kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.880.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.250   27,00   0,17%
  • IDX 6.914   16,97   0,25%
  • KOMPAS100 1.007   5,44   0,54%
  • LQ45 772   1,87   0,24%
  • ISSI 226   2,06   0,92%
  • IDX30 399   1,44   0,36%
  • IDXHIDIV20 462   0,56   0,12%
  • IDX80 113   0,59   0,52%
  • IDXV30 114   1,27   1,12%
  • IDXQ30 129   0,21   0,16%

Figure 3D, tigerella, dan sandal mendong


Sabtu, 13 Juni 2015 / 10:00 WIB
Figure 3D, tigerella, dan sandal mendong


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Eh, sudah akhir  pekan lagi. Sepekan enggak berjumpa, terasa lama juga. Bagaimana kalau kita membuka perjumpaan kita ini dengan blended ice cream. Ayo, silakan dinikmati, blended ice cream bikinan Tarjo, lelaki asal Tangerang.

Nah, si Tarjo memereki blended ice-nya: Starbooth Coffee.  Tarjo memulai usaha minuman ini sejak awal 2013 dan mulai  menawarkan kemitraan usaha pada pertengahan tahun yang sama. Saat ini dia sudah memiliki 400 mitra yang tersebar di sekitar Jabodetabek, kota-kota di Pulau Jawa dan Sumatera.

Dia menawarkan paket kemitraan dengan investasi senilai Rp 6,5 juta. Dari nilai tersebut, mitra akan mendapatkan booth, peralatan jualan seperti blender, ice box, wadah, seragam, banner, dan bahan baku awal berupa bubuk minuman sebanyak 4 kg untuk 200 cup dan bahan baku utama lainnya.

Yang lebih penting, Tarjo tidak mengutip biaya royalti kepada mitra. Hanya,  si mitra wajib membeli bahan baku bubuk minuman seharga Rp 45.000−Rp 55.000 per kg. Tarjo menghitung, mitra bisa menjual minuman 100 cup per hari dengan peraihan omzet Rp 500.000 per hari. Dalam sebulan, mitra bisa meraup omzet Rp 15 juta. Setelah dikurangi biaya pembelian bahan baku, sewa tempat dan biaya operasional lainnya, mitra masih bisa meraup laba bersih sekitar 35% dari omzet tiap bulan. Alhasil, balik modal bisa diraih sekitar satu bulan sampai dua bulan.

Eh, kita disuguhi jus tomat juga. Ada apa ini? Enggak ada apa-apa, Cuma mau memberi tahu bahwa tomat yang dijadikan jus ini bukan tomat biasa. Tomat ini merupakan jenis tomat tigerella.  Kalau kita melihat si tigerella secara utuh,  tomat ini memiliki warna merah ranum dengan garis-garis kuning seperti serat pada permukaan luarnya. Tomat jenis ini belum banyak dikenal di Indonesia. Nah, terbukti  kan ini bukan tomat biasa.

Karena enggak biasa, peminatnya kini sudah semakin banyak,  terutama dari para pecinta tanaman dan hortikultura. Itulah sebabnya, budidaya dan penjualan bibit tomat tigerella semakin marak.  Salah satu pembudidaya tigerella adalah Nindy.

Nindy mengawali usahanya dengan iseng.  Dia menanam begitu saja si tigerella di pekarangan rumah sejak 1,5 tahun lalu. Namun, lantaran masih langka, Nindy mulai melakukan pembibitan dan menjualnya.  Kenapa? Karena, "Lebih banyak yang mencari bibitnya untuk dirawat di pekarangan rumah ketimbang mencari buahnya," kata dia. Sementara buahnya biasanya dia konsumsi sendiri.

Nindy mengaku rasa tomat ini lebih segar dan sedikit asam dari tomat pada umumnya. Jika buah hasil panennya dijual, dia membanderolnya sekitar Rp 10.000 per buah. Biasanya orang membeli untuk mengambil bijinya untuk ditanam. Saat ini, Nindy memiliki beberapa pohon tomat tigerella. Menurutnya, satu pohon dapat menghasilkan puluhan biji hingga ratusan biji. Hasil pembibitan dia jual di pasar online melalui situs www.benihbijibunga.blogspot.com. Satu kemasan yang terdiri dari 10 bibit tomat tigerella dia jual seharga Rp 12.000. Dalam sebulan Nindy mengaku bisa mendapat pesanan sebanyak 50 bungkus sampai 100 bungkus. Omzet yang bisa Nindy dapatkan sekitar Rp 1,2 juta per bulan.  Mau ikutan membudidayakan tomat tigerella? Beli saja bibitnya ke Nindy.

