Reporter: Anastasia Lilin Y, Indira Prana Ning Dyah | Editor: Rizki Caturini
Bisnis perlengkapan outdoor masih menjanjikan. Pasarnya meluas hingga di luar pehobi mendaki gunung. Para pemain lokal yang sudah bertahan lama optimistis bisnis ini tak akan meredup sementara hobi di masyarakat masih berkembang.
Memang, aktivitas outbound kembali menjadi pilihan sejumlah perusahaan untuk mengisi liburan bersama bagi para karyawannya. Selain itu, hobi lain semacam menyelam dan sepeda gunung yang kini mulai banyak digeluti juga turut mendorong permintaan perlengkapan kegiatan di tempat terbuka.
Pemilik Sabertooth, produsen sandal outdoor, Dody Rachmadi merasakan fenomena meluasnya pangsa pasar perlengkapan outdoor sejak awal 2009 silam. “Pasarnya semakin bagus,” katanya.
Anas Ridwan, pemilik Boogie, produsen perlengkapan outdoor, juga sependapat bahwa saat ini pehobi mendaki gunung justru hanya menyerap 20%-30% dari total permintaan perlengkapan Boogie. Sisanya justru berasal dari konsumen yang menggunakan perlengkapan sebagai gaya hidup atau tidak untuk aktivitas serius. Pelatihan outbound masuk dalam kategori gaya hidup ini.
Produsen asal Bogor ini menciptakan inovasi produk sendiri dengan memproduksi sandal outdoor. Tak hanya itu, tas, celana, tenda, bahkan sampai perahu karet ia produksi. Dengan produk yang beragam ini, Anas bilang, pasarnya pun kian meluas. “Saat banyak bencana alam, permintaan perlengkapan tenda dan perahu karet bisa melejit,” ujar dia.
Dalam setahun, Anas mengaku bisa menjual 30 sampai 50 perahu karet seharga Rp 10 juta sampai Rp 25 juta per unit. Sementara, rata-rata permintaan tenda mencapai 100 unit dengan harga mulai Rp 2 juta sampai Rp 10 juta. Lantaran harganya relatif mahal, Boogie memberikan garansi setahun.
Senada seirama, pemilik perlengkapan outdoor merek Consina, Disyon Toba, juga mengaku mencecap manisnya peningkatan pesanan dari beberapa perusahaan yang mengadakan pelatihan outbound atau outing.
Bahkan, ia optimistis, bisnis perlengkapan ini tidak akan pernah mati lantaran berbasis hobi. “Ketika ada krisis, orang justru beralih ke hobi, termasuk bertualang di alam bebas,” tuturnya.
Disyon mengaku, setiap bulan, perusahaan yang sudah berdiri sejak tahun 1999 ini bisa meraup omzet lebih dari Rp 2 miliar. “Sekitar 30% berasal dari pesanan khusus perusahaan,” ungkapnya.
Sementara Dodi si empunya Sabertooth hanya memberi bocoran bahwa omzet yang bisa ia raih mencapai ratusan juta saban bulan. Sedangkan Anas sama sekali enggan menyebutkan omzet usahanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News