Reporter: Elisabeth Adventa, Ratih Waseso, Venny Suryanto | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wangi khas seduhan biji kopi memang bisa menjadi teman akrab kala memulai hari baru maupun saat bercengkrama dengan teman atau sekadar mengisi waktu senggang. Inilah yang membuat kopi banyak penggemar. Apalagi, setelah muncul varian es kopi susu kekinian dengan harga terjangkau.
Dua tahun belakangan, hampir di setiap kedai kopi terselip menu yang wajib ada yaitu es kopi susu. Bukan cuma kaum milenial, orang yang sejak muda kerap menyeduh kopi hitam pun terkadang menyedot es kopi susu.
Melihat potensi pasar yang masih besar, beberapa pebisnis kedai kopi kekinian pun tak melakukan ekspansi. Salah satuya, dengan menawarkan kemitraan atau waralaba. Sebagai gambaran, berikut deretan kedai kopi yang menawarkan kemitraan usaha:
- SeCup Coffee
Melihat peluang bisnis kedai kopi yang semakin menjanjikan, Oey Dalvin Andikha pun tertarik terjun ke usaha ini. Ia mendirikan SeCup Coffee sejak pertengahan 2018 dan langsung percaya diri menawarkan kemitraan.
Meski belum genap setahun berdiri, SeCup Coffee memiliki dua gerai. Satu gerai milik Dalvin di Jakarta, dan satu lagi punya mitra di Palembang. "Target mitra tahun ini sekitar 10 store," kata Dalvin.
SeCup Coffee memiliki konsep kedai kopi yang unik, yakni menggunakan desain semi kontainer. Ada satu paket kemitraan yang mereka tawarkan senilai Rp 55 juta.
Dengan harga ini, mitra mendapat fasilitas bangunan semikontainer, perlengkapan, peralatan, bahan baku awal, dan kerjasama kemitraan selama dua tahun. "Setelah dua tahun, kami kenakan royalty fee," ujar Dalvin.
SeCup Coffee menyediakan ragam kopi, mulai kopi hitam, kopi susu, hingga kopi coklat. Untuk minuman nonkopi juga ada, yaitu matcha dan taro. Harga kopi dan minuman lainnya berkisar Rp 12.000 sampai Rp 18.000 per gelas.
Dalvin sadar, menampilkan keberagaman kopi dan minuman lainnya tidak cukup untuk bisa bersaing dengan pemain sejenis. Dia harus bisa mengatasi persaingan bisnis yang semakin sengit di antara sesama pebisnis kedai kopi, terutama yang menjual kopi kekinian.
Untuk itu, Dalvin pun sudah menyiapkan beberapa strategi. Diantaranya, program promosi yang menarik lewat media sosial. Tak cuma itu, dalam membuka kedai kopi berikutnya, ia bakal memperhatikan lokasi yang ramai supaya makin banyak pengunjung yang mampir ke Se Cup Coffee.
Karena ini adalah bisnis servis, selain menjual minuman, Dalvin juga sadar, kendala terbesar dalam usaha kedai kopi dari sisi pelayanan ke pelanggan. "Kendala terbesar kalau kami mengecewakan konsumen," ujarnya.
Untuk bisa meminimalisir kendala tersebut, Dalvin terus berupaya meningkatkan layanan ke konsumen. Maka, untuk menjamin kepuasan konsumen, dia memastikan racikan kopinya konsisten. Baginya, jika masalah ini beres, dia yakin bisa mengatasi persoalan yang lainnya, seperti sumber daya manusia dan operasional di kedai.
- Kopi Teman
Peluang bisnis kedai kopi yang sedang tren di Indonesia juga digarap Edwin Lau, pemilik Kopi Teman. Sama halnya dengan SeCup Coffee, Kopi Teman berdiri pada 2018 lalu, tepatnya bulan April.
Awalnya, ia hanya menyuguhkan tiga jenis minuman berbasis kopi. Seiring waktu berjalan, menunya makin bertambah, menyesuaikan permintaan pasar. "Saat ini, menjadi lebih dari 15 varian kopi dan nonkopi. Kami juga menambah outlet untuk bisa mencapai konsumen lebih banyak lagi khususnya di Jakarta," jelas Edwin.
