Reporter: Revi Yohana, Marantina, Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
Lokasi pengambilan gambar memegang peranan penting dalam pembuatan sinetron, film atau video klip. Semakin baik lokasinya, maka semakin bagus pula kualitas gambar yang dihasilkan.
Di tengah maraknya pembuatan sinetron, film atau video klip, kebutuhan lokasi syuting pun meningkat. Tak heran jika banyak orang yang bersedia menyewakan tempatnya, terutama rumah untuk menjadi tempat lokasi syuting. Kendati bisnis ini cukup menggiurkan, risikonya juga tidak kecil. Kunci utamanya adalah kepercayaan antara pemilik tempat dengan pihak production house.
Salah satu pemain di bisnis penyewaan lokasi syuting adalah Junhadi Said Affan, pemilik usaha Rumah Kita Srimanganti, Ciracas, Jakarta Timur. Rumah Srimanganti berada di atas lahan seluas 1 hektare (ha) dan dibangun pada tahun 1980. "Awalnya menjadi rumah tinggal, kemudian sekitar tahun 1990-an sudah mulai disewakan untuk syuting," ujar Junhadi.
Ia terinspirasi menyewakan rumahnya karena melihat jarang ada orang menyewakan rumah sebagai lokasi syuting. Apalagi desain rumahnya klasik sehingga cocok untuk tempat syuting.
Maka, mulailah ia berkenalan dengan pihak production house untuk menawarkan rumahnya. Sejak itu, permintaan mulai mengalir. Sudah banyak sekali sinetron, film, hingga video klip yang pernah menggunakan rumah Srimanganti.
Namun, Junhadi tak hapal seluruh judulnya. "Di antaranya syuting sinetron Gerhana, Oh Ternyata, sama pernah juga video klipnya Ada Band dibuat di Srimanganti," ujar pria kelahiran 1 Juni 1980 ini bangga.
Menurutnya, kelebihan lokasi syuting miliknya adalah lahannya yang terbilang luas. Di atas lahan 1 hektar itu ada mansion dengan 11 ruangan, ada lapangan, dan ada set tempat yang disediakan.
"Yang jelas kru dan pemain bisa merasa sangat nyaman," tuturnya. Untuk penyewaan lokasi, Junhadi mematok tarif mulai Rp 2 juta per hari untuk mansion. Sementara tarif lokasi di luar kamar dibanderol hingga Rp 6 juta untuk seluruh tempat.
Sistem sewanya bisa harian hingga bulanan. "Terakhir ini ada sinetron RCTI, pakai lokasi kita hampir dua bulan," ujar Junhadi. Dari usahanya ini, ia biasa meraih omzet rata-rata Rp 40 juta per bulan. Junhadi bilang, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam menyewakan lokasi syuting.
Lokasi harus strategis dan nyaman
Pertama, lokasi harus strategis dan nyaman digunakan. Pasalnya, syuting kerap dilakukan berkelanjutan. "lokasinya sebaiknya besar dan nyaman, lahan parkir besar juga diperlukan," tutur Junhadi. Ia pun memastikan keamanan serta syuting yang tidak terganggu atau mengganggu pihak luar.
Kedua, furnitur yang disediakan perlu diperhatikan. "Furnitur harus up to date, disesuaikan dengan zaman sekarang atau konsep yang diperlukan," ujarnya.
Ia sendiri lebih memilih konsep classic house untuk lokasinya. Untuk memenuhi konsep itu, ia menyediakan berbagai furnitur klasik untuk mansion yang menyasar syuting adegan kelas menengah ke atas.
Pemain lain di bisnis ini adalah Nizar Wijaya yang memiliki tanah seluas 4.000 meter persegi. Ia mengklaim, sudah hampir 20 tahun lahan miliknya di jadikan lokasi syuting film maupun sinetron.
Pria kelahiran Cibubur 43 tahun silam ini berujar, tanah dan rumah miliknya itu merupakan warisan dari orang tuanya. Sejak zaman orang tuanya, rumah dan pekarangannya itu memang sudah disewakan untuk lokasi syuting film. "Dari tahun 1985 kalau tidak salah," kata Nizar.
