kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Eragano, tempat bertemu petani dan pembeli


Minggu, 21 Oktober 2018 / 06:15 WIB
Eragano, tempat bertemu petani dan pembeli


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Sejak dulu, pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam roda perekonomian Indonesia. Tapi acap kali berbagai persoalan mendera bidang ini.

Mulai dari persoalan jumlah produksi, konsistensi kualitas produk, kelayakan lahan, rantai distribusi yang panjang sampai persoalan kesejahteraan petani yang seolah tak ada habisnya untuk dibahas. 

Terlebih di era digital seperti saat ini, sektor pertanian Indonesia makin tertinggal. Lantaran para petani belum cukup akrab dengan teknologi digital. Berbeda dengan pertanian yang ada di Jepang yang sudah berkawan cukup lama  dengan teknologi. 
 
Aneka persoalan pertanian itulah yang coba ingin Eragano tuntaskan, start up dengan layanan aplikasi berbasis android besutan Stephanie Jesselyn asal Bandung, Jawa Barat. Usaha rintisan yang sudah meluncur sejak Juli 2016 kini makin terus berkembang.  
 
Molina Ulfah, Public Relation Eragano menjelaskan saat pertama kali diluncurkan, aplikasi Eragano diperkenalkan kepada para petani cabai dan tomat di daerah Pengalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ada sekitar 30 petani cabai dan tomat yang menjadi petani mitra awal Eragano. 
 
Eragano sengaja memilih para petani tersebut lantaran dekat dengan lokasi usaha usaha rintisan tersebut. "Sebagai pilot project, kami ingin tahu terlebih dahulu, seberapa efektif program dan aplikasi kami. Meski kami sudah ada tahun 2015, tapi aplikasi baru meluncur 2016," kata perempuan yang akrab disapa Moli kepada KONTAN. 
 
Ternyata, proyek perdana tersebut berhasil. Lewat program dan sistem yang ditawarkan, mitra petani di sana ternyata bisa mendongkrak hasil panen dan pendapatannya sampai 30%. Berbekal keberhasilan itulah, teknologi agrikultural ini mulai merambah wilayah lain di pulau Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta pada tahun 2017.

Fokus pembeli ritel dengan jumlah pembelian besar

Selain merambah pulau Jawa,  tahun 2017, Eragano juga menggandeng para petani di Sumatera dan Nusa Tenggara Barat (NTB). “Tahun ini, kami juga menggandeng mitra petani di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk komoditas jagung dan madu,” ujar Moli. 

Tidak seperti kebanyakan start up pertanian lainnya yang hanya berfungsi sebagai marketplace, yang menghubungkan petani langsung dengan konsumen akhir, Eragano justru menggarap sektor pertanian mulai dari hulu hingga hilir. Jadi aplikasi ini tak hanya berfungsi sebagai marketplace,  tapi juga memiliki program pembinaan, konsultas, dan pelatihan bagi petani. "Supaya para petani bisa  menghasilkan produk yang berkualitas sesuai standar yang ditetapkan pembeli,” tandasnya. 

Pembeli atau buyer yang bekerjasama dengan Eragano bukanlah pembeli perorangan atau konsumen akhir, melainkan perusahaan. Seperti pebisnis hotel, restoran, atau katering.Beberapa perusahaan besar seperti Unilever dan Cargill juga bergabung menjadi mitra pembeli. 
 
Moli menuturkan Eragano memang fokus untuk mencari pembeli ritel yang bisa menyerap hasil panen petani dalam jumlah besar. Ia mengatakan, sampai saat ini sudah ada enam perusahaan yang bergabung menjadi mitra pembeli. 
 
Memang, bila dilihat dari jumlah mitra, tidak terlalu banyak. Lantaran model bisnis yang Eragano terapkan  adalah business to business (B2B). Sehingga yang menjadi perhatian start up ini dari sisi kuantitas penyerapan hasil panen petani.
 
