour Sally.

Promosi semacam itu membuat banyak konsumen yang sangat peduli kepada kesehatan tubuh beralih dari makan es krim ke yoghurt beku. Peminat yoghurt beku juga tidak terbatas anak-anak. Orang dewasa pun menyukai froyo.

Demam froyo juga mewabah hingga ke luar kota Jakarta. Masyarakat di kota besar lainnya mulai biasa mencicipi gaya hidup nongkrong ditemani satu cangkir (cup) froyo. Tak ayal, di beberapa kota besar pun mulai menjamur gerai froyo.

Target pasar gerai froyo sekarang ini memang masih membidik kalangan menengah atas. Sebab, harga jual yoghurt beku memang lebih mahal. Maklum, modal usaha ini memang jauh lebih besar. Karena itu pula, biasanya, tampilan gerai froyo di mal tak kalah mentereng dibanding kedai kopi kelas atas.

Meski begitu, tetap ada peluang yang belum banyak digarap oleh pemain besar, yakni membuka gerai yoghurt beku dengan harga miring untuk kelas menengah bawah. Peluangnya masih besar lantaran gerai yang ada saat ini masih membidik pengunjung mal. Padahal, jenis makanan ini cocok untuk semua kalangan. Artinya, jika jeli melihat peluang, Anda masih bisa membuat usaha froyo dengan target pasar yang berbeda.

Apakah Anda tertarik membuka gerai yoghurt beku ini? Mari kita tengok simulasi usaha ini dan membandingkan antara usaha dengan skema waralaba dengan membuka gerai froyo sendiri.


• Waralaba Sour Sally

Jika ingin menjadi pengusaha froyo lewat jalur instan, Anda bisa mengambil tawaran waralaba gerai froyo dari PT Berjaya Sally Ceria, pemilik merek Sour Sally. Meski sudah hadir sejak 2008, baru akhir tahun lalu, Sour Sally menawarkan waralaba. Kini, Sour Sally sudah memiliki 28 outlet sendiri di Jakarta, Surabaya, Bali, Medan, Makassar, dan Singapura. Sedangkan gerai milik terwaralaba (franchisee) baru ada dua , yakni di Jakarta dan Semarang.

Djunaidi bilang, meski menawarkan waralaba, Sour Sally tidak terlalu bernafsu menambah jumlah gerai lebih banyak. “Sour Sally hanya menargetkan bisa menambah lima gerai waralaba setahun,” ujar dia.

Sour Sally cukup selektif dalam memilih calon terwaralaba. Djunaidi menjelaskan, untuk membuka waralaba Sour Sally, calon terwaralaba harus mau menjadi owner operator. Artinya, ia tidak sekadar menyerahkan operasional ke karyawan.

Rencana penambahan gerai terwaralaba juga harus di luar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Prioritas Sour Sally adalah di kota besar seperti Makassar dan Medan. Targetnya tetap sama, kalangan menengah atas. Selain itu, tempat yang akan dijadikan gerai baru harus memenuhi standar kelayakan tertentu. Calon lokasi tersebut akan disurvei terlebih dahulu oleh tim Sour Sally.

Djunaidi menjelaskan, salah satu syarat lokasi yang harus dimiliki calon terwaralaba adalah mempunyai luas minimal 30 meter persegi (m²). Lokasi gerai tersebut juga harus berada di pusat perbelanjaan, mal, atau Plaza kelas premium. Tak hanya itu, pengunjung mal atau plaza tersebut minimal antara 20.000 sampai 30.000 orang per hari. “Pengunjung mal tersebut juga harus didominasi oleh pelajar, remaja, dewasa muda, dan keluarga,” tuturnya.

Djunaedi menyarankan, lebih baik, lokasi gerai yang akan dibangun juga berada di pusat keramaian pengunjung, seperti food court, arena bermain, lobi utama, anchor tenant, dan lokasi-lokasi sejenis lainnya.

Jika sudah lokasi sudah sesuai, Anda masih harus menyediakan modal untuk mendirikan gerai. Sour Sally membanderol biaya pemakaian merek (joining fee license) senilai Rp 300 juta. Joining fee ini berlaku selama lima tahun dan bisa diperpanjang. Tapi, menurut Djunaidi, terwaralaba wajib mengajukan permohonan perpanjangan paling tidak 90 hari sebelum masa kerja sama berakhir. “Biaya perpanjangan akan ditentukan di kemudian hari,” ujarnya.

Sekadar catatan, dengan dana tersebut, Anda masih belum bisa mendapatkan mesin dan perlengkapan lain. Karena itu, Anda juga masih harus menyiapkan tambahan modal untuk membeli mesin, peralatan, desain, membayar jasa kontraktor interior, dan lainnya. Pembelian mesin dan peralatan tentu harus melalui Sour Sally. Desain yang harus digunakan juga seperti gerai Sour Sally pada umumnya. Sayangnya, Djunaidi enggan memerinci berapa biaya membeli peralatan mesin dan lainnya. Tapi, ia menaksir, total jenderal modal yang disiapkan untuk memulai bisnis ini sekitar Rp 800 juta-Rp 1 miliar.

Selain tempat, terwaralaba juga harus menyiapkan karyawan. Minimal jumlah karyawan untuk satu gerai adalah standar lima orang. Perinciannya, satu orang supervisor, dua captain, dan dua team member. Jumlah karyawan ini bisa saja bertambah, menyesuaikan peningkatan kinerja gerai. Karyawan tersebut, menurut Djunaidi, akan dilatih soal proses pembuatan froyo terlebih dahulu selama beberapa minggu. Baru, setelah siap, para karyawan bisa mulai bekerja.

