kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Dulu perajin tempe, kini Heri bos gula merah (1)


Kamis, 09 Oktober 2014 / 15:38 WIB
Dulu perajin tempe, kini Heri bos gula merah (1)
ILUSTRASI. Ditjen Pajak catat ada 12,8 juta Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan yang dilayangkan oleh wajib pajak


Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Havid Vebri

Bila ditekuni dengan serius, bisnis gula merah ternyata bisa mendatangkan cuan yang manis. Heri Susanto sudah membuktikannya. Pria asal Lampung Timur ini sukses menjadi produsen sekaligus distributor yang memasok kebutuhan gula merah di Provinsi Lampung dan Palembang, Sumatra Selatan.

Dengan memiliki lebih dari 250 orang petani penderes gula merah dan 25 agen gula merah, Heri mampu memasarkan sekitar 20 ton gula merah per minggunya. Total omzetnya dalam sebulan mencapai Rp 500 juta–Rp 600 juta, dengan laba bersih sekitar 30%.

Sukses yang diraihnya ini tidak didapat dengan mudah. Pria asal Banyuwangi, Jawa Timur, ini sudah lama merantau dan bekerja keras untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Sebelum menjadi pengepul gula merah, Heri pernah menggeluti usaha pengolahan tempe di rumahnya.

Bisnis ini ditekuninya sebelum menikah hingga memiliki seorang istri dan anak pada tahun 1998. Namun, di suatu hari, saat Heri keliling pasar di Lampung Timur, ia melihat seorang agen gula merah yang mendistribusikan barang dagangannya di pasar. Kebetulan, permintaan gula merah di Lampung dan daerah sekitarnya cukup besar.

Prospeknya ia lihat masih menarik dan belum banyak pengepul gula merah. Ia pun tertarik untuk berkecimpung sebagai pengumpul gula merah, dan meninggalkan usaha produksi tempe yang ia jalani.

Maka, pada tahun 2000, Heri mulai keliling Lampung Timur untuk mengumpulkan gula merah dari petani alias para penderes.  "Saat itu saya bisa mengumpulkan hingga 70  kilogram per hari," ujarnya.

Asal tahu saja, harga gula merah saat itu masih sekitar Rp 2.000 per kg. Maka dalam sehari, ia bisa mengumpulkan omzet Rp 100.000–Rp 140.000. Adapun laba yang diperoleh hanya Rp 200–Rp 300 per kg.

Heri pun terus terpacu untuk meningkatkan skala usahanya. Ia ingin meningkatkan kuantitas gula merah yang dikumpulkan dari para penderes. Untuk tambahan modal, ia lalu menggadaikan sepeda motornya.

Maklumlah, untuk mengumpulkan jumlah gula merah yang lebih banyak, ia harus memiliki modal yang cukup besar. Supaya penderes tidak lari ke pengepul lain, ia kadang membayar di muka.

Dengan sistem itu, ia berhasil menggaet lima orang penderes yang rutin memasok gula merah kepadanya. Setiap minggu, para penderes memasok 3 ton–4 ton gula merah.
Seiring meningkatnya jumlah gula merah yang ia jual, Heri pun mulai memiliki agen gula merah, sehingga tak perlu bersusah payah mengumpulkan gula merah sendiri.

Namun, untuk tetap bertahan di bisnis ini, Heri harus menjadi pengepul yang besar. Maklum, persaingan antar pengepul cukup ketat. Untuk itu, ia harus menjaring lebih banyak agen dan penderes gula merah.

Namun, itu butuh modal yang lebih besar untuk bekerjasama dengan lebih banyak agen. Sampai akhirnya, ia diajak temannya mengajukan pinjaman ke PT Sarana Ventura Lampung (SLV).  

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×