kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Feedr.id bantu produk lokal bertransformasi


Kamis, 01 Maret 2018 / 07:00 WIB
Feedr.id bantu produk lokal bertransformasi


Reporter: Francisca Bertha Vistika | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta jiwa, Indonesia jelas pasar sangat-sangat empuk buat pelaku usaha. Bukan cuma lokal, juga pengusaha asing.

Tak heran, produk-produk impor membanjiri pasar dalam negeri kita terutama dari China. Bahkan, Hadi Kuncoro, menyebutkan, produk asing mulai merebut pasar di Indonesia lantaran pemasaran barang lokal yang belum maksimal.

Sekalipun banyak pelaku e-commerce lokal, yang berjaya justru milik asing. Nah, “Berangkat dari situ, kami berempat berkumpul untuk mendirikan sesuatu, membantu para pemilik produk lokal Indonesia melakukan transformasi, dari bisnis konvensional ke bisnis berbasis digital,” ujar Hadi kepada Tabloid KONTAN.

Dari tangan Hadi dan tiga rekannya, lahirlah Feedr.id pada September 2017 lalu. Selain Hadi yang bekas Chief Executive Officer (CEO) aCommerce Indonesia dan Operations Direction Zalora Indonesia, ada Riyeke Ustadiyanto yang juga Founder MarketBiz dan iPaymu.

Lalu, Budi Handoko yang tak lain Founder Shipper.id serta Subiakto Priosoedarsono yang lama malang melintang di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Lewat Feedr.id, Hadi berharap, merek-merek lokal bisa jadi tuan rumah di negeri sendiri dan ikut terlibat di pasar internasional. Itu sebabnya, dengan moto We Feed The Globe, perusahaan rintisan (start-up) ini menawarkan platform enabler solution dan service company untuk industri yang mau masuk ke dunia digital.

Awal hingga akhir

Lebih dari sekadar membantu memasarkan produk, Hadi bilang, Feedr.id menyediakan solusi dari awal hingga akhir, agar perusahaan atau UMKM siap masuk ke dunia digital. Oleh karena itu, Feedr.id menawarkan lima solusi dan rencananya akan ada solusi yang keenam pada akhir tahun nanti.

Pertama, konsultasi membangun merek dan digital (branding and digital consulting). Hadi mengatakan, 25 Januari 2018 besok, startup-nya akan meresmikan Feedr Academy yang menawarkan pelatihan e-commerce dan digital.

Meski belum diresmikan, Feedr.id sudah membuka kelas. Beberapa perusahaan besar telah bergabung di akademi ini, misalnya, Unilever, Wardah Cosmetics, dan Eigerindo Multi (Eiger).

Selain mendirikan akademi yang pesertanya mendapatkan sertifikasi, solusi pertama ini juga memberikan konsultasi bagi perusahaan tentang desain bisnis, teknologi, dan aplikasi bergerak apa yang cocok dengan produk mereka.

“Kalau untuk akademi dan konsultasi, klien kami perusahaan. Sedangkan untuk UMKM, kami tawarkan training,” kata Hadi yang juga jadi CEO Feedr.id.

Biaya pelatihan untuk UMKM sekitar Rp 3 juta hingga Rp 4 juta per modul. Sementara untuk akademi tergantung dari produk dari perusahaan. “Tidak ada yang gratis, memang. Karena menurut kami, jika kami gratiskan, maka mereka tidak akan serius,” imbuh dia.

Kedua, pengembangan teknologi (technology development). Setelah model bisnisnya jadi, saatnya membangun teknologi. Solusi Feedr.id mulai  membangun website, aplikasi, hingga metode pembayaran.

Bahkan, juga mengelola pengalaman pelanggan (customer experience). Yang sudah menggunakan layanan tersebut di antaranya Kawan Lama.

Ketiga, pemasaran digital (digital marketing). Lewat solusi ini, Feedr.id bakal membantu perusahaan memasarkan produknya lewat situs maupun akun sosial media mereka, seperti Instagram dan Facebook. Alhasil, anggaran iklan perusahaan bisa digunakan untuk aktivitas pemasaran lainnya.

Keempat, pengelolaan saluran online/offline (multi online/offline channel management). Feedr.id akan membantu memasarkan produk ke saluran lainnya.