Djunaidi menambahkan, jika mengikuti waralaba ini, Sour Sally akan menjamin pasokan bahan baku. Misalnya bahan dan kebutuhan utama gerai Sour Sally. Tapi, Sour Sally juga bakal mengenakan biaya manajemen (management fee) sebesar 6% dari pendapatan kotor tiap bulan. Lazimnya, omzet dari tiap gerai mencapai ratusan juta rupiah per bulan.

Sayangnya, Djunaidi tidak menyebut dengan pasti rata-rata omzet gerai Sour Sally. Menurutnya, besaran omzet sangat bergantung pada lokasi, tingkat kompetisi, dan peran aktif terwaralaba. Tapi, ia memastikan, margin bisnis ini bisa sekitar 30%-40% dari omzet.

Selain itu, kalau bisnis ini berjalan dengan baik dan sesuai ekspektasi, manajemen Sour Sally memperkirakan, mitra waralaba bisa balik modal di bawah dua tahun. “Tergantung lokasi yang dipilih dan kemampuan terwaralaba menjalankannya,” tambah Djunaidi.

Salah satu terwaralaba Sour Sally di Kuningan City, Irene, mengaku memilih waralaba Sour Sally karena prospek bisnis ini cukup bagus. “Gerai selalu ramai didatangi pengunjung setiap hari,” terang dia.

Irene mengakui, proses untuk memulai bisnis ini cukup lama. “Saya mulai proses menjadi terwaralaba pertengahan tahun lalu dan baru berhasil membuka gerai pada Desember 2011 ini,” tutur pemilik gerai waralaba Sour Sally pertama itu. Dia bilang, total investasi yang ia butuhkan untuk memulai bisnis ini sekitar Rp 1 miliar. Ini mencakup joining fee, sewa tempat, renovasi, dan kebutuhan lain.


• Membuka gerai froyo sendiri

Jika yakin bisa menjalankan bisnis ini sendiri tanpa harus mengambil waralaba, Anda bisa memulainya dengan beberapa tahap. Pertama, Anda perlu menentukan target pasar. Indikator paling gampang adalah menentukan lokasi gerai yang bakal Anda pilih. Anda bisa membuat gerai di mal atau di luar. Tapi, kalau pun di luar mal, pastikan lokasinya cukup banyak pengunjung, entah areal komersial atau perumahan.

Setelah menentukan lokasi dan segmen yang dibidik, tahap berikutnya adalah mencari peralatan. Ada banyak distributor alat ini. Anda bisa menelusuri di mesin pencari di internet. Menurut Samudra Wibowo, salah satu distributor mesin dan peralatan froyo, ada banyak pilihan mesin pembuat froyo. Harga mesin standar mulai Rp 16 juta. Sementara, yang bagus harganya di atas Rp 30 juta per unit.

Harga cukup menentukan kapasitas dan spesifikasi mesin yang tersebut. Menurut Samudra, harga mesin yang murah menunjukkan kapasitas produksinya juga kecil. Kapasitas produksi ini diukur dari lamanya proses pendinginan dan jumlah keran pada alat.

Karena itu, jika Anda memperkirakan harus melayani pelanggan cukup banyak dengan cepat, Anda harus mencari mesin yang punya kapasitas besar. “Jika membuka usaha di sekolah, misalnya, waktu ramai hanya pada jam tertentu. Padahal, mesin membutuhkan waktu pendinginan beberapa menit untuk menghasilkan froyo beberapa cup,” tutur Samudra.

Mesin pembuat froyo dengan harga di atas Rp 30 juta, biasanya, memiliki tiga keran froyo dengan waktu pendinginan relatif lebih cepat, yakni sekitar tujuh menit. Sedangkan mesin dengan harga yang di bawah itu biasanya butuh proses pendinginan sampai 20 menit.

Selain menyiapkan modal untuk mencari tempat dan membeli mesin, Anda juga harus menyiapkan karyawan. Samudra bilang, usaha ini tidak membutuhkan banyak karyawan. Dengan dua karyawan saja, usaha sudah bisa berjalan. Perinciannya, satu karyawan sebagai kasir dan lainnya pelayan.

Mengolah froyo terbilang mudah. Samudra memaparkan, Anda cukup mencampur bubuk krim yang sudah dicampur dengan susu fermentasi dengan air. Kemudian, masukkan semua ke mesin froyo. “Takarannya satu kilogram (kg) bubuk menggunakan dua liter air dan dua liter susu fermentasi,” ujar Samudra. Bahan baku seperti bubuk menurut Samudra cukup mudah ditemukan di pasar. Beberapa toko online juga menjual produk ini.

Bahan baku froyo, menurut Samudra, hampir sama dengan bahan baku soft ice cream. Bahan baku tersebut bisa dibeli di pabrik es krim seperti Pondaan, Diamond, dan lainnya. Tapi, tingkat pendinginan es krim dan froyo agak berbeda. “Tingkat suhu pendinginan es krim rendah sedangkan froyo lebih tinggi,” kata dia.

Samudra menambahkan, harga bahan baku bubuk dan susu fermentasi berkisar Rp 125.000 per kilogram (kg). Bahan itu bisa menghasilkan 55 cup froyo. Biasanya, penjual melego froyo mulai Rp 12.000 per cup. “Tidak ada froyo yang dijual di harga di bawah Rp 10.000 per cup,” ungkap dia. Jika hanya memperhitungkan biaya bahan baku, margin untung bisnis ini bisa ratusan persen.

Samudra menghitung, jika mampu menghabiskan sampai lima kilogram bubuk es krim setiap hari, bermodal mesin seharga Rp 30 jutaan, dan biaya renovasi tempat, balik modal usaha ini bisa sekitar tiga hingga empat bulan.

Jadi bagaimana? Selamat menentukan strategi untuk memulai bisnis froyo?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×