Sumber: Kontan 26/12/2012 | Editor: Havid Vebri
Usia yang tidak lagi muda ternyata tidak menghalangi seseorang untuk memulai usaha. Begitu juga dengan Fatichun, 64 tahun. Di usianya yang sudah tua, ia sukses mengibarkan batik khas daerahnya, Salatiga, Jawa Tengah,
Awal mula perkenalannya dengan bisnis batik terjadi saat ia mendapat pelatihan dari Dinas Pariwisata Kota Salatiga pada 2008. Saat itu, ia baru dua tahun pensiun sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Pemkab Semarang.
"Walau sudah pensiun saya itu tidak betah berdiam diri tanpa pekerjaan," kata ayah dua putri ini. Lantaran masih ingin memiliki kesibukan, ia pun semangat mengikuti pelatihan mengenai bisnis batik selama 15 hari.
Kendati singkat, ia mengaku banyak mendapat pelajaran penting mengenai seluk beluk bisnis batik. Pelatihan itu sendiri memang mendorong para pesertanya terjun ke usaha batik.
Makanya, tak lama dari mengikuti pelatihan itu, ia langsung memutuskan terjun ke usaha pembuatan batik dengan brand Batik Selotigo. "Kebetulan saat pensiun, saya memang berniat membuka usaha," ujarnya.
Ia pun langsung mempraktikkan seluruh ilmu dan pengalaman yang didapatnya dari pelatihan, terutama menyangkut teknik produksi dan pemasaran.
Keputusan Fatichun terjun ke bisnis batik ini cukup berani. Pasalnya, dari 20 peserta pelatihan, hanya ia saja yang memutuskan terjun ke usaha batik.
Namun, keputusannya itu tidak salah. Dalam waktu singkat, ia sukses meraup omzet lebih dari Rp 100 juta per bulan.
Bisnisnya makin berkembang setelah Walikota Salatiga mewajibkan setiap PNS di daerahnya memakai batik khas Salatiga sebagai seragam kantor.
Makanya, pelanggan Batik Selotigo kebanyakan masyarakat setempat, khususnya dari instansi pemerintah. “PNS di Pemkot Salatiga diharuskan memakai pakaian berbahan kain batik khas Salatiga setiap hari Rabu sampai Sabtu,” katanya.
Peraturan yang berlaku mulai tahun 2010 itu turut mendorong kelancaran usahanya. Sejak saat itu, orderan dari pegawai pemerintah kota Salatiga membludak.
Bila sebelumnya hanya bisa menjual ratusan potong kain batik per bulan, kini permintaan terhadap kain batiknya mencapai ribuan potong."Dalam sebulan, saya bisa menjual sekitar 3.000 potong batik," katanya.
Selain menjual batik dalam bentuk kain lembaran, ia juga menjual batik dalam bentuk kemeja dan rok. Produk batiknya beragam dari batik tulis hingga batik cap, dan dibanderol mulai Rp 80.000 - Rp 250.000 per pieces.
Fatichun mengatakan, keputusan pemerintah itu merupakan bentuk dukungan terhadap industri kecil menengah (IKM) di Salatiga, terutama untuk produk kain batik.
Fatichun mengaku, tanpa bantuan pemerintah, bisnis batiknya akan sulit berkembang. Apalagi, batik khas Salatiga belum begitu dikenal
Usia batik Salatiga memang tergolong baru dibandingkan batik dari daerah lain, seperti Solo, Pekalongan, Cirebon, dan Yogyakarta. Fatichun sendiri mengklaim kalau dirinya termasuk pelopor batik khas Salatiga.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News