kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,17   5,84   0.65%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Egi menaklukkan ibu kota lewat stan pameran


Jumat, 30 Agustus 2013 / 15:23 WIB
Egi menaklukkan ibu kota lewat stan pameran
ILUSTRASI. Ingin Membuat Hewan Peliharaan Anda Bahagia? Ini Tipsnya


Reporter: J. Ani Kristanti, Hendrika Yunapritta | Editor: Tri Adi

Bermodal keberanian, Egi Kristian terjun ke bisnis kontraktor pameran. Berkat jalinan relasi yang terbina dengan baik, perantau asal Pontianak ini pun berhasil membawa Pentawira menjadi salah satu perusahaan stand contractor besar di Indonesia.

Datang ke Jakarta pada 1982, Egi Kristian berbekal tekad yang sederhana. Dengan menumpang pesawat misionaris, sulung lima bersaudara ini hanya ingin mengadu nasibnya di ibu kota yang menjual banyak mimpi, seperti para perantau asal Pontianak lainnya.

Egi pun lantas bekerja seadanya. Mulai dari menjaga toko mebel, toko merchandise, dan lainnya. “Saya bekerja hanya asal dapat uang,” kenang dia. Maklum, sebagai pendatang, ia tak mau merepotkan saudara atau teman-temannya.

Hingga dua tahun berlalu, Egi yang sadar memiliki bakat desain grafis, lantas membuka usaha sablon. “Ini tipikal usaha orang Pontianak yang bermodal sedikit,” ujarnya. Ia menerima berbagai cetakan, kartu nama, brosur, dan lainnya.

Beruntung, dari usaha sablon itu, Egi bertemu dengan Yos Theosabrata, salah seorang pelanggannya. “Pak Yos mengajak saya bergabung di perusahaannya,” tutur Egi.

Awalnya, ia menjadi sales untuk produk plastik. Namun, setelah PT Citineon Prima Mandiri berdiri, Yos memindahkan Egi ke perusahaan kontraktor pameran tersebut. “Karena lancar berbahasa mandarin, saya bisa berkomunikasi dengan banyak karyawan Citineon yang awalnya didatangkan dari Singapura,” kata Egi. Maklum, Citineon Prima Mandiri merupakan afiliasi perusahaan serupa di Singapura.

Di Citineon inilah Egi mulai menemukan jalannya menuju sukses. Setelah menduduki posisi sebagai manajer produksi, ia pun memutuskan untuk merintis usaha sendiri. Pada Januari 1995, Egi pun mendirikan Pentawira yang diambil dari kata lima (terkait dengan jumlah saudara kandungnya) dan kata wira, untuk menanamkan jiwa kesatria.

Untuk menjaga hubungan baiknya dengan Yos yang telah mengubah garis tangannya, ia pun berkomitmen untuk tidak membawa seorang pun karyawan atau mengambil klien Citineon. “Saya benar-benar mulai dari nol,” ujar Egi.

Rumah sang adik di Sunter pun disulap menjadi kantor sekaligus studio kerja. “Kami buat stan-stan di depan rumah, sampai dua kali ditegur Pak RT,” kenangnya. Klien pertama Pentawira adalah perusahaan media, Femina, yang membuat pameran dengan 18 stan.

Jaringan relasi yang terbina cukup baik saat ia bekerja di Citineon membuka banyak kemudahan bagi Egi. Pemasok bahan baku memberi kepercayaan, demikian juga penyelenggara pameran. “Saat itu JIEXPO menawari saya dua ruang untuk kantor,” katanya.

Di kemudian hari, Egi pun menyadari jaringan relasi inilah yang tidak dimilikinya, saat berbisnis sablon dan percetakan. “Saat itu saya paling-paling hanya berhubungan dengan resepsionis, bukan pemiliknya, hingga bisnis saya sulit berkembang,” ujar Egi tertawa.


Tanam kangkung

Dua tahun menekuni bisnis kontraktor pameran, Egi langsung mencecap sukses. Maklum, saat itu iklim bisnis di Indonesia sedang bergairah sehingga banyak perusahaan berpromosi. Di puncak kesuksesan, Egi pun berhasil membeli rumah baru.

Sayang, badai krismon datang bak petir di siang bolong. Bisnis pameran mendadak sepi karena banyak perusahaan yang memangkas anggaran promosi. Pentawira pun terempas krisis. “Selama Mei–Juli 1998, kosong, tak ada pameran,” tutur dia.

Namun, ia tak ingin menutup Pentawira dan menelantarkan karyawannya. Untuk menjaga biaya operasional, Egi menetapkan jadwal kerja bergilir untuk karyawannya. Meski begitu, ia juga harus rela menjual beberapa aset, seperti truk dan mobil operasional.

Ada satu kenangan tak terlupakan di saat tak ada pekerjaan membuat stan pameran. “Kami menanam kangkung di sekitar kantor,” kata Egi. Selain dijual, kangkung itu juga dikonsumsi sendiri oleh karyawan.

Keputusan Egi tidak menutup Pentawira, ternyata, tepat. Pasalnya, tak berapa lama, digelar Pameran Produk Ekspor (PPE). “Saat kurs dollar tinggi, banyak perusahaan berorientasi ekspor, hingga terselenggara PPE,” ujar dia. Pentawira pun mendapatkan proyek PPE, lantaran banyak kontraktor pameran yang gulung tikar.

Kini, Pentawira telah menjelma menjadi salah satu stand contractor besar di negeri ini. Mereka mengerjakan proyek berbagai pameran besar, antara lain Pekan Raya Jakarta, Pameran Produk Ekspor, Pameran Manufacturin, REI Expo, Indonesia International Motor Show (IIMS), dan lainnya.

Di luar itu, sejumlah perusahaan besar kerap mempercayakan pengerjaan stan pameran. Gudang Garam, Bank BNI, Pertamina. Ada juga BMW, Mitsubishi, GT Radial, dan Helm KYT, misalnya, pernah memakai jasa perusahaan ini.

Saat menggarap proyek pameran, Egi bisa mengerahkan hingga 500 tenaga kerja. Sebanyak 200 di antaranya karyawan tetap. Dengan sosoknya yang kian besar, Pentawira pun bermarkas baru di Sunter dan Bumi Serpong Damai.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×