Reporter: Rani Nossar, Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri
Selama ini, krokot dikenal sebagai tanaman liar yang tidak dikehendaki serta merugikan. Padahal, faktanya tidak demikian. Tanaman dengan nama ilmiah Portulaca oleracea L ini ternyata berguna dan mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan tubuh.
Antara lain, bisa menyembuhkan radang usus buntu, demam, disentri, penyakit kulit, serta gangguan sistem saluran kencing. Lantaran memiliki banyak kegunaan, belakangan krokot mulai memiliki nilai komersial. Ini ditandai dengan tingginya permintaan krokot di pasar.
Kondisi ini turut mendorong budidaya tanaman gulma ini semakin marak. Salah satu pembudidaya krokot adalah Andy Aryanto di Makassar, Sulawesi Selatan. Pria 33 tahun ini membudidayakan krokot sejak 2011 di lahan seluas 5.000 meter persegi (m²).
"Selain krokot, saya juga budidaya tanaman hias lain, pembuatan pot, dan pembuatan air mancur taman," katanya kepada KONTAN.
Ada dua jenis krokot yang dibudidayakan, yaitu krokot merah dan krokot kuning. Menurut Andy, budidaya krokot menguntungkan karena lebih mudah perawatannya. "Tidak ada biaya khusus, seperti pupuk atau obat lainnya. Tinggal siram air saja," jelasnya.
Baik krokot kuning dan merah dihargai Rp 1.500 per pohon dengan ukuran 10 centimeter (cm). Menurut Andy, kedua jenis krokot itu hampir sama. Hanya krokot merah lebih tahan sinar matahari.
Dari krokot saja, Andy bisa mengantongi omzet minimal Rp 3 juta per bulan. Omzet sebanyak itu didapat dari penjualan 2.000 batang krokot.
Menurut Andy, karena perawatannya mudah, laba budidaya tanaman ini juga lumayan besar. "Laba bisa mencapai sebesar 30% sampai 40% dari omzet," katanya.
Selain Makassar, konsumennya juga datang dari daerah lain, seperti Maluku dan Papua. Kebanyakan dari mereka adalah pedagang tanaman hias yang akan menjual lagi krokot tersebut di daerahnya. "Tapi, banyak juga konsumen rumah tangga buat ditanam di pekarangan rumah," ucapnya.
Pembudidaya lainnya adalah Ana Isti Rahayu di Magetan, Jawa Timur. Ia mengaku, sudah membudidayakan krokot sejak lima tahun lalu, mamun, baru dikomersialkan setahun terakhir. “Awalnya hanya hobi dan sekarang bisa jadi pekerjaan sampingan,” katanya.
Ana mengembangkan krokot di lahan samping rumahnya. Lantaran lahannya sempit dan masih coba–coba, ia hanya melayani pemesanan krokot dalam jumlah kecil. “Biasanya hanya satu sampai dua polibag sekali kirim,” jelasnya. Tanaman krokotnya dibanderol seharga Rp 15.000 per polibag.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News