Oke, Nindy selamat berkebun tigerella. Tapi, kalau memang cinta sama si tigerella kita bisa bikin duplikatnya atau si Nindy sekalian kita bikin duplikatnya. Untuk itu kita kenalan dulu Harry Liong.

Pria ini adalah salah satu pengusaha figur 3D di Jakarta dengan merek Sugacubes 3D Studio.  Dengan teknologinya, Harry enggak cuma bisa bikin figur 3D tapi juga bisa bikin action figure.  Action figure adalah patung yang karakternya diambil berdasarkan film, komik, videogame, atau acara TV. Nah, kalau produk figur 3D ini siapa saja boleh menjadi objek figurnya. Produk figur 3D juga tidak bisa digerakkan, sementara action figure sebagian anggota tubuh seperti tangan atau kaki bisa digerakkan.

Bisnis figur 3D customized ini masih cukup jarang ditemukan di Indonesia karena keterbatasan teknologi serta tenaga ahli. Pembuatannya menggunakan teknologi 3D printing lewat tiga kali proses produksi. Teknologi 3D printing ini di Indonesia sudah cukup lama eksis, namun penggunaannya masih bersifat teknis seperti keperluan alat kedokteran atau maket bangunan, belum sampai di industri kreatif. Nah, teknologi ini baru digunakan baru-baru ini di sektor kreatif.

Harry membawa bisnis figur 3D ini ke Indonesia dengan mencoba menjalankan semua proses produksi di tempat usahanya sendiri di Jakarta. Investasi mendatangkan mesin 3D printing yang cukup mahal membuat usaha ini belum banyak dilirik di Indonesia. Nilainya mencapai miliar rupiah.

Harry menjelaskan, bahan baku pembuatannya menggunakan pasir komposit alias sandstones dan melewati tiga langkah utama. Pertama, konsumen difoto dalam sebuah studio foto dengan puluhan kamera untuk menangkap semua detail yang mengelilingi objek 360 derajat.  Kedua, hasil foto dua dimensi dijadikan data digital dan diolah menggunakan software khusus menjadi data tiga dimensi. Data objek akan diperhalus, dan bisa dimodifikasi sesuai permintaan. "Pelanggannya bisa meminta misalnya badannya mau dikuruskan atau digemukkan, jadi hal ini juga berlaku sama seperti editing foto di Photoshop," ucap Harry.

Ketiga, melalui data digital, data siap untuk dicetak di mesin 3D printing yang menghasilkan cetakan. Kemudian dengan cetakan ini, dibentuk figur 3D dengan bahan baku sandstone tersebut. Tahap akhir, keempat, patung yang sudah jadi diberi warna agar tampak lebih hidup, seperti di foto. Menurut Harry, tingkat akurasi hasilnya mencapai 90% sehingga wajah mirip dengan aslinya. Produk ini pun hasilnya tahan lama, selama tidak terjatuh atau terkena sinar matahari langsung.

Jadi, kalau Anda mau bikin patung, dengan teknologi figur 3D akan lebih hidup. Ngomong-ngomong soal hidup, di kawasan candi Borobudur banyak orang bertahan hidup dengan menjadi kusir andong. Di kawasan ini terdapat lebih dari 60 kusir andong yang aktif beroperasi di candi Borobudur.  Karena itu, sejak 1989, berdiri sebuah paguyuban para kusir andong di tempat ini.

Salah satu kusir andong adalah Oji yang menawarkan jasa wisata andong sejak 2003. Sebelum bisa menawarkan jasa andong, Oji terlebih dahulu belajar merawat kuda. Saat ini, Oji memiliki tiga kuda untuk digunakan bergantian menarik andong. Menurut Oji, kuda berusia dua tahun sudah bisa untuk dilatih untuk menarik andong. Jika kuda jinak, dalam waktu 10 hari saja sudah bisa digunakan. Namun, untuk kuda yang tergolong liar diperlukan waktu sekitar dua bulan hingga jinak dan bisa menarik andong.

Biasanya, Oji memasang tarif sekitar Rp 15.000-Rp 20.000 untuk sekali antar dari Terminal Borobudur menuju Candi Borobudur. Namun, bila penumpang ingin sekaligus masuk ke area Candi Borobudur dan berkeliling di dalamnya, Oji mematok tarif Rp 50.000 sekali naik per tiap pengunjung. Oji mengaku mampu meraih omzet sekitar Rp 100.000 per hari jika sedang sepi pengunjung. Namun, ketika musim liburan tiba Oji mengaku bisa mendapatkan penghasilan hingga empat kali lipat dalam sehari. "Ketika hari Waisak, saya bisa dapat omzet sampai Rp 1,2 juta sehari karena pengunjung membeludak," ungkap Oji.

Semoga saja Candi Borobudur selalu ramai dikunjungan wisatawan. Eh, Mas Oji bisa enggak antar kita ke Gang Kopo, Bandung, naik andong? Ada-ada saja, memangnya ada apa di Gang Kopo?

Gang Kopo, tepatnya di Babakan Rahayu merupakan sentra roti. Sentra ini konon sudah eksis sejak 1980-an. Selain menjadi tempat produksi, Gang Kopo ini juga banyak didatangi para pembeli yang bisa langsung melihat produksi roti. Para pembeli biasanya ramai mendatangi sentra ini sekitar pukul 5 sore hingga 9 malam.

Udiya, salah satu produsen dan pedagang roti di sentra ini bercerita, dia sudah menjalankan usaha ini sejak 1997. Pria berusia 50 tahun ini menjual dua jenis produk adonan tepung, yaitu bakpia isi susu dan baguette isi keju. Harga jualnya Rp 2.000 per kotak berisi enam. Selain menjual per kotak, di warung-warung produknya bisa dijual satuan seharga Rp 500 per buah.

Dia juga menerima pesanan roti atau kue asalkan bahan baku bisa mudah didapat dan harga jual mampu menutup biaya produksi. Contohnya saja, pia yang dia produksi kecil dan agak tipis dapat diolah menjadi pia agak tebal seperti yang dijual di Yogyakarta. Sudiya mampu memproduksi sekitar 70 kantong plastik yang masing-masing berisi 40 kotak roti per hari. Dia mengaku perolehan omzet kadang tak menentu. Rata-rata dia bisa mendapat Rp 1 juta per hari.

Lumayan juga omzetnya. Tapi, yang penting sekarang kita sikat dulu si roti dari Gang Kopo. Ternyata ngobrol-ngobrol bisa membuat lapar juga. Bagaimana kalau kita undang Bagus Pursena untuk makan roti.

Bagus Pursena itu  pengusaha kerajinan porselen yang sukses mengembangkan pasar hingga luar negeri. Dia adalah pendiri dan pemilik PT Nuansa Porselen Indonesia dengan merek Cupinari dan Nuanza Ceramic. Produk Cupinari dibuat dari porselen yang membuat figurin baik bentuk manusia atau binatang, dan juga tropi klasik. Adapun merek Nuanza Ceramic memproduksi materi yang terbuat dari keramik seperti tiles/ ubin mozaik, peralatan makan (teko, cangkir, piring, wastafel), dan hiasan interior.

Pria berusia 51 tahun ini mendirikan Nuanza Ceramic pada tahun 2007 di Boyolali, Jawa Tengah. Kini ia memiliki kantor pusat dan showroom di Jakarta. Meski berkantor di Jakarta, semua produksinya dikerjakan di lereng gunung Merapi, Boyolali, Jawa Tengah. Sebab bahan baku banyak dia ambil dari daerah itu.

Dalam sebulan kapasitas produksi beragam. Misalnya untuk produk ubin/ tiles bisa mencapai 1.000 m². Untuk produk figurin bisa mencapai 500 unit per bulan. Harganya pun bervariasi. Untuk tiles misalnya, ia menjual dengan kisaran Rp 2 juta−Rp 5 juta per m². Sedangkan untuk produk figurin dan tableware dihargai Rp 500.000 hingga Rp 12,5 juta per unit. Tidak heran Bagus bisa menghasilkan omzet hingga Rp 1 miliar per bulan.


Sandal mendong dan daun kelor
Waduh, kita harus berpisah dengan Bagus Pursena, karena kita akan menemui Rinny Yulyta. Perempuan ini dengan kreatif menyulap mendong menjadi sandal hotel. Lewat naungan perusahaan Cynthia Rama Jaya, Rinny memproduksi 500 hingga 1.000 lembar rajutan sandal hotel tiap bulan.

Harga bahan baku lembaran mendong seharga Rp 10.000 per lembar. Dia menjual produk ini berkisar Rp 5.000 per pasang hingga Rp 20.000 per pasang,  tergantung tingkat ketebalan sandal dan tambahan pernak-pernik ataupun logo. Rata-rata pesanan yang datang dari hotel sebanyak 500 sampai 3.000 pasang sandal per bulan. Alhasil, omzet yang diraih Rinny bisa puluhan hingga ratusan juta per bulan.

Kalau ada sandal, tentu ada kesetnya. Biar ruangan kita tidak terkotori oleh kotoran yang terbawa oleh sandal. Nah, kita bisa melirik keset karakter. Lumayan juga lo berbisnis keset karakter. Hanya dengan menjadi reseller saja, hasil yang didapat lumayan gede. Adalah Bagus Saputra, salah satu reseller keset karakter asal Jakarta.

