kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Endang menyulam bersama anak telantar


Rabu, 19 Oktober 2011 / 13:51 WIB
Endang menyulam bersama anak telantar
ILUSTRASI. Warga berjalan menggunakan payung saat hujan deras yang mengguyur Kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, Senin (19/10/2020). Cuaca hari ini di Jabodetabek hujan ringan, menurut ramalan BMKG.


Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi

Meski sudah memiliki kehidupan yang berkecukupan, Endang Rahminingsih tak melupakan nasib orang-orang yang kurang beruntung. Ia mengajari anak-anak jalanan menyulam dan mendirikan rumah sulam. Kini, rumah sulam itu sudah mampu menuai omzet hingga Rp 40 juta. Selain di Indonesia, produk sulam ini juga dijual di Malaysia dan Singapura.

Berbekal keterampilan menyulam yang dimilikinya, Endang Rachminingsih tak segan berkarya untuk lingkungan sekitar. Caranya, perempuan berusia 60 tahun ini memberdayakan anak-anak telantar di sekitar Meruya, Jakarta Barat, untuk membuat tas sulam.

Selain mengajari anak-anak telantar, Endang juga aktif mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) di wilayah Meruya Selatan, Jakarta Barat.

Khusus untuk produk sulam, ia mendirikan Rumah Sulam Rachmy pada 2005, sebagai pusat produksi aneka kerajinan sulam. Rumah itu sekaligus menjadi tempat tinggal bagi 20 anak telantar di wilayah Meruya Selatan.

Wanita yang kerap dipanggil Mimin Amir memang kaya dengan berbagai keterampilan tangan. Ia mendapat berbagai keterampilan ini saat menuntut ilmu di Yogyakarta. "Saya mendapatkan keterampilan merangkai bunga, menyulam hingga dekorasi pengantin dari Yogyakarta," ujarnya.

Setelah menikah dan memiliki empat putra, Endang sebenarnya sudah mendapatkan kehidupan yang nyaman. Maklum, suami Endang adalah Amir Syarifudin, seorang petinggi di Bank Indonesia (BI).

Meski hidup dalam kondisi berkecukupan, Endang justru ingin mencari kesibukan. Saat mengikuti suami bertugas di Singapura, ia melihat para tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia di sana selalu berkumpul di Mesjid Sultan Singapura saban Minggu. Mereka di situ untuk mendapatkan beberapa tambahan pengetahuan yang difasilitasi oleh pengelola mesjid. Dari sana tercetuslah ide untuk turut berbagi memberikan apa yang dia punya bagi para TKW.

Lantas, ia mengajarkan keahlian menyulam dan merangkai bunga kepada para TKW yang berminat. “Saya menyampaikan niat saya ke suami, kebetulan diizinkan," kenangnya.

Justru pihak mesjid yang heran dengan keinginan Endang. Pasalnya, sangat jarang orang yang mau memberi kursus gratis di Singapura. “Di sana untuk biaya kursus dipatok S$ 200 untuk 1,5 jam pertemuan. Mungkin itu yang membuat pengelola mesjid tak percaya bahwa saya akan memberikan kursus gratis bagi para TKW,” ujarnya.

Ketika kembali ke Tanah Air pada 2004, ia harus kehilangan suami yang wafat karena penyakit kanker otak. Namun, kepergian sang suami inilah yang menjadi lentera bagi hatinya untuk berbagi dengan orang lain.

Lantas, pada Oktober 2005, Endang mendirikan usaha bernama Rumah Sulam Rachmy yang khusus memproduksi aneka macam tas wanita dengan hiasan sulam tangan, bordir mesin, dan lukisan. “Keterampilan merangkai bunga yang saya dapatkan begitu membantu ketika saya menerjuni usaha ini," ujarnya.

Ia mengutamakan anak didiknya dari kalangan anak-anak telantar dan putus sekolah. "Saya ingin mengajarkan keahlian yang bisa digunakan untuk bertahan hidup," ujarnya.

Saat awal membuka rumah sulam, Endang mengasuh sekitar 20 anak binaan yang berusia 15 tahun hingga 20 tahun. Endang mengajari mereka untuk membuat aneka tas, taplak meja, tempat koran, hiasan dinding, dan sarung bantal dari bahan sulam.

Dalam rentang waktu sekitar enam tahun, ia sudah bisa menjual produknya ke berbagai kota di Indonesia, dan juga mendapat pesanan dari Malaysia dan Singapura. "Pelanggan tetapnya adalah Toko Cenderamata Istana Negara di Jakarta," ujarnya.

Saat ini, jumlah anak-anak binaannya menyusut atau tinggal sekitar enam orang. "Yang lain sudah mandiri dan membuka usaha sulam sendiri, ujarnya.

Dengan mematok harga beragam produknya mulai dari Rp 350.000 hingga Rp 1 juta, Endang pun bisa memperoleh omzet hingga Rp 40 juta per bulannya. "Tapi hasil keuntungan itu saya pergunakan semuanya untuk kebutuhan anak-anak jalanan," ujarnya.

Saat ini kesibukan Endang kembali bertambah karena ia juga menulis buku. Ia sudah menerbitkan dua buku yang berjudul Sulaman Bunga untuk Tas Cantik Anda dan Sulaman Bunga pada Tas dan Pernik Rumah Tangga. Dalam waktu dekat, Endang akan meluncurkan buku ketiga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×