Misalnya, Manja Hijab milik Ivan Gunawan yang dikelola oleh Feedr.id juga dijual di toko online lain, seperti Lazada, Shopee, Bukalapak, serta Blibli. “Tapi nanti, tetap ada nama Feedr.id di balik produk yang kami bantu jual di saluran online tersebut,” ungkap Hadi.

Jadi, ada tiga model saluran penjualan yang ditawarkan Feedr.id. Satu, saluran di marketplace.

Dua, saluran di media sosial yang dilengkapi dengan fitur percakapan langsung (live chat), sehingga konsumen yang mau membeli tinggal pilih produk. “Sistemnya semua robot. Konsumen tidak perlu Whatsapp atau menghubungi customer service,” jelas Hadi.

Tiga, feeder.works. Ini merupakan reseller platform milik Feedr.id. Bagi pelaku usaha yang mau menjual produk ke dalam maupun luar negeri bisa menggunakan servis ini.

Keempat, global cross border, warehousing & order fulfillment dan shipping management delivery. Menurut Hadi,  kemampuan melakukan transaksi ke dunia internasional menjadi alasan mengapa Feedr.id ada.

Hadi dan rekannya berharap bisa memasarkan produk lokal ke luar negeri. “Kami sudah masuk ke sembilan negara (termasuk Indonesia) dan sudah bekerjasama dengan 24 marketplace,” kata Hadi.

Soal gudang, Hadi mengaku, Feedr.id tidak memiliki tempat penyimpanan barang. Feedr.id bekerjasama dengan satu pemilik gudang di Jakarta. Sedang untuk urusan antar jemput barang dari titik penjemputan ke perusahaan logistik ditangani langsung oleh Shipper.id.

Begitu pula dengan shipping, Feedr.id menggandeng 19 perusahaan logistik. Sebanyak 15 perusahaan di antaranya merupakan perusahaan domestik dan sisanya internasional.

Kelima, enabler manufacturing dan agregator UMKM. Layanan ini masih tahap pembicaraan dan penggodokan.

Hadi bilang, solusi ini muncul dari keresahan UMKM yang kesulitan memproduksi barang ketika order semakin banyak. “Kami seperti penghubung antara UMKM dan industri manufaktur. Rencananya dirilis semester II dan bisa beroperasi kuartal IV tahun ini,” tambah Hadi.

Dapat pendanaan

Guna mendapatkan kelima solusi tersebut, tentu biayanya tidak murah. Apalagi yang mengambil seluruh solusi. “Biayanya tergantung produk dan kompleksitas. Biasanya, sistem bayarnya sekali bayar (investasi) atau revenue sharing, atau bayar dengan penggabungan cara keduanya,” ujar Hadi.

Untuk UMKM, biasanya menggunakan model bagi hasil. Soal persentasenya, Hadi menuturkan, balik lagi ke produk serta kompleksitasnya.

Yang jelas, saat ini sudah ada 20 perusahaan besar yang menjadi klien dari Feedr.id. Dan, lebih dari 3.000 reseller bergabung dengan startup ini.

Untuk membangun Feedr.id, awalnya Hadi dan tiga rekannya merogoh kocek sendiri. Sebetulnya, mereka sudah mengembangkan beberapa layanan sejak dua tahun yang lalu. Tetapi, penggabungan teknologinya baru benar-benar terlaksana September 2017, yang didanai penuh oleh para founder.

Seiring berjalannya waktu, bisnis Feedr.id mulai menarik perhatian investor. “Kami sudah mendapat fund rising dari tujuh investor dari beragam perusahaan,” sebut Hadi tanpa mau mengungkap nilai pendanaan dan jati diri para investor.

Tapi, bukan tanpa hambatan. Justru sekarang yang menjadi kesulitan Hadi dan rekan-rekannya adalah mencari sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.

Hadi mengungkapkan, banyak anak muda yang kini memilih bekerja di start-up yang sudah berstatus unicorn alias memiliki valuasi lebih dari
US$ 1 miliar. Walau ada yang kualitasnya bagus, kadang mereka meminta gaji yang tidak masuk akal.

Saat ini, Feedr.id memiliki 14 karyawan dengan bootstraping concept atawa bekerja sesuai proyeknya.

Toh, Feedr.id siap mengantarkan ke dunia digital. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×