Jumlahnya pun tidak terbatas. Semisal untuk jagung per hari bisa sampai 2 ton dan sebulan bisa lebih dari 20 ton. Sedangkan produk cabai bisa di atas 10 ton per minggu.
 
Bila semula Eragano hanya bermain di dua komoditas, yakni tomat dan cabai, kini sudah ada sembilan komoditas yang digarap. Antara lain cabai, tomat, kentang, bawang merah, kedelai, jagung, gula semut, wortel, dan madu. Bahkan produk madu dan gula semut diekspor sampai ke Eropa.    
 
Seiring bertambahnya mitra pembeli, otomatis jumlah mitra petani Eragano bertambah. Saat ini sudah ada sekitar 3.000 petani yang berasal dari kelompok tani yang bergabung. 
 
Moli pastika bila hasil panen dari petani pasti sudah ada pembeli. Lantaran pihaknya harus menjalin kerjasama dulu dengan pembeli. Setelah itu baru mencari mitra petani. "Kami ingin hasil panen para petani ini sudah pasti siapa yang membeli,” tandas Moli

Kriteria mitra

Moli menjelaskan petani darimana pun dan dengan komoditas apapun boleh bergabung dengan Eragano. Namun fokus utama Eragano adalah menggandeng para petani kecil. Dan para petani kecil ini harus bergabung dalam kelompok tani.
 
Adapun kriteria petani kecil adalah minimal punya lahan  satu hektare (ha) dan lahan tersebut digarap sendiri. Syarat lainnya, bisa juga petani yang menyewa lahan untuk digarap dengan luas lahan kurang dari satu hektare. Ia pastikan pihaknya tidak bermitra dengan tuan tanah atau petani yang menggarap lahan milik orang lain. 
 
Para petani kecil ini harus tergabung dalam kelompok tani agar memudahkan tim Eragano dalam memberi arahan dan bimbingan. Selain itu bisa memudahkan mitra petani dalam mencapai target produksi yang menjadi permintaan mitra pembeli. 
 
Moli mengatakan, satu kelompok tani biasanya memiliki 10 anggota sampai 25 anggota mitra tani. Biasanya, satu kelompok tani dengan anggota sampai 10 orang punya luas lahan antara 1 ha - 1,5 ha. Sedangkan kelompok tani dengan anggota 25 orang punya luas lahan antara 5 ha - 6 ha.
 
Mitra petani juga harus bersedia mengikuti standar pertanian yang diterapkan oleh tim agronomi dari Eragano. Standar pertanian dilakukan agar dapat memenuhi standar kualitas hasil panen yang ditetapkan oleh mitra pembeli. Mulai dari standar bibit, pupuk, sampai cara budidaya direkomendasikan oleh tim Eragano.  

Lewat aplikasi berbasis android, Eragano menyediakan beberapa layanan pertanian sekaligus, mulai dari penjualan perlengkapan pertanian dan pupuk, penjualan hasil panen, sistem pengelolaan sawah, hingga pemberian pinjaman kepada para petani. Eragano juga membuat sebuah portal media agar para petani bisa mengetahui berbagai informasi terkait dunia pertanian.

 
Misalnya, untuk membeli kebutuhan bertani seperti pupuk, bibit, dan sebagainya, mitra petani bisa mengakses fitur MCommerce pada aplikasi. Lalu, pilih produk dan pilih beli. Eragano akan membantu petani mendapatkan produk tersebut dari distributor. “Kami sudah bekerjasama dengan diler, sistemnya berdasarkan komisi per transaksi,” kata Moli.
 
Adapula fitur untuk mengakses pinjaman dan asuransi. Mitra petani dapat mengisi formulir pada aplikasi. Proses berikutnya, Eragano akan memfasilitasi petani untuk mengurus perjanjian secara offline. Saat ini, sejumlah petani sudah memakai layanan ini dengan dukungan pendanaan dari perbankan.
 
