kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.975.000   59.000   3,08%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Dulu doyan jamur, kini Lestari juragan jamur (1)


Rabu, 28 November 2012 / 12:37 WIB
Dulu doyan jamur, kini Lestari juragan jamur (1)
ILUSTRASI. 6 Bahan Mandi Rempah Untuk Kulit Sehat, Cerah dan Wangi


Reporter: Revi Yohana | Editor: Havid Vebri

Berangkat dari hobi menyantap jamur, Lestari sukses mengembangkan usaha budidaya jamur di Klangon, Argosari, Bantul, Yogyakarta. Selain budidaya, Lestari juga mengembangkan pelbagai makanan olahan jamur.

Lestari dan sang suami telah membudidayakan jamur di Bantul sejak tahun 2007. "Kami termasuk pelopor budidaya jamur di dataran rendah pada saat itu," kenangnya.

Desa tempat Lestari tinggal memang tergolong dataran rendah, sehingga di anggap kurang cocok buat budidaya jamur. Namun, Lestari tak patah arang. Berbekal pengetahuannya seputar jamur, ia mencoba membudidayakan aneka jenis jamur.

Hasilnya cukup memuaskan. Berkat Lestari, Desa Klangon kini dikenal sebagai pusat budidaya jamur. Beberapa jenis jamur yang dikembang di desa ini meliputi jamur tiram, jamur putih, jamur lingzhi, dan jamur kuping.

Sebagai pelopor usaha budidaya jamur di desanya, Lestari juga menyediakan pelbagai kebutuhan budidaya jamur bagi petani lain, seperti bibit dan lainnya. Ia juga kerap memberikan semacam penyuluhan atau pelatihan.

Dalam sebulan, Lestari bisa menjual sebanyak 8.000 bibit hingga 10.000 bibit jamur, dengan harga jual Rp 3.500 per bibit. Ia juga menjual bibit yang sudah disertai media tanam atau lok.

Lestari bisa menjual sebanyak 25.000 lok dengan harga Rp 1.600 hingga Rp 2.500 per lok. Selain bibit, ia juga mengembangkan budidaya jamur sampai panen.

Khusus jamur kuping, Lestari bisa menjual 300 kilogram (kg) jamur kering per bulan. Harganya mencapai Rp 25.000 per kg. Sementara di sektor hilir, Lestari juga mengolah jamur menjadi aneka camilan, seperti keripik dan brownies jamur.

Bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Yogyakarta, Lestari juga mengembangkan jamur lingzhi menjadi sirup, teh, dan kapsul yang dipercaya dapat memberi kebugaran tubuh.

Dari seluruh usahanya itu, omzet Lestari mencapai Rp 100 juta per bulan. Lestari sudah mengenal jamur sejak sebelum kuliah. Saat itu, ia sudah biasa mengonsumsi jamur. Nah, selepas kuliah, ia pernah bekerja di perusahaan jamur di Sukabumi.

Saat itu, Lestari menjadi tenaga inti untuk membudidayakan dan mengembangkan jamur. Lestari dan timnya mendapat pelatihan dari konsultan jamur asal Taiwan selama tiga bulan yang disewa kantornya.

Namun, karena suaminya pindah tugas ke Banjirmasin, Kalimantan Selatan, ia pun berhenti bekerja. Berbekal pengetahuan yang dimiliknya, ia kemudian mengembangkan budidaya jamur di Banjarmasin.

Usahanya lumayan dilirik banyak pihak. Walikota Banjarmasin bahkan pernah meminta agar usaha budidaya jamurnya dijadikan proyek percontohan. Beberapa perusahaan juga telah mengorder jamur dari Lestari. Bisnis ini berhenti karena tahun 2007 ayah mertua meninggal.

Keluarga Lestari pulang kampung di Jawa guna menemani ibu mertua yang tinggal seorang diri. "Sejak itu, kami mulai budidaya jamur di Bantul," katanya.

Berkat keseriusan dalam membudidayakan jamur dan memberdayakan masyarakat sekitar, Lestari kerap meraih pelbagai penghargaan. Di antaranya, Juara I Petani Berprestasi tingkat Provinsi tahun 2012 dari Pemprov DIY.

Tahun 2012, ia juga mendapat penghargaan Petani Berprestasi dari pemerintah Kabupaten Bantul.    

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler

[X]
×