kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gappi: Pelaku usaha perunggasan harus diperlakukan sama


Senin, 21 Mei 2018 / 17:47 WIB
Gappi: Pelaku usaha perunggasan harus diperlakukan sama
ILUSTRASI. Peternakan ayam


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini PT PT Berdikari akan fokus terjun dalam bisnis perunggasan. Di awal Maret tahun ini, Berdikari sudah mengimpor Grand Parent Stock (GPS) sebanyak 36.000 ekor dari Prancis dan Amerika Serikat. Dan pada Juli-Agustus mendatang akan didatangkan 36.000 ekor.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (Gappi) Anton J. Supit memandang, semua pelaku usaha baik swasta, keperasi atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki kebebasan dalam berusaha. "Namun, jangan sampai ada distrosi, semua harus diperlakukan sama," ujar Anton kepada Kontan.co.id, Minggu (20/5).

Anton bilang, kunci dari usaha perunggasan ini adalah efisiensi. Pasalnya, bila BUMN tidak efisien, maka akan menimbukkan masalah. Dia bilang, ketidakefisienan sebuah perusahaan akan semakin merugikan masyarakat.

"Apakah bisnis ini dikelola dengan cara yang efisien atau kenyataannya harus bekerjasama dengan swasta yang lain. Kalau fasilitas tersebut bisa diberikan kepada perusahaan yang efisien, maka pasti harga akan kompetitif sehingga rakyat atau konsumen akan diuntungkan," jelas Anton.

Anton meminta supaya tidak ada larangan bagi pemain baru untuk memasuki bisnis perunggasan ini. Namun, menurutnya harus ada keseimbangan, jangan sampai ada perusahaan yang baru masuk tetapi menerima fasilitas yang besar tanpa ada track record yang jelas.

Tahun ini, Berdikari menargetkan akan bisa menghasilkan 2,8 juta ekor parent stock atau 400 juta final stock. Menurut Anton, setiap perusahaan berhak untuk menetapkan target yang ingin diraih, namun penting untuk menjaga persaingan yang sehat supaya perusahaan bisa efisien dan kompetitif.

"Karena itu perlakuan harus sama, sangat sulit menentukan berapa persisnya kebutuhan sebab tergantung juga daya beli masyarakat," kata Anton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×