Saat ini, Kopi Teman memiliki tiga gerai. Semuanya punya Edwin yang bercokol di sekitar Jakarta Barat. Ia baru saja membuka peluang kemitraan sejak Maret 2019.
Nilai paket kemitraan yang dia tawarkan Rp 26 juta. Dengan modal tersebut, mitra sudah siap menjalankan kedai kopi milik sendiri. Investasi itu sudah termasuk satu booth, peralatan usaha, kemasan, buku menu, pelatihan karyawan, dan bahan baku awal untuk 650 cup. "Kami tidak mengenakan biaya administrasi dan profit sharing. Keuntungan 100% milik mitra," ungkap Edwin.
Mulai Mei sampai Juni nanti, gerai Kopi Teman bakal bertambah lima outlet. Dan, jumlah kedai bakal terus bertambah dengan target 50 outlet pada akhir tahun ini.
Edwin menjamin, setiap gerai Kopi Teman akan terus dia pantau cara kerjanya. Ia mengedepankan quality control, demi menjaga loyalitas konsumen Kopi Teman.
- Koffie Lucky
Pelaku usaha kedai kopi yang juga tertarik membuka kemitraan adalah Nosa Pratama asal Bandung. Ia membesut kedai kopi dengan label Koffie Lucky sejak 2015 dan menawarkan kemitraan mulai akhir 2016.
Saat KONTAN mengulasnya Juni 2017, Koffie Lucky sudah memiliki tiga gerai di Tanjung Balai, Batam, dan Bandung. Dua gerai milik pusat, dan satu gerai punya mitra.
Tiga tahun kemitraan Koffie Lucky berjalan, kini gerainya bertambah. Total ada lima gerai yang berdiri di Batam, Bandung, Tanjung Balai, Depok, dan Malang. "Gerai milik mitra yang ada di Tanjung Balai dan Depok, selebihnya punya saya. Target saya bisa punya gerai sendiri sampai lima gerai," kata Nosa.
Ada perubahan nilai investasi yang Nosa tawarkan. Dulu, nilai investasi Koffie Lucky sebesar Rp 150 juta, kini naik menjadi Rp 200 juta. Nosa menjelaskan, pertambahan nilai investasi tersebut lantaran pelemahan kurs rupiah. "Karena dollar AS naik, jadi semua peralatan harganya naik, kebanyakan peralatan impor," bebernya.
Dengan modal tersebut, mitra akan mendapat peralatan usaha, kitchen set dan bar set, mesin kopi, produk kopi dan minuman lain. Mitra juga memperoleh standar operasional, perangkat lunak, dan pelatihan karyawan.
Kerjasama kemitraan berlangsung selama empat tahun. Setelah itu mitra yang ingin memperpanjang kemitraan cukup membayar Rp 100 juta sebagai biaya royalti untuk kongsi tiga tahun selanjutnya.
Mitra juga wajib membeli kopi dan minuman lain ke pusat. Ada tim quality control yang mengawasi, agar produk minuman sama dengan pusat, ujar Nosa.
Mitra juga akan kena biaya royalti pada bulan keempat setelah kedai mereka beroperasi. Besaran biaya royalti yang wajib mitra bayar yakni Rp 1,7 juta per bulan.
Kendala dalam bisnis kedai kopi adalah mencari tempat usaha yang cocok. Harga sewa tempat usaha yang kian mahal yang belum tentu strategis jadi persoalan tersendiri. Apalagi, saat ini sewa tempat usaha rata-rata harus lebih dari satu tahun. Hal itu membuat modal yang mitra keluarkan menjadi membengkak. "Faktor itulah yang membuat perhitungan balik modal dari setiap kemitraan menjadi berbeda-beda," tutur Nosa.
Karena kendala tersebut, Nosa lebih memprioritaskan calon mitra yang sudah memiliki tempat usaha sendiri. Artinya, tidak perlu lagi menyewa tempat milik orang lain atau dari pihak ketiga. Menurutnya, jika mitra mempunyai tempat usaha milik sendiri, maka kemungkinan besar bisnisnya akan lebih mudah diprediksi dan dikontrol.
Tahun ini, Nosa menargetkan bisa membuka satu gerai lagi di Bali. "Yang di Malang sedang dalam proses dan sudah soft opening Maret lalu," ujar Nosa. Tertarik?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News