Fitur jual hasil panen juga disediakan, mitra petani bisa mengisi nama produk, jumlah, dan harga sekaligus melampirkan foto produk pertanian yang dijual. Sama seperti fitur lain, Eragano akan menyiapkan pengiriman dan membantu petani mendapatkan pesanan dari mitra pembeli.
 
Untuk konsultasi budidaya, mitra petani bisa memperolehnya melalui fitur informasi pertanian (artikel) atau tanya jawab dengan fasilitas chat serta jadwal bertani.  Namun, fitur ini hanya bisa diakses oleh petani yang sudah diverifikasi Eragano. "Nanti tim agronomi Eragano siap menjawab dan meramu solusi sesuai dengan kebutuhan tiap petani,” jelasnya.  
 
Dengan mengakses fitur – fitur tersebut, mitra petani akan mendapatkan bantuan informasi pertanian untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas panen minimal 20%, serta meningkatkan pendapatan petani minimal 20%. 
Sedangkan untuk model bisnis Eragano sendiri, ada sistem komisi dari setiap transaksi yang berlangsung di platform mereka. Untuk pembelian perlengkapan pertanian dan pemberian pinjaman kepada mitra petani, komisinya sekitar 10%. Sedangkan untuk penjualan hasil panen, Eragano mengambil komisi antara 20% hingga 40%.
 
Ke depan, Eragano berencana untuk bisa  menggandeng lebih banyak lagi mitra pembeli. Jika mitra pembeli bertambah, secara otomatis, mitra petani pun ikut bertambah. 
 
Selain  itu, Eragano berencana mendirikan center station di setiap wilayah sebagai pusat kegiatan bagi para petani. Di layanan tersebut, para petani bisa mengumpulkan hasil panen dan bertransaksi. Sekaligus sebagai sarana untuk pengadaan pelatihan dan lainnya. 
 
Rencana bisnis lainnya adalah masuk ke produk pertanian organik. Seperti produk gula semut organik atau madu organik. Sayang, Moli tidak merinci target pasti dari rencana tersebut termasuk target bisnis.
Banyak mafia di setiap tahapan bisnis
 
Pengamat telekomunikasi dan start up dan Executive Director Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi berpendapat platform digital dalam bidang pertanian masih memiliki peluang besar untuk berkembang dan digarap. Meski selama dua tahun terakhir ada beberapa aplikasi digital sejenis yang terus bermunculan. 
 
Apalagi, Eragano punya nilai lebih. Yakni  menggarap sektor pertanian dari hulu sampai hilir.  Dan kebutulan, Indonesia adalah negara agraris. "Kalau ada yang bisa menggarap dan menawarkan dari  A sampai Z bidang pertanian tentu bakal mendapat perhatian pengguna dan potensi untuk lebih berkembang," katanya  kepada KONTAN, Minggu (14/10). 
 
Soal efektifitas dari aplikasi tersebut, menurutnya, sangat tergantung dari fasilitas dari fitur yang Eragano tawarkan. Apakah fitur tersebut bisa membantu petani mencari bibit, pupuk, menyalurkan hasil panen, dan mempertemukan dengan pengguna. 
 
Hal lain yang harus Eragano perhatikan adalah tantangan untuk menggarap bisnis pertanian dari hulu sampai hilir. Maklum, bisnis pertanian di Indonesia ini banyak mafia di setiap tahapan proses bisnis. "Ini tantangan yang cukup berat, karena setiap mata rantai ada duitnya," ujar Heru. 
 
Sudah begitu, masih banyak juga petani yang menggunakan teknologi secara manual dalam menggarap ladang pertanian dan distribusi. Padahal dengan teknologi, bisa memangkas rantai distribusi. Bila ini terjadi tentu bisa membuat harga komoditas di tingkat petani bisa lebih tinggi. Dan harga yang sampai di konsumen bisa lebih murah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×