Bagus memasok aneka keset hingga ribuan buah. Pria yang menjalani bisnis reseller keset karakter sejak 2014 ini juga menawarkan peluang menjadi agen penjual lagi. Harga jual untuk para agen penjualnya seharga Rp 40.000 per unit.  Adapun harga jual untuk pembeli ritel sekitar Rp 46.000 per unit. Pengusaha yang sudah memiliki 10 reseller ini bilang, biasanya keset jualannya bisa laku terjual hingga 500 buah dalam sebulan. Darisitu omzetnya bisa mencapai Rp 20 juta per bulan. Bagus sudah mengirim pesanan ke berbagai wilayah di Indonesia lewat toko online kesetkarakter.blogspot.com.

Silakan disambi camilannya. Ini ada cireng isi yang bermerek Cireng Bandung Isi. Usaha ini sudah berdiri sejak tahun 2006 silam di Jakart Selatan. Menawarkan kemitraan usaha sejak 2008 silam, Cireng Bandung Isi telah memiliki 130 gerai yang tersebar di Jabodetabek dan Bandung. Perinciannya, 10 gerai milik pusat dan sisanya milik mitra usaha.  

Eko June, Staf Pemasaran Cireng Bandung Isi, menjelaskan bahwa pusat menawarkan investasi paket standar senilai Rp 1,5 juta dan paket konter senilai Rp 6 juta. Eko menargetkan, mitra bisa mencetak penjualan sampai 60 buah cireng per hari dengan harga jual Rp 2.000 per cireng. Bila target tercapai, maka mitra dapat meraup omzet Rp 120.000 per hari atau sekitar Rp 3,6 juta per bulan. Setelah dikurangi biaya-biaya operasional, mitra masih bisa mendapatkan keuntungan bersih sekitar 40% dari omzet.

Ayo, dimakan lagi cirengnya. Ngomong-ngomong soal makanan, jadi ingat Jody Brotoseno. Jody merupakan anak dari pengusaha yang sukses membesarkan jaringan resto Obonk Steak and Ribs.

Waroeng Steak and Shake adalah usaha yang dijalani Jody Brotoseno dan istrinya, Siti Hariani, setelah mereka menikah pada 1998.  Berbekal pengalaman sebagai karyawan biasa resto sang ayah, Jody memulai usaha steik dari nol. Pasar yang dia tuju adalah anak muda dan mahasiswa, sehingga harga menu yang ditawarkan menyesuaikan. Konsumen bisa menyantap menu steik yang notabene adalah makanan mahal hanya dengan merogoh kocek Rp 14.000−Rp 39.000 per porsi.

Hingga Juni 2015, Jody sudah memiliki 60 cabang yang ada di seluruh Indonesia. Kini dengan 60 gerai yang berdiri, ia sudah mempekerjakan lebih dari 1.500 karyawan. Jody bilang, satu gerai bisa menjual sekitar 200 porsi hingga 300 porsi per hari dengan total kebutuhan daging semua gerai hingga ratusan kilogram tiap bulan. Tidak heran, omzet usaha tiap gerai mencapai ratusan juta per bulan.  Ah, Jodi bikin iri saja.

Ada ungkapan dunia tidak seluas daun kelor. Itu sudah jelas, soalnya daun kelor bisa membikin pembudidayanya keliling dunia. Soalnya, dari membudidayakan daun kelor hasilnya lumayan besar.

Kita jumpai saja salah satu pembudidaya kelor, FX Budianto, petani kelor asal Yogyakarta. Budianto bilang, selain daun semua bagian tanaman kelor bisa dimanfaatkan seperti kulit kayu, bunga, biji, dan akar untuk membuat obat herbal. Saat musim hujan, Budianto bilang produksi panen secara jumlah memang lebih banyak daripada musim kemarau, namun risiko daun tidak kering dan berjamur juga tinggi. Kalau sudah begitu otomatis tidak laku. Saat musim kemarau, tidak ada risiko jamur atau tidak kering, namun masalahnya daun banyak yang rontok.

Rata-rata Budianto hanya bisa menjual sekitar 40 kg−80 kg daun kelor per bulan. Budianto juga menjual biji kelor. Ia bilang harga biji kelor cukup mahal. Saat ini dia menjual biji kelor seharga Rp 50.000 per ons. Dari penjualan daun dan biji, Budianto bisa meraup omzet Rp 20 juta−Rp 25 juta per bulan. Daun kelor yang sudah dikeringkan paling banyak dicari saat ini. Saat proses pengeringan, daun dijemur maksimal selama sehari dan hari berikutnya diangin-anginkan saja. Setelah itu daun kelor kering sudah bisa dikemas dan dijual.

Sayangnya, daun kelor menjadi tanda bahwa kita harus mengakhiri jumpa kita kali ini. Selamat berakhir pekan, semoga akhir pekan Anda menyenangkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×