Nizar menamakan usahanya ini Ceriwis.
Ia mengatakan, ada sekitar 15 film yang sudah menggunakan jasa rumahnya untuk produksi. "Saya lupa filmnya apa saja, yang baru-baru ini pernah sekitar lima bulan lalu itu FTV yang tayang di SCTV," tuturnya.
Ceriwis memang dibangun untuk usaha jasa lokasi syuting. Makanya, Nizar tidak tinggal di rumah itu. Sesuai kebutuhan syuting, jenis rumah yang ditawarkan merupakan jenis rumah mewah yang memiliki halaman seluas 2.000 meter persegi. Dia bilang, setiap hari jumlah sinetron yang ada di layar kaca terus bertambah.
Sejalan dengan itu, pemilihan lokasi syuting juga semakin beragam. Rumah mewahnya sangat dibutuhkan ketika gaya yang diperankan merupakan gaya hedonis. "Rumah ini cocok untuk orang-orang kaya," ucapnya.
Pria lulusan Manajemen Universitas Mercu Buana ini mematok tarif sewa Rp 1,5 juta per hari. Tarif itu di luar fasilitas yang ada di dalamnya. Untuk seluruh fasilitasnya di banderol dengan harga Rp 4,5 juta per hari.
Fasilitas yang ditawarkan mulai dari tangga mewah, ruang keluarga beserta properti, seperti lemari pajangan, area makan, kitchen set, ruang nonton keluarga hingga ruang santai.
“Untuk yang paling murah, seperti kamar mandi dan perlengkapannya harga sewanya Rp 800.000. Kalau kru menggunakan lokasi untuk jalan, seperti taman, sawung, dan kolam renang harganya Rp 1,5 juta,” kata Nizar yang bekerja sebagai pegawai bank swasta ini.
Menurut Nizar, biasanya rumahnya dipakai lokasi syuting paling lama seminggu. Ia mengaku, bisa meraih omzet sekitar Rp 20 juta - Rp 30 juta dalam sebulan.
Tak hanya lokasi syuting film, ia juga menggunakan rumahnya untuk acara reuni, pernikahan bahkan untuk pemotretan model maupun pra wedding. Harganya juga sama dengan syuting film, sekitar Rp 1,5 juta per 10 jam.
Pemain lainnya ialah Ricky Tripatria (29), pemilik Pro Ar Indonesia di Lembang, Kabupaten Bandung. Ricky menyewakan pabrik bekas di Desa Pagerwangi sejak 2012. “Daripada tidak terpakai, jadi kami sewakan saja,” ujarnya.
Kondisi pabrik bekas milik Ricky memang sudah tidak terurus. Namun, kata dia, itulah yang menjadi daya tarik bagi para penyewa. Kebanyakan orang menyewa pabrik tersebut untuk keperluan syuting film horor dan video klip yang bertema punk atau horor.
Biasanya, penyewa melakukan survei lokasi dahulu. Jika cocok, mereka akan membayar biaya sewa di depan. Ricky tidak perlu banyak persiapan. “Kebanyakan permintaan mereka, lokasi harus dibiarkan natural jadi tidak perlu kami buat sangat bersih, agar sesuai dengan kebutuhan mereka,” tuturnya.
Pabrik dua lantai dengan luas 2.000 meter persegi itu disewakan dengan tarif Rp 1,5 juta per hari. Ia bilang, ia hanya menyewakan tempat. Untuk keperluan syuting seperti genset disediakan sendiri oleh penyewa.
Dalam sebulan ia bisa mendapat 12 penyewa dengan omzet berkisar Rp 15 juta. Laba bersihnya bisa mencapai 100% karena biaya perawatan lokasi syuting hampir tidak ada.
Ricky mengaku, bisnis penyewaan lokasi syuting bukan bisnis utamanya. Jadi, ia tidak terlalu sering mempromosikan bisnisnya tersebut.
Namun, di masa mendatang, ia berharap bisa lebih serius mengelola bisnis penyewaan tempat syuting ini. Sebab, kata Ricky, bisnis ini cukup